Rangkuman: Melacak Komitmen Presiden Jokowi dalam Pengelolaan Lingkungan di Indonesia

Pada tanggal 27 Juli 2016, Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan re-shuffle kedua dari Kabinet Kerjanya. Presiden menyatakan alasan perubahan menteri dilakukan untuk menyelesaikan masalah berbagai masalah, termasuk mengatasi kemiskinan, kesenjangan ekonomi dan kesenjangan antar wilayah.

Jokowi dikenal sebagai pemimpin yang banyak melakukan gebrakan, baik lewat aksi maupun kebijakan yang dia lakukan. Jokowi pun tidak segan untuk membongkar “kemapanan” birokrasi yang dianggap sebagai sebuah pakem selama ini.

Sejak awal pemerintahannya, Jokowi diperhadapkan pada berbagai masalah dalam penyelesaian berbagai isu utama, termasuk pemberantasan korupsi, perombakan birokrasi, peningkatan infrastruktur, fasilitasi investasi, peningkatan pertumbuhan ekonomi, memimpin revolusi mental, hingga penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu. Seluruh program kerja Kepresidenan Jokowi itu lalu dikenal dan dibungkus dalam nama Nawacita.

Dalam kerja yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam, di tahun pertama dia menjabat Jokowi membuat langkah signifikan. Seperti menggabungkan badan dan kementerian menjadi satu kementerian besar bernama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kemudian, mereformasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang lalu dikenal sebagai kementerian yang bergigi.

Dalam pengelolaan kehutanan, dia melanjutkan moratorium hutan, dan menjanjikan adanya perubahan dalam tata reformasi agraria yang berkeadilan, yang berbasis pada kepentingan masyarakat luas.

Menginjak tahun kedua, saat dia sedang mulai menguatkan fondasi kerja yang dijalaninya, Jokowi mendapat tantangan serius yang menuntut penyelesaian tegas dan menyeluruh.

Pada tahun 2015, lebih dari dua juta hektar lahan gambut dan hutan terbakar (merupakan kebakaran terbesar sejak tahun 1997/1998). Bencana ini telah menyebabkan setengah juta orang menderita ISPA dan miliaran karbon dioksida dan unsur gas rumah kaca terlepas ke atmosfer.

Kebakaran lahan dan hutan sendiri telah berulang terjadi di Indonesia sejak dasawarsa 1990 hingga saat ini.

Sebagai tindak lanjut dari sisi penegakan hukum, pemerintah Jokowi menuntut perusahaan yang menyebabkan kebakaran, melancarkan tuntutan hukum tingkat tinggi dan meminta ganti rugi besar bagi perusahaan yang bersalah.

Presiden Jokowi saat mengunjungi RSUD Kayuagung, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan Oktober 2015. Salah satu kabupaten yang terimbas kebakaran asap terbesar di Indonesia. Foto: Mujianto

Dari sisi kemaritiman, Jokowi bersumpah mengembalikan kejayaan bahari di Indonesia, dimulai lewat aksi shock therapy penenggelaman kapal-kapal eks asing dan para pelaku illegal fishing, serta membangun jejaring poros maritim di kepulauan Indonesia yang diharapkan akan berefek pada penurunan harga pokok dan distribusi barang.

Di luar permasalahan kebakaran lahan yang berlangsung pada tahun lalu, reformasi pengelolaan sumberdaya alam dibawah pemerintahan Jokowi terus berlangsung. Namun tidak semua yang dilakukan Jokowi telah selesai dituntaskan.

Masih banyak pekerjaan rumah dalam pembenahan birokrasi dan penatakelolaan yang masih harus dibenahi. Di awal tahun 2016, Presiden membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) yang diharap akan mampu merestorasi lahan-lahan gambut yang terbakar dan rusak parah.

Hal ini turut sejalan dengan aturan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk pengendalian perluasan kebun kelapa sawit lewat moratorium sawit.

Dalam rangkuman khusus tentang Jokowi, Mongabay mencoba untuk menyarikan catatan yang pernah dilakukan oleh Presiden Jokowi dalam bidang pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan sejak menjadi Presiden hingga pertengahan tahun 2016.

Silakan menyimak dalam tautan ini. Anda pun dapat mencari berita tentang komitmen Presiden Jokowi dalam fasilitas pencarian di situs berita Mongabay Indonesia dengan kata kunci: Jokowi

Artikel yang diterbitkan oleh
,