Hari Konservasi Alam Nasional: Semangat Membara di Bukit Peapata

Sekitar 30 orang berkumpul di Bukit Peapata, wilayah yang masuk Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW). Mereka terdiri mahasiswa, masyarakat, hingga siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 1 Negeri Suwawa, di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo.

Hari itu, 10 Agustus 2016, merupakan peringatan Hari Konservasi Alam Nasional. Untuk tahun ini, tema yang diusung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) adalah konservasi untuk masyarakat. Mereka berkumpul dan berkampanye tentang pentingnya konservasi alam dan kelestarian keanekaragaman hayati, beserta ekosistemnya bagi kesejateraan masyarakat.

Kegiatan ini digelar Balai TNBNW dan didukung oleh E-PASS (Enhancing the Protected Area System in Sulawesi for Biodiversity Conservation) atau Peningkatan Sistem Kawasan Konservasi di Sulawesi untuk Konservasi Keanekaragaman Hayati.

Rangkaian kegiatan telah digelar sejak 8 Agustus 2016. Yaitu dengan cara berkunjung ke sekolah untuk pendidikan konservasi, pembentukan Kelompok Pencinta Alam (KPA), kemah konservasi saka wanabakti dan lomba lintas alam.

Bagus Tri Nugroho, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilyah I Gorontalo Balai TNBNW mengatakan, pembentukan Kelompok Pencinta Alam ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian dan peran serta generasi muda dalam konservasi taman nasional, sekaligus mempromosikan TNBNW ke masyarakat.

Beberapa materi terkait konservasi disampaikan kepada peserta, seperti pengenalan TNBNW, flora dan fauna, perundangan-undangan terkait konservasi sumber daya alam, navigasi dan praktik penggunaan GPS (Global Positioning System).

Pada akhir kegiatan, peserta KPA bersama staf Balai TNBNW melakukan penanaman pohon dan kemah konservasi di Bukit Peapata, Desa Tunggulo, Kecamatan Tilong Kabila, Kabupaten Bone Bolango.

Pohon yang ada di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Foto: Christopel Paino

Potensi

TNBNW memiliki biodiversiti yang tinggi dan menjadi habitat penting bagi satwa endemik, seperti anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis), babirusa (Babyrusa babyroussa), maleo (Macrocephalon maleo), dan kuskus beruang sulawesi (Ailurops ursinus). Selain itu, TNBNW bermanfaat bagi masyarakat, yaitu memiliki nilai jasa lingkungan seperti wisata dan pemanfaatan air. Beberapa objek wisata TNBNW di Gorontalo juga mulai dikembangkan, seperti site monitoring maleo di Hungayono, air terjun Lombongo, dan Bukit Peapata.

“Bukit Peapata akan dikembangkan menjadi camping ground dan tempat edukasi alam oleh TNBNW bersama masyarakat sekitar kawasan. Kami sengaja menyelenggarakan kegiatan Hari Konservasi Alam Nasional 2016 di Bukit Peapata ini,” kata Kepala Balai TNBNW, Noel Layuk Allo, dalam keterangan tertulisnya kepada Mongabay Indonesia.

“Kami berharap, KPA yang telah terbentuk akan menjadi salah satu mitra dalam menjaga kelestarian kawasan TNBNW dan pengembangan ekowisata di Bukit Peapata ke depan,” tambah Bagus.

Fandri Karim, mahasiswa dari Universitas Negeri Gorontalo, yang terpilih sebagai Ketua KPA mengatakan, kegiatan tersebut diharapkan dapat membantu balai taman nasional  dalam menjaga wilayah konservasi di TNBNW.

“Bukit Peapata sangat indah, perlu dijaga kelestariannya.”

Kuskus beruang sulawesi. Foto: Wikipedia

TNBNW adalah taman nasional darat terbesar di Sulawesi, dengan luas 282.008,757 hektare. Saat ini,  telah teridentifikasi 32 jenis mamalia (15 jenis masuk dalam kategori IUCN terancam punah), 192 jenis burung (20 jenis masuk dalam kategori IUCN terancam punah), 23 jenis amphibi dan reptil, serta 289 jenis pohon. Taman Nasional Bogani Nani Wartabone merupakan habitat bagi flora endemik seperti cempaka, palem matayangan, nantu.

TNBNW juga memiliki nilai jasa lingkungan seperti wisata dan pemanfaatan air yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan. Terdapat 25 desa yang berbatasan langsung dengan kawasan taman nasional dan masyarakat memanfaatkan air dari dalam kawasan untuk konsumsi, pertanian, maupun PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro).

Namun hingga saat ini, TNBNW yang berada di Gorontalo dan Sulawesi Utara, belum lepas dari kejahatan kehutanan dan lingkungan hidup. Kejahatan tersebut berupa perambahan, penebangan kayu liar, penambangan tanpa izin, perburuan satwa yang dilindungi, dan juga kebakaran hutan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,