Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendorong masyarakat pengelola kawasan hutan lindung (HL) melalui skema hutan kemasyarakatan (HKm) dan hutan desa (HD) yang berkebun kopi, untuk mengembangkan perkebunan kopi berpola agroforestry dan organik. Selain berkontribusi untuk memulihkan kawasan hutan lindung, pengembangan pola tersebut bisa menaikkan harga jual kopi.
“Kesadaran pasar terhadap produk ramah lingkungan meningkat. Kondisi ini harus diantisipasi dengan menjadikannya peluang meningkatan kesejahteraan masyarakat. Pasar yang sadar produk ramah lingkungan akan membeli dengan harga lebih tinggi,” kata Direktur Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (BUPSHA) KLHK Masyhud kepada Mongabay Indonesia sebelum “Workshop Membangun Sinergi Dalam Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial” di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, Selasa (9/8/2016), dimulai.
Kehadiran Masyhud ini merespon inisiatif masyarakat pengelola HKm untuk membangun usaha bubuk kopi kemasan. “Dalam kunjungan lapangan (Senin, 8/8), saya lihat tegakan pohon masih sangat kurang. Perlu ditambah lagi. Silakan tanam MPTS (Multi Purpose Tree Spesies). Jumlah dan jarak tanamnya, silakan diatur agar tidak mengganggu produktivitas kopi. Selain itu, sebaiknya tidak lagi menggunakan pestisida, herbisida, dan pupuk anorganik,” terangnya.
Masyhud mendukung usaha bubuk kopi kemasan tersebut. Konkritnya, BUPSHA akan memberikan bantuan mesin pengelupas kulit kopi sekaligus pengering. “Ini pekerjaan rumah kita. Masyarakat harus didorong untuk tidak sekadar menjual bahan baku. Harus ada upaya penambahan nilai yang dinikmati masyarakat, bukan pihak-pihak lain.”
Wakil Bupati Rejang Lebong Iqbal Bastari mengatakan, Pemda Rejang Lebong melalui Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan akan membantu pendirian koperasi, pembinaan, dan pemberian bantuan alat, modal dan pemasaran. “Pemerintah daerah sangat mendukung ada merek produk bubuk kopi kemasan yang diproduksi dari hutan kemasyarakatan. Pemerintah daerah berkomitmen mendukung inisiatif tersebut,” jelasnya.
Berdasarkan SK Menhut No 748/Menhut-II/2012, total luasan HL di Provinsi Bengkulu adalah 250.748,5 hektare. Meliputi, Bengkulu Selatan (32.712,6 ha), Bengkulu Utara (40.824,6 ha), Lebong (17.550,7 ha), Kepahiang (8.562 ha), Seluma (66.533 ha), Rejang Lebong (20.819,9 ha), Bengkulu Tengah (19.122,4 ha), dan Kaur (44.593 ha).
Sedangkan potensi kawasan HL yang dapat dikelola masyarakat adalah 70.292 ha. Meliputi, Bengkulu Selatan (4.169 ha), Bengkulu Tengah (17.882 ha), Bengkulu Utara (8.555 ha), Kepahiang (6.545 ha), Lebong (3.961 ha), Rejang Lebong (15.219 ha), dan Seluma (13.961 ha).
Pengelola
Sebanyak 721 kepala keluarga yang menjadi anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Rukun Makmur, Enggas Lestari, Tri Setia Desa Tebat Pulau, Maju Jaya dan Tumbuh Lestari telah mengantongi Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) seluas 1.486,35 ha di kawasan Hutan Lindung Bukit Daun. IUPHKm diberikan melalui Keputusan Bupati Rejang Lebong Nomor 180.186.III Tahun 2015 Tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan Kepada Gabungan Kelompok Tani dalam Kabupaten Rejang Lebong tertanggal 26 Maret 2015.
Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan
Desa |
Kecamatan |
Gapoktan |
Kelompok Tani |
Anggota (KK) |
Luas izin (Ha) |
Barumanis |
Bermani Ulu |
Rukun Makmur |
4 |
156 |
275 |
Tebat Tenong Dalam |
Bermani Ulu |
Enggas Lestari |
1 |
106 |
77 |
Tebat Pulau |
Bermani Ulu |
Tri Setia |
8 |
296 |
527,77 |
Tanjung Dalam |
Curup Selatan |
Maju Jaya |
3 |
95 |
242 |
Air Lanang |
Curup Selatan |
Tumbuh Lestari |
2 |
68 |
364,77 |
Jumlah |
18 |
721 |
1.486,35 |
Sumber: Keputusan Bupati Rejang Lebong Nomor 180.186.III Tahun 2015
Untuk membangun usaha, mereka telah melakukan kajian ketersediaan bahan baku, rantai nilai, pasar, SWOT, biaya manfaat, strategi pemasaran dan penjualan, dan menyusun draf rencana bisnis. Secara formal, usaha akan dijalankan oleh koperasi. “Sangat disayangkan bila pemberian IUPHKm tidak berdampak positif terhadap kesejahteraan kami. Sebelum IUPHKm diberikan, kami menjual biji kopi. Oleh karena itu, kami ingin membangun usaha bubuk kopi kemasan,” terang Ketua Gapoktan Rukun Makmur, Tarsono.
Managing Director Safir Legal and Social Consulting Asep Yunan Firdaus menilai, pemerintah belum sepenuhnya berkomitmen untuk memberdayakan masyarakat mengelola HL melalui skema HKm dan HD. “Walau program Perhutanan Sosial tertuang dalam rencana pembangunann jangka menengah nasional (RPJMN), namun tidak tercermin pada penganggaran. Politik anggaran pemerintah tidak mendukung pelaksanaannya, masih kalah dengan infrastruktur.”
Begitu pula dengan pemerintah daerah, dukungan pelaksanakan program Perhutanan Sosial tidak tercermin pada anggaran. Pengalokasian dana reboisasi (DR) dan provisi sumber daya hutan (PSDH) yang dikucurkan pemerintah kepada pemerintah daerah, lebih banyak diarahkan ke sektor non-kehutanan. “Kajian Safir menemukan seperti itu. Dukungan pemerintah daerah terhadap program perhutanan sosial masih sangat rendah. Dan ini tugas rumah pemerintah,” papar Asep.