November Ini Kayu-kayu V-Legal Indonesia Masuk Uni Eropa Tanpa Uji Tuntas

Akhirnya, Uni Eropa mengubah kebijakan Forest Law Enforcement, Governance and Trade-Voluntary Partnership Agreement (FLEGT-VPA) dengan memasukkan Indonesia  dan lisensi kayunya sebagai negara mitra kerja dan otoritas perizinan yang mereka tunjuk. Dengan kebijakan ini, mulai 15 November 216, kayu-kayu Indonesia, yang berdokumen V-Legal alias bersertifikasi verifikasi legalitas kayu (SVLK), bisa masuk tanpa uji tuntas.

”Efektif 15 November 2016, kayu Indonesia diizinkan masuk ke Uni Eropa tanpa harus melewati tes fit and proper,” kata Ida Bagus Putera Parthama, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Dalam situs resmi European Commission, pada 18 Agustus 2016, menyebutkan, pada 15 November itu sekaligus menjadi tanggal awal Indonesia mulai menerbitkan lisensi FLEGT. Komite bersama Uni Eropa dan Indonesia akan mengumumkan tanggal mulai lisensi FLEGT dalam pertemuan 15 September nanti.

Sebelum jatuh tempo efektif, kata Putera, peraturan EU memberikan 90 hari bagi negara anggota mempersiapkan segala sesuatu guna menerima impor kayu berlisensi FLEGT dari Indonesia.

Nantinya, penerbitan FLEGT-VAP akan diverifikasi Europe Forest Institute (EFI) yang menjadi perpanjang tangan UE.

Adapun proses tanpa uji tuntas ini akan menambah daya saing produksi dan menjadi keunggulan produk kayu Indonesia dibandingkan negara lain. Terlebih, kata Putera, tak hanya pasar Eropa yang menerapkan legalitas kayu, pasar-pasar negara lain juga, seperti, Australia menerapkan Illegal Logging Prohibition Act.

Langkah ini, katanya, diharapkan mampu mengurangi pembalakan liar di Indonesia, dengan pengelolaan hutan lestari, peningkatan tata kelola kehutanan dan perdagangan kayu legal.

Momen ini, menjadikan kayu Indonesia negara pertama yang memiliki lisensi FLEGT.

Menurut dia, sudah sekitar 2.000 usaha eksportir kayu primer dan lanjutan memegang SVLK dengan pengolahan bahan baku sekitar 24 juta hektar.

Mereka juga sudah memegang sertifikat lestari dari lembaga pemegang sertifikat. Lembaga ini telah mendapatkan akreditasi Komite Akreditasi Nasional. Harapannya, melalui pemberlakuan lisensi mampu bermanfaat dalam peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

roduk kesenian dan kerajinan di Desa Budaya Karebet, Bantul. Kayu yang sebagian dari hutan rakyat dan bersertifikat. Foto: Tommy Apriando

Berdasarkan data KLHK, nilai ekspor ke EU menggunakan dokumen V-Legal meningkat. Pada 2013, mencapai US%593,337,822, 2014 (US$644, 213,671), 2015 (878,314,060). Tahun ini sampai 12 Agustus (US$558,726,712).

“Kami yakin tren ekspor akan terus meningkat.”

Dalam waktu dekat, pemerintah pun menyiapkan pengiriman perdana (first shipment) untuk produk kayu Indonesia. Pengiriman pertama kali berlisensi FLEGT dan Indonesia menjadi negara pertama.

 

 

Buka akses pemantau

Muhamad Kosar, Dinamisator Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) mengatakan, partisipasi multipihak mampu mengawasi proses akuntabilitas dan kredibilitas kayu dalam kaitan SVLK.

Pada tingkatan kementerian dan lembaga, katanya,  perlu perbaikan sistem, dalam hal keterbukaan informasi dalam pemantauan.

Jadi, katanya, harus ada jaminan keterbukaan informasi dengan membuka akses kepada pemantau independen. Juga perlu memperkuat sistem informasi legalitas kayu (SILK) agar menjadi sistem informasi terintegrasi dalam pelaksanaan SVLK dari hulu ke hilir termasuk lisensi FLEGT nanti.

”Sistem jaminan legalitas kayu menjamin kepastian hukum dalam pengawasan dan penegakan hukum terhadap ketidaksesuaian yang menjadi temuan dalam penilaian atau  verifikasi maupun pemantauan independen.”

Hal penting lain, katanya, pemerintah perlu menjamin manfaat bagi pelaku usaha skala kecil. ”Perlu memastikan langkah-langkah pencegahan dampak buruk dari peneraan FLEGT ini.”

Usulan lain, katanya, perlu ada kajian dan perbaikan pelayanan publik dalam perizinan baik usaha maupun lahan.

Soal pelaksanaan independent market monitoring (IMM)—masuk bagian persetujuan VPA–, katanya,  perlu penguatan guna memastikan pengawasan dan penegakan hukum oleh UE.

“Juga penguatan tindak lanjut terhadap informasi perdagangan kayu ilegal maupun hasil pemantauan pemantau independen,” ucap Kosar.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,