Hari masih pagi, namun gerimis sudah turun di sekitar Cilacap, Jawa Tengah. Di sebelah barat langit mendung tampak menggelayut. Namun demikian, cuaca yang tampaknya kurang bersahabat itu tetap tidak menyurutkan untuk menyusuri Segara Anakan menuju ke wisata hutan mangrove di Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut.
Dari Dermaga Sleko, Cilacap, kapal compreng mulai bergerak ke arah barat. Sinar matahari yang menembus gerimis membentuk pelangi di ufuk barat. Perjalanan menelusuri Segara Anakan yang bakal berlangsung selama 2 jam tersebut, tampaknnya bakal menyenangkan.
Di sepanjang perjalanan menuju lokasi wisata hutan mangrove, pepohonan bakau sebetulnya sudah dapat terlihat. Sesekali juga terlihat burung beterbangan di antaranya pohon bakau. Bahkan, ada juga monyet-monyet bergelantungan terlihat dari kejauhan. Perahu-perahu milik nelayan yang tengah mencari ikan menjadi pemandangan jamak di sepanjang perjalanan.
Setelah berjalan sekitar 2 jam, tibalah di Dermaga Motehan, Kampung Laut. Dari dermaga setempat, kemudian menyeberang dengan menggunakan sampan melewati perairan Segara Anakan sepanjang 50 meter. Dari situlah, kemudian naik ojek untuk menuju lokasi wisata mangrove Ujung Alang. Alternatif lainnya adalah menyewa perahu compreng menuju ke sana.
Begitu sampai di hutan mangrove yang memiliki luasan sekitar 6 hektare (ha) yang mulai dirintis sejak tahun 2012 silam. Di kawasan itu juga dilengkapi dengan jembatan kayu untuk jalan para pengunjung. “Mengunjungi mangrove di sini, menemukan suasana sejuk dan menenteramkan. Karena pepohonan sudah tinggi yang membuat lingkungan asri dan sejuk,”kata Ustad (34) salah seorang pengunjung dari Purwokerto.
Salah seorang pengelola kawasang hutan mengrove, Wahyono, mengungkapkan kalau anak-anak muda terutama dari Cilacap dan sekitarnya sudah kenal tempat ini. Bahkan di akhir pekan, banyak yang datang. Mereka paling suka di gardu pandang sambil melihat hijaunya mangrove. “Sebetulnya yang paling asyik kalau pagi, karena banyak burung beterbangan di antara pepohonan mangrove,”ujarnya.
Meski hingga kini, belum ada tarikan tiket masuk, tetapi para pengelola tetap semangat melakukan pemeliharaan. “Di sini, tidak hanya sebagai tempat wisata, melaikan juga arboretum untuk mengumpulkan berbagai jenis pohon mangrove. Di tempat ini juga sebagai lokasi pembibitan. Jadi selain sebagai tempat wisata, juga merupakan lokasi konservasi mangrove,” tambahnya.