Mencari Cara Optimalkan Kelola Sampah, Seperti Apa?

Sampah masih persoalan serius di Indonesia. Terlebih, sampah belum terkelola baik hingga menjadi ancaman kesehatan masyarakat.  Kondisi ini bikin Dosen Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya (ITATS),  Edy Wiyono,  mencari cara bagaimana mengoptimalkan pengelolaan sampah.

Edy mengatakan, pemerintah ada mencanangkan pemusnahan sampah dengan insinerator, tetapi muncul pro kontra. “Penggunaan insinerator di Indonesia dinilai tak efisien dan kurang efektif,” katanya, baru-baru ini.

Kondisi sampah saling tercampur dan kadar air tinggi menyebabkan proses pembakaran dengan insinerator menjadi tak efektif. Penggunaa dinilai tak efisien karena membutuhkan pembakar menyala terus menerus sepanjang.

Umumnya, pembakar (burner) menggunakan bahan bakar minyak atau gas hingga menyebabkan biaya operasional tinggi.

“Gas hasil pembakaran tak ramah lingkungan dan energi panas hasil pembakaran sampah juga belum dimanfaatkan,” katanya.

Edy berpikir keras dan meneliti proses pembakaran sampah kota sebagai alternatif sumber energi. Menurut dia, perlu upaya memperbaiki kinerja insinerator supaya energi bisa bermanfaat.

Salah satu, katanya, dengan mengoptimalkan operasional insinerator. Caranya, dengan mengetahui mekanisme pembakaran dalam ruang bakar.

Dari penelitian Edy menemukan, jenis sampah sangat berpengaruh terhadap suhu pembakaran, seperti sampah kain katun, plastik polietilen, kertas, dan sampah campuran dengan kadar air hingga 40% mampu terbakar dengan sendiri. Sedang sampah basah dengan kadar air lebih 80% tak dapat terbakar sendiri.

“Jenis plastik polietilen dapat memberikan suhu pembakaran tertinggi pada pembakaran sampah perkomponen. Sampah campuran menunjukkan hasil suhu maksimum ruangan lebih rendah dibandingkan pembakaran sampah perkomponen,” katanya.

Pembakaran sampah untuk energi kalor, katanya,  dengan kadar air maksimum 25%. Adapun jenis sampah sebagai bahan bakar pengeringan sekaligus pembangkitan steam adalah sampah tunggal jenis kain katun, plastik polietilen. Juga sampah campuran dengan komponen plastik polietilen minimum 40% dan sampah basah maksimum 20%.

Sampah belum terkelola baik menjadi masalah di mana-mana, termasuk di Yogyakarta, seperti di TPA Piyungan ini. Foto: Tommy Apriando
Sampah belum terkelola baik menjadi masalah di mana-mana, termasuk di Yogyakarta, seperti di TPA Piyungan ini. Foto: Tommy Apriando

Untuk bahan bakar pembangkit steam,  katanya, sampah tunggal kain katun dan plastik polietilen, dan sampah campuran dengan komponen sampah basah maksimum 20%.

“Kertas tak layak jadi bahan bakar tunggal insinerator,” katanya.

Dia menyarankan, agar insinerator berjalan efektif dan efisien, maka harus pemilahan sampah segar berdasarkan komponen, mencacah sampah segar sebagai umpan pembakaran dan kadar air tak lebih 25%.

Sampah Yogyakarta

Halik Sandera DIrektur Walhi Yogyakarta melihat sampah plastik di Yogyakarta terus meningkat, mendominasi sampah per hari di TPA Piyungan.

Dulu, katanya,  sampah organik lebih banyak, sekarang anorganik. Jadi, perlu upaya keras menjadikan sampah kerajinan atau energi.

Ika Rostika, Kepala Bidang Pengembangan Kapasitas Lingkungan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta, mengatakan,  ratusan ton sampah ke TPA Piyungan per hari.

“Rata-rata sampah tiap hari antara 210-220 ton. Kota Yogyakarta pemasok terbesar sampah ke TPA Piyungan,” katanya.

Sampah, katanya,  bukan masalah kecil jadi mesti terkelola baik hingga tak menimbulkan permasalahan baru. Selain bau tak sedap juga menimbulkan penyakit.

Sejauh ini, katanya,  sampah-sampah di TPA belum ada pemanfaatan maksimal jadi sumber energi. “Penelitian membangun sangat diperlukan.”

Guna mengantisipasi fisik sampah, BLH mengetuk kesadaran masyarakat, dengan membiasakan kelola sampah mandiri. Ada sekitar 3.000 rumah tangga mengelola sampah mandiri.

“Tahun ini, kami menargetkan jadi 6.000 rumah tangga. Kami membentuk kader ada 200 orang. Mereka akan mengajarkan kepada masyarakat bagaimana cara mengelola sampah.

“Pengelolaan sampah mandiri mendatangkan keuntungan, membuat kompos, jika dijual menambah pendapatan.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,