Pemerintah Indonesia melibatkan nelayan tradisional untuk melakukan pengelolaan perikanan berkelanjutan di seluruh Indonesia. Keterlibatan tersebut, akan memberi keuntungan secara bersama kepada nelayan maupun Pemerintah. Dengan demikian, konservasi di kawasan laut Indonesia juga bisa berjalan tanpa hambatan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengatakan, keterlibatan nelayan tersebut menjadi langkah bagus untuk melaksanakan konservasi secara nasional di kawasan perairan. Termasuk, untuk mewujudkan target kawasan konservasi laut seluas 20 juta hektare pada 2020.
“Saat ini baru 17,3 juta hektare yang sudah terwujud. Jika saat ini kita semua berkomitmen untuk melakukan konservasi, maka pada 2020 nanti akan terwujud 20 juta hektare,” ucap Brahmantya kepada Mongabay, akhir pekan lalu.
Untuk saat ini, kawasan yang masuk dalam program konservasi laut, kata Tya, adalah di Pulau Weh (Aceh), Pulau Seribu (Jakarta), Laut Sawu (Nusa Tenggara Timur), Raja Ampat (Papua Barat), Wakatobi, dan Pulau Pieh.
“Di bentang laut Anambas saja, sedikitnya ada 1,7 hektare untuk konservasi, belum lagi di kawasan lain. Ini akan ada penambahan site lagi. Karena target itu adalah 20 juta hektare pada 2020 nanti,” ungkap dia.
Keterlibatan nelayan tradisional tersebut, menurut Tya, akan dipandu melalui buku pedoman khusus yang diterbitkan oleh KKP. Dalam pedoman tersebut, akan dipandu bagaimana nelayan bisa tetap memanfaatkan wilayah perairan untuk perikanan tangkap dan budidaya, tapi sekaligus juga bagaimana mengelolanya sehingga konservasi laut tetap berjalan.
“Kawasan konservasi merupakan instrumen penting untuk menjaga habitat utama atau spawning and nursery ground yang ada di lautan. Karenanya kita libatkan semua pihak untuk menjaganya,” jelas dia.
Dengan dilibatkannya nelayan tradisional, Tya berharap tabungan ikan akan ada lagi. Hal itu, sejalan dengan harapan Indonesia untuk terus melipatgandakan tabungan ikannya di seluruh wilayah perairan. Apalagi, kata dia, Indonesia saat ini menjadi negara yang dikenal luas karena memiliki tabungan ikan paling banyak di dunia.
Karena keterlibatan nelayan baru mulai dilaksanakan, Tya tidak bisa menjanjikan kapan harapan konservasi bisa benar-benar dilaksanakan secara penuh dan dipahami oleh semua nelayan. Namun, dia optimis, dengan adanya buku panduan, para nelayan akan cepat memahami dan menerapkannya langsung.
“Dalam panduan tersebut, tidak hanya dibahas sistemnya, tapi juga secara teknis dibahas bagaimana mencari ikan yang benar dan berkelanjutan. Alat tangkap apa yang pantas digunakan di masing-masing wilayah perairan, dan lain sebagainya,” tutur dia.
Zona Perikanan Berkelanjutan
Brahmantya lebih lanjut menjelaskan, kegiatan penangkapan ikan ramah lingkungan oleh masyarakat lokal maupun tradisional, dilakukan di dalam zona perikanan berkelanjutan Kawasan Konservasi Perairan sesuai dengan peruntukannya.
“Pengalokasian sebagian zona perikanan berkelanjutan tersebut bagi masyarakat lokal dan tradisional, merupakan bentuk kepedulian Pemerintah pada nelayan skala kecil yang ada di seluruh wilayah,” sebut dia.
Menurut Tya, cara seperti itu sudah banyak dilakukan di negara lain dan itu bisa membantu negara tersebut menjaga ketahanan pangan, sumber mata pencaharian nelayan, dan memperbaiki kondisi sumber daya ikan yang lebih baik lagi.
“Jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di kawasan pesisir itu mencapai 132 juta orang, sehingga perlu langkah signifikan untuk mengamankan laut Indonesia untuk menuju perikanan berjelanjutan,” kata dia.
“Pedoman ini kita berikan kepada masyarakat untuk membuat komitmen baru. Karena, pada kenyataannya, illegal fishing di kawasan kecil itu juga ada. Itu harus dihilangkan,” tambah dia.
Sementara itu Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Agus Dermawan menjelaskan, dalam pengelolaan kawasan konservasi harus ada pembagia porsi yang jelas untuk orang-orang yang tinggal di kawasan pesisir. Hal itu, karena konservasi itu sifatnya tidak single use, melain multiple use.
“Konservasi itu tidak hanya untuk perlindungan saja, tapi juga untuk pemanfaatan, seperti perikanan berkelanjutan dan pariwisata bahari dan itu harusnya memperhatikan masyarakat pesisir. Mereka harus diperhatikan karena merekalah yang merasakan manfaatnya,” ucap dia.
Pada kesempatan sama, Policy Director RARE Indonesia Arwandrija Rukma menjelaskan, karena wilayah perairan Indonesia sangat luas, sudah selayaknya zona larangan tangkap perikanan diatur dengan jelas dan ditaati oleh nelayan serta masyarakat lokal.
“Limpahan ikan bisa dirasakan dan dimanfaatkan bagi nelayan dan masyarakat lokal yang ingin menjaga kelestarian alam,” tutur dia.
Arwandrija mengatakan, sebelum pedoman diterbitkan, pihaknya ikut terlibat dalam melakukan organisasi kebutuhan untuk nelayan dan masyarakat lokal. Keterlibatan di 15 site terebut, dilakukan untuk mencari konsep ideal yang bisa diterapkan dalam mewujudkan konservasi perairan oleh nelayan kecil dan masyarakat lokal.
“Pedoman ini menyediakan petunjuk untuk nelayan dalam melakukan asesmen perikanan. Apa yang bisa dikelola, apa alat tangkapnya. Ini secara teknis ada dalam pedoman,” papar dia.