Kisah Anak Beruang Madu yang Hidup di Kandang Kayu

Pagi menjelang siang akhir Juli 2016, suasana di Desa Lumban Ruhap, Kecamatan Habinsaran, Toba Samosir (Tobasa), Sumatera Utara, terasa sejuk. Tak jauh dari desa, terlihat hutan dengan bukit tertutup kabut.

Kokok ayam jantan bersahutan. Warga desa lalu lalang sambil berbincang bahasa Batak.

Di satu rumah, terlihat seorang warga desa, M. Sitorus,  meracik makanan. Ada nasi putih, susu dan gula. Semua jadi satu, diaduk kemudian ditempatkan dalam piring kaleng.

Laki-laki 49 tahun ini lalu membawa ke belakang rumah. Ada sebuah kandang dari kayu sedikit miring. Dia membuka pintu kandang dan memberikan makanan kepada binatang berbulu hitam moncong putih.

Satwa itu ternyata anak beruang madu. Ia jadi peliharaan Sitorus lebih sebulan ini. Tinggal dalam kandang sempit.

Mendapat kabar ada warga yang memelihara beruang madu, petugas BKSDA langsung ke lokasi dan mengecek kondisi . Foto: Ayat S Karokaro
Mendapat kabar ada warga yang memelihara beruang madu, petugas BKSDA langsung ke lokasi dan mengecek kondisi . Foto: Ayat S Karokaro

Sitorus santai membuka pintu kandang. Tangan mengusap kepala satwa dilindungi itu. Sesekali dia seakan bermain dengan beruang ini, tanpa takut.

Dia bercerita, menemukan beruang dekat landang pada Juni 2016. Dia menduga, anak ini terpisah dari sang induk di sekitar hutan Lumban. Anjing yang dibawa ke ladang, menggonggong keras. Tampak menuju ke semak belukar dan terjadi perkelahian  dengan beruang anakan ini.

Dia langsung mengusir anjing peliharaan yang menggigit bagian kaki anak beruang. Setelah itu, Sitorus kembali ke rumah, dan merawat luka beruang itu.

Sitorus merawat anak beruang ini. Awalnya, dia tak tahu apa makanan bisa diberikan. Setelah berbincang dengan warga sekitar, diputuskan nasi, susu dan gula.

“Ia makan dua kali sehari. Susu, gula dan nasi. Itukan makanan sehat jadi mau anak beruang itu makan. Banyak aku buat supaya kenyang,” katanya.

Karena masih anakan, dia melatih anak beruang agar jinak. Berhasil. Walau kandang dibuka sekalipun, satwa ini tak mau pergi atau lari.

Anak beruang ini terlihat jinak. Foto: Ayat S Karokaro
Anak beruang ini terlihat jinak. Foto: Ayat S Karokaro

Warga sekitar juga sering datang melihat anak beruang ini. Ada yang berfoto atau sekadar memberikan makanan.

Saat ditanya apakah suatu hari akan melepas beruang ini, Sitorus mengatakan tak mungkin. Dari cerita orang, katanya, binatang akan dimusuhi kelompok kalau sudah bersama manusia.

Ketika ditanya apakah tahu kalau satwa ini dilindungi dan ada ancaman pidana serta denda bagi siapa yang memelihara atau memperdagangkan, apalagi membunuh, Sitorus tak tahu. Dia meyatakan, menyayangi satwa ini, dan berat melepas ke hutan.

Kabar ada warga memelihara satwa dilindungi, sampai ke telinga petugas Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Dolok Surung III, Toba Samosir, BBKSDA Sumut. Bersama tim meluncuk ke desa, mengecek dan identifikasi satwa.

Petugas mendata dan memeriksa Sitorus termasuk kronologis mendapatkan satwa ini. Di sebuah warung di pinggir desa, pemberian pemahamanan kepada Sitorus dan warga dilakukan petugas.

Sayangnya, Sitorus menolak melepas beruang. Melihat kondisi tak memungkinkan buat penyitaan, tim pun kembali ke kota.

Onto Sianipar, petugas dari BKSDA Dolok Surung III, Toba Samosir, BBKSDA Sumut, mengatakan, sudah komunikasi dan musyawarah kekeluargaan dengan Sitorus, agar menyerahkan sukarela anak beruang itu tetapi belum berhasil.

“Ini masih kita diskusikan.”

Di kandang inilah anak beruang itu hidup...Foto: Ayat S Karokaro
Di kandang inilah anak beruang itu hidup…Foto: Ayat S Karokaro

Indra Kurnia, Koordinator Forest & Wildlife Protection Ranger)-OIC, mengatakan, langkah utama adalah pendekatan persuasif, pemberitahuan dan penyadartahuan soal satwa dilindungi.

BKSDA, katanya, terus sosialisasi tentang satwa liar di desa itu, atau desa lain.

“Tentu dapat melibatkan stakeholder lain, seperti perangkat desa, tokoh masyarakat, camat, koramil, polsek, lembaga mitra sebagai fasilitator ke masyarakat, sebagai bentuk kerjasama.”

BBKSDA, katanya, dapat menyampaikan presentasi disertai pemutaran film, atau bahan edukasi/sosialisasi lain, yang mungkin mencantumkan nomor kontak lembaga terkait. Dengan begitu, masyarakat dapat menyampaikan informasi jika ada konflik satwa dengan masyarakat, atau yang memelihara satwa dilindungi.

Nasi, gula dicampur susu sebagai makanan beruang sehari-hari. Foto: Ayat S Karokaro
Nasi, gula dicampur susu sebagai makanan beruang sehari-hari. Foto: Ayat S Karokaro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,