Kawasan ini disebut “kill zone” alias zona maut. Area mengerikan berupa abu panas di tepian kawah Gunung Api Masaya, Nikaragua, yang juga sering terpapar gas asam. Kawasan yang pastinya akan selalu kita hindari, karena kondisinya yang ekstrim.
Namun, secara mengejutkan, seorang entomologis (ahli ilmu serangga) yang mendaki gunung ini, menemukan seekor lebah kecil yang hidup beberapa meter dari kawah gunung api aktif tersebut. Rumah lebah itu begitu dekat dengan kawah yang mengeluarkan abu panas dan bom vulkanis dalam bentuk magma bergumpal.
Lebah ini menggali gundukan abu di sisi gunung berapi dan tinggal di dalamnya, dengan suhu kisaran 42 derajat Celsius. Bukan hanya panas menyengat yang harus hadapi, setiap saat ada juga ancaman hujan asam yang disebabkan semburan belerang dioksida yang dipancarkan gunung tersebut. Kondisi tanpa kompromi yang bahkan tidak ditemukan adanya kehidupan lain di area tersebut.
Bagaimana lebah bisa bertahan hidup di area yang kering tandus di sekitar kaldera gunung api, memang awalnya membingungkan para ahli. Setelah beberapa lama meneliti, akhirnya jawaban ditemukan. Lebah ini, Anthophora squammulosa, ternyata spesies yang tersebar cukup luas, di sepanjang pesisir Amerika Tengah. Meski begitu, lebah yang ditemukan di tepi kawah Gunung Api Masaya adalah yang paling mengejutkan, karena lokasi hidupnya.
Pada dasarnya, lingkungan tersebut merupakan wilayah paling ganas, tempat lebah pernah ditemukan hidup. Para peneliti pun harus memakai masker gas dan baju pelindung untuk meneliti lebah ini di tempat hidupnya.
Studi yang diterbitkan di The Pan-Pacific Entomologist ini sebagaimana diberitakan IFL Science, memperkirakan ada sekitar 1.000 hingga 2.000 lebah yang hidup di kawasan itu. Rata-rata, lubang tempat mereka hidup sedalam 30 cm, dan mereka pun menempatkan telurtelurnya di dalam.
Para peneliti juga menemukan, 99% serbuk bunga yang dikumpulkan oleh lebah ini hanya berasal dari satu jenis tanaman, yakni Melanthera nivea, yang ternyata juga bisa bertahan dari kondisi ekstrim vulkanis, termasuk hujan asam. Berbeda sekali dengan lebah-lebah yang hidup di alam normal, yang mengumpulkan serbuk dari hampir semua bunga.
Meski begitu, peneliti masih belum bisa menemukan alasan mengapa lebah-lebah itu memilih hidup di kondisi yang mengerikan. Para ahli hanya mampu memperkirakan bahwa predator ataupun parasit tak akan mampu mendekat, terlebih membahayakan kehidupan sang lebah.