Kala ke Hutan Desa Hajran, Begini Permintaan Mereka kepada Menteri Siti

“Batanghari airnya tenang…Sungguhpun tenang, deraslah ke tepi…Kita semua akan senang…Jika hutan di Jambi tetap lestari.

Begitu petikan pantun Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya saat meninjau  pengelolaan hutan berbasis masyarakat di Desa Hajran Kecamatan Bathin XXIV, Batanghari, Jambi, dua pekan lalu.

Siti ingin melihat skema hutan tanaman rakyat dan hutan desa di Desa Hajran yang dibangun sejak 2011.

Dia mengatakan, Desa Hajran menjadi salah satu tempat pembelajaran dan percontohan dari 26 titik di Indonesia. Membangun titik-titik percontohan ini,  guna mempercepat realisasi 12,7 juta  hektar target skema hutan berbasis masyarakat sampai 2019.

“Kita sudah mendesain 26 spot untuk skema perhutanan sosial di seluruh Indonesia,” katanya.

Desa Hajran,  sejak beberapa tahun ini mengelola hutan dengan skema hutan desa seluas 90 hektar dan HTR 1.272 hektar.

Hutan Desa Hajran sudah mendapatkan legalitas Menteri Kehutanan pada 2011 dan HTR sudah mendapatkan empat izin, kepada Koperasi Mpang Gagah (304,15 hektar), Koperasi Serengam Betuah (363,03 hektar), Koperasi Bagan Rajo (304,04 hektar) dan Koperasi Khayangan Tinggi (301,37 hektar).

Desa ini, salah satu desa penyangga Tanaman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Warga banyak menjadi petani karet dan bergantung dengan hutan. Keempat izin keluar dari Gubernur pada April 2016.

Gubernur Jambi Zumi Zola mendukung penuh PHBM. “Kita sudah membangun PHBM di Desa Hajran telah berjalan, program aneka usaha kehutanan 10 hektar difasilitasi BPDAS Batanghari. Hutan desa ditanami jelutung dan karet. Pada 2014, ada juga jabon 40 hektar,” katanya.

Tahun lalu, hutan desa juga ditanami tanaman buah, seperti mangga dan durian dengan dana APBD Dinas Kehutanan Jambi.

Ada juga pengembangan Agroforestry 1.100 bibit nangka dan petai oleh Warsi, serta tata batas partisipatif hutan Desa Hajran.

Dalam HTR, kelompok tani akan menanam jabon. Ahmad Rafik, Ketua Koperasi Serenggam Betuah mengatakan, terkendala regulasi tak boleh menebang hutan dalam proses menanam di HTR.

“Kami masih belum bisa menanam jabon karena tanaman monokultur tumbuh baik harus dibersihkan dari naungan.”

Kehadiran Menteri LHK di lokasi PHBM diharapkan membawa sejumlah perbaikan dan dukungan pemerintah pada PHBM sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan.

“Kita berharap ada perbaikan dukungan pemerintah dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakat,” kata Diki Kurniawan, Direktur Komunitas Konservasi Indonesia Warsi.

Hingga kini, katanya, pemerintah belum terlihat maksimal mendukung hak-hak pengelolaan hutan kepada masyarakat.

“Contoh program rehabilitasi hutan desa tak bisa mendapat dukungan pemerintah,  dengan alasan hutan desa masuk hutan dibebani hak.”
Padahal, katanya, aturan memungkinkan karena dibebani hak adalah konsesi swasta, bukan izin kepada masyarakat.

Untuk itu, penting bagi pemerintah meninjau kembali aturan-aturan penghambat pengembangan perhutanan sosial.

“Harus ada pemilahan aturan yang berpihak kepada masyarakat hingga hutan benar-benar bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.”

Siti ke Jambi juga melihat masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar hutan. Mereka antusias.  Sayangnya, selama ini terkendala pengajuan hak kelola perhutanan sosial yang rumit bahkan nyaris sama dengan perizinan swasta.

“Kita mengharapkan pengajuan proses hutan desa bisa disesuaikan kemampuan masyarakat. Hingga hak kelola hutan masyarakat bisa ditingkatkan,” ucap Diki.

siti1-Kunjungan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di pembibitan tanaman Jabon di Desa Hajran. Foto Elviza DianaMenteri LHK, Siti Nurbaya dan rombongan didampingi Gubernur Jambi, Zumi Zola. Foto: Elviza Diana

Persoalan lain, pemerintah daerah masih ragu memproses perhutanan sosial karena ada beberapa peraturan belum pasti. Salah satu, katanya, beberapa perubahan kewenangan dalam UU Pemerintahan Daerah.

DalamUU ini, ada beberapa kewenangan sektor kehutanan kabupaten dan kota beralih ke provinsi.

“Perubahan ini belum diikuti aturan turunan.”

Dia berharap, dengan kehadiran menteri, bisa melihat bagaimana semangat masyarakat yang tinggi ikut kelola hutan. “Jangan sampai kendor hanya karena aturan belum maksimal.”

Kini, di Jambi, skema hutan desa baru 93.210,26 hektar atau 4,3% dari hutan Jambi 2.165.730 hektar. Ironisnya, hutan kelola swasta, berupa hutan tanaman industri (HTI) 694.717 hektar atau 32%.

 

Solusi konflik

Sejak akhir  2013, masyarakat di tiga desa yaitu Desa Olak Besar, Desa Hajran dan Desa Jelutih Kecamatan Bathin XXIV menolak penyerobotan oleh  perusahaan HTI, PT Rimba Tanaman Industri (RTI).

Perusahaan terus melenngang dan memperoleh izin. Muhammad Yusuf Gofar, warga desa menyebutkan, seluas 2.900 hektar HTR masuk konsesi RTI.

Dia meminta, menteri menindaklanjuti penyerobotan ini. “Kami sudah mengajukan 2.900 hektar untuk HTR, RTI menyerobot dan izin keluar,” katanya.

Siti menanggapi. Dia akan mengeluarkan lahan 2.900 hektar dari HTI. “ Kita akan cek lagi, jika benar begitu, saya akan keluarkan 2.900 hektar untuk HTR.”

Dia  bilang, perhutanan sosial mengatasi konflik lahan di Jambi. “Dengan banyak konflik lahan di Jambi, kita akan jadikan skema perhutanan sosial mekanisme, dan solusi atasi konflik,” katanya.

Menanggapi SK Percepatan konflik di Jambi, yang dia keluarkan, Siti menyebutkan akan segera menindaklanjuti temuan dan verifikasi.

Bambang Hendroyono, Sekjen KLHK menjanjikan bulan depan beberapa penanganan konflik dalam surat menteri itu bakal selesai.

“Bulan depan kita upayakan sudah selesai. Saat ini, data-data masih diolah.”

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,