Kabut Asap Tahunan Itu Datang Lagi…

Kabut asap kembali selimuti Aceh. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, sejak 3 Agustus 2016, ditemukan sembilan titik api yang tersebar di Kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya, Subulussalam, dan Aceh Besar.

“Sembilan titik api itu muncul akibat lahan yang dibakar. Kami sudah berkali sampaikan ke masyarakat agar tidak membakar lahan di musim kemarau,” ujar Kepala BMKG Aceh Barat – Nagan Raya, Edi Darlupti.

Edi menambahkan, di Aceh Barat, titik api terdapat di Kecamatan Bubon dan Johan Pahlawan. Titik api terus bermunculan karena yang terbakar adalah lahan gambut. “Kami terus memantau menggunakan satelit, untuk memberikan informasi terkini.”

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Barat, Teuku Syahluna mengatakan, tim dari BPBD dibantu sekitar 150 personil TNI dan Polri, berusaha memadamkan titik api yang muncul. “Api sulit dipadamkan karena yang terbakar adalah lahan gambut. Setelah dipadamkan, tidak lama berselang, asap kembali keluar.”

Syahluna menambahkan, untuk memadamkan api, BPBD Aceh Barat telah mengerahkan semua armada pemadam kebakaran. “Tdak semua titik bisa dicapai, hingga saat ini kami telah memadamkan lebih 10 titik.”

Akibat kabut asap yang semakin tebal, ratusan masyarakat di Kabupaten Aceh Barat mulai terserang infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Bahkan, dua siswa MTsN di Kecamatan Samatiga terpaksa di rawat di puskesmas setelah sesak nafas di sekolah.

“Anak kami sesak nafas saat sekolah, mereka langsung dilarikan ke puskesmas,” sebut Darmawan, salah seorang keluarga siswa.

Darmawan juga mengatakan, untuk menghindari korban bertambah, sekolah MTsN tersebut telah diliburkan sampai asap tidak lagi tebal. “Sudah lebih tiga hari kabut tebal akibat kebakaran lahan gambut. Pemerintah daerah telah membagikan masker, namun itu bukan solusi. Kami cukup lelah, kalau musim kemarau kami menderita kabut asap, sedangkan musim penghujan banjir menerjang.

Kebun sawit warga yang terbakar di Aceh Barat beberapa waktu lalu. Foto: Chik Rini

Rutin

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Muhammad Nur menyebutkan, kebakaran lahan gambut di pantai barat Aceh seperti di Aceh Barat dan Nagan Raya, sudah menjadi hal yang rutin setiap tahun.

“Setiap kemarau, lahan gambut di Aceh Barat dan Nagan Raya terbakar saat dibuka untuk perkebunan kelapa sawit. Ini terjadi karena kesadaran masyarakat dan perusahaan untuk mengelola perkebunan tanpa menimbulkan efek negatif masih lemah.”

Muhammad Nur mengatakan, pembersihan lahan dengan cara membakar lebih disukai pengusaha perkebunan karena biayanya lebih murah dan mudah. Hal ini masih dilakukan karena penegakkan hukum yang lemah. “Tindakan hukum yang tegas penting dilakukan untuk menimbulkan efek jera dan pelajaran buat yang lain. Kalau terbakar karena faktor alam, memang tidak bisa dihindari, tapi kalau terbakar karena buruknya pengelolaan perkebunan, harus di pidana.”

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Aceh, Husaini Syamaun memastikan, lahan yang terbakar di Kabupaten Aceh Barat dan Nagan Raya tersebut bukan kawasan hutan. “Kabut asap di sana bukan karena kebakaran hutan, tapi dari pembersihan lahan perkebunan masyarakat,” jelasnya, Sabtu (6/08/2016).

Husaini mengatakan, Dinas Kehutanan, provinsi maupun kabupate/kota di Aceh, sudah sering memberitahukan masyarakat atau pemilik kebun agar tidak membersihkan lahan dengan cara membakar. “Setiap personil polhut atau pamhut yang bertemu warga, selalu mensosialisasikan agar tidak membakar kebun. Namun, tidak semua masyarakat mematuhinya.”

Awalnya, sambung Husaini, masyarakat hanya membakar sedikit dan berpikir tidak akan meluas. Tapi, karena dibakar saat kemarau, api cepat menjalar. “Saat ini, titik api sudah berkurang dan dapat dikendalikan. Tidak menjalar ke hutan,” ungkapnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,