Semangat Juang Poltak, Menjaga Hutan Melalui Inovasi

Pepohonan rindang dengan tajuk yang cukup rapat membuat sejuk sepanjang perjalanan menuju Dusun Tanjung Belimbing. Gemerisik angin di sela daun-daun meningkahi suara serangga. Dusun itu berada di Desa Pangkalan Buton, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. Kabupaten yang merupakan pecahan dari Kabupaten Ketapang ini, memiliki kekayaan alam yang berlimpah.

Namun, warga dusun tersebut belum semua menikmati listrik selama 24 jam. Keterbatasan ini yang menggugah seorang warganya, menciptakan energi alternatif yang bersumber dari alam. Warga itu dikenal dengan panggilan Poltak (44). Perantau asal Kecamatan Pematang Raya, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara yang datang sekitar tahun 2000-an.

Saat itu, kayu masih menjadi komoditi primadona di Kalimantan Barat. Magnet instan menghasilkan uang yang mengundang banyak orang untuk datang. Tak terkecuali Poltak.

Awalnya, Poltak kerja di sebuah perusahaan kayu, daerah Matan. Keluar dari perusahaan tersebut, dia kerja di PO Sumber Baru Motor di Kabupaten Ketapang. Di sini dia mengumpulkan modal usaha, untuk membeli mobil. Mobil inilah yang dijadikan Poltak untuk mengangkut kayu dari warga setempat lalu menjual kembali ke perusahaan penggergajian.

Hingga suatu hari, Poltak tersadar dengan kerusakan alam di sekitar tempatnya tinggal. Ia membulatkan tekad, berhenti sebagai pembalak liar. Kesungguhannya diwujudkan dengan membangun sebuah bengkel, dari ilmu yang ia dapatkan sebelumnya.

“Aku ini termasuk orang yang meracuni umat manusia di seluruh dunia, sebab pohon yang aku tebangi menyebabkan kurangnya pasokan oksigen. Tak cukup kata maaf dan menyesal saja, aku harus berbuat,” kisah Poltak, yang bernama lengkap Miswan Edi Susanto.

Poltak merasa, penanaman kembali setiap pohon yang telah dia tebang tak serta merta menebus kerusakan yang telah dilakukannya. Timbul niatnya untuk memanfaatkan sumber daya alam, sebagai energi alternatif pembangkit listrik. Riset kecil-kecilan ia buat. Buah diskusi dengan beberapa aktivis lingkungan yang makin memacu keinginannya. Meski tak sedikit yang berguncing di belakangnya, Poltak tak goyah.

Hitung punya hitung, sebesar Rp11 juta dana yang dia rogoh dari kantongnya sendiri untuk membuat pembangkit listrik. Idenya adalah memanfaatkan aliran sungai yang melintas di desanya. Teknologi ini dikenal dengan sebutan pembangkit listrik tenaga picohydro.

Poltak sedang merakit alat picohydro di bengkelnya. Foto: Dok. Poltak
Poltak sedang merakit alat picohydro di bengkelnya. Foto: Dok. Poltak

Cara kerjanya sederhana, aliran air sungai difungsikan untuk menggerakkan turbin yang menghasilkan energi listrik. Keuntungan picohydro, tidak memerlukan arus yang besar. Aliran keran setengah inchi saja sudah mampu menghidupkan bola lampu sebesar 100 watt. “Nah, untuk microhydro tentunya memerlukan arus yang lebih deras. Agar arus sungai tetap terjaga, hutan sebagai penyimpan air tidak boleh hilang. Setelah tahu manfaatnya, warga secara otomatis akan menjaga hutannya,” kata Poltak.

Alat buatannya mungkin bukan hal baru. Namun, Poltak memodifikasi bagian pembangkit tersebut dengan alat-alat yang bisa didapat di daerahnya. Perjalanan untuk membuat alat ini jelas tidak mulus. Banyak tantangan yang menguji kesabarannya. Tak hanya cemooh, beberapa bagian alat yang dirakitnya pun hilang dicuri. Praktis alat tersebut tak bisa berfungsi. Padahal, alat yang dirakitnya merupakan bantuan dari salah satu program televisi nasional. Walau kadang hati pilu, Poltak tetap bertekad mendedikasikan buah pikirnya untuk membantu warga. “Saya sudah pasang alat ini di kabupaten lain. Ada di Sanggau, Sintang, dan Kapuas Hulu,” kata Poltak.

Kebanyakan pembangkit listrik microhydro untuk warga di daerah perbatasan Kalimantan Barat. “Indonesia sudah merdeka, tapi ada sebagian warga belum merdeka dalam menikmati listrik,” tambahnya.

Poltak yang terus berinovasi menciptakan alat menghasilkan listrik yang ramah lingkungan. Foto: Dok. Poltak
Poltak yang terus berinovasi menciptakan alat menghasilkan listrik yang ramah lingkungan. Foto: Aseanty Pahlevi

Inovasi

Kegigihan Poltak membuahkan hasil. Dia dianugerahi Kick Andy Heros 2015 serta penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, karena menjaga hutan melalui inovasinya juga pada 2015 lalu. Berbagai media meliput kiprahnya. Bahkan, sebuah buku yang mengulas perjuangan Poltak telah terbit.

Namun, Poltak tetap menjadi pribadi bersahaja. Ditemui di kediamannya, Poltak memamerkan sebuah kotak berwarna merah. Gaya bicara khas Sumatera Utara sangat kental. Dengan santai, dan hanya berkaos kutang Poltak menjelaskan kotak merah tersebut. Alat tersebut adalah inverter. Bukan temuan baru, namun Poltak merakitnya sendiri sehingga harganya menjadi lebih murah dari pabrikan.

Misna Hayati (36) sang istri dengan setia membantu demo Poltak. Kotak merah yang dilengkapi roda itu didorong Misna ke ruang tamu. Semua lampu dimatikan, tenaga diganti dengan inverter, kemudian lampu kembali dihidupkan. “Alat ini baru bisa menghidupkan seluruh lampu rumah plus televisi. AC belum bisa,” imbuhnya.

Sama seperti alat inverter lainnya, cara kerjanya adalah mengubah energi accu menjadi energi listrik AC dengan voltase tertentu. “Ini juga sama sekali tidak ribut. Bebas polusi, bisa diletakkan dalam rumah. Sembari dipakai, alat ini mengecas sendiri energinya,” jelas Poltak.

Harganya tentu lebih murah dari yang bermerek. Ayah Dedy Miswari dan Dinda Syaputri ini terus bertekad mencari inovasi dengan alat yang lebih murah, agar masyarakat bisa menikmati listrik. Alat ini bahkan sudah dibeli beberapa orang dari luar Kabupaten Kayong Utara.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,