Kapan? Pemerintah Menindak Tegas Para Pemelihara Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi

Memelihara tumbuhan dan satwa liar dilindungi adalah hal yang jamak di masyarakat Indonesia, termasuk juga mereka yang menyimpan bagian tubuh satwa liar. Warga merasa, memelihara satwa liar dilindungi sama dengan upaya konservasi. Mereka kerap berdalih, dipelihara di rumah akan menjauhkan satwa atau tumbuhan dilindungi tersebut dari hal-hal yang dapat menggangu kelangsungan hidup mereka.

“Saya yakin, ini cuma pembenaran semata. Alasan sebenarnya adalah memiliki satwa atau tumbuhan dilindungi baik hidup maupun awetan, hanya untuk kepuasan pribadi atau menaikkan gengsi,” kata Happy Hendrawan, peneliti dari Swandiri Institute, baru-baru ini.

Walau belakangan banyak yang menyerahkan satwa dilindungi kepada petugas berwenang, namun tidak memberikan efek jera. “Yang menyerahkan justru warga kalangan menengah ke bawah. Mereka kesulitan memberi makan ketika satwa tersebut dewasa.”

Menurut Happy, kondisi ini berbeda jelas dengan warga golongan atas yang tidak ada masalah untuk menyediakan pakan. “Artinya, penegakan hukum bagi pemilik satwa dilindungi harus dilakukan, baik dalam keadaan hidup maupun mati,” katanya. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus membuat gebrakan, mendesak jajarannya menerapkan sanksi UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Pasal 40 ayat 2 undang-undang tersebut dituliskan, sanksi pidana bagi orang yang sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) adalah pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Warga yang masih memelihara atau memiliki tumbuhan dan satwa dilindungi, harus segera menyerahkan ke BKSDA setempat, dalam jangka waktu tertentu. Jika melewati tenggat, petugas BKSDA harus menindak. Upaya serius pemerintah sangat dinanti masyarakat. “Kalau aparat yang tidak punya nyali, segera diganti dengan yang muda. Ganti dengan figur yang mempunyai integritas sehingga masyarakat lebih taat hukum.”

Buaya muara yang diserahkan warga ke BKSDA Kalbar setelah 22 tahun dipelihara. Foto: BKSDA Kalbar
Buaya muara yang diserahkan warga ke BKSDA Kalbar setelah 22 tahun dipelihara. Foto: BKSDA Kalbar

Kasus

Awal Agustus ini, Tim Gugus Tugas Evakuasi dan Penyelamatan Tumbuhan dan Satwa Liar, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat kembali mengevakuasi seekor buaya muara (Crocodylus porosus). Sedikitnya, sudah empat ekor buaya yang diserahkan ke institusi ini di 2016.

“Buaya telah dipelihara oleh Royi Irvan (34) warga Komplek Suwignyo Permai Pontianak selama 22 tahun. Panjangnya dua meter,” kata Sustyo Iriyono, Kepala BKSDA Kalbar. Royi menyerahkan sukarela. Menurut Royi, orangtuanya mendapatkan buaya tersebut di Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, 22 tahun silam ketika berukuran 30 cm. BKSDA Kalbar setelah mengevakuasi buaya tersebut, kemudian dititip-rawatkan di Lembaga Konservasi Sinka Zoo, Kota Singkawang.

Sustyo mengatakan, karena koorperatif maka si pemilik hanya dikenakan pembinaan saja. “Kita apresiasi warga yang menyadari, memelihara satwa dilindungi dikenakan pidana,” katanya.

Kepala enggang yang disita dari penumpang pesawat terbang. Foto: BKSDA Kalbar
Kepala enggang yang disita dari penumpang pesawat terbang. Foto: BKSDA Kalbar

Sementara itu, tepat pada perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 2016 pukul 05. 50 WIB, tim Gugus Tugas Evakuasi dan Penyelamatan Tumbuhan dan Satwa liar BKSDA Kalimantan Barat-Kementerian LHK mengamankan dua kepala enggang.

Satu kepala enggang sudah berbentuk Ikat dan dihiasi bulu yang ditambah manik-manik sementara satu bagian lagi, masih utuh. Barang tersebut disita dari seorang penumpang pesawat bernama Lie Bun Hie (63), warga Jawai Kabupaten Sambas.

Lie yang mengaku sebagai pekerja seni tersebut membawa kepala enggang menggunakan kantong plastik melalui pintu keberangkatan. Saat diperiksa petugas bandara, bagian satwa liar dilindungi tersebut tidak lolos. Petugas segera menghubungi BKSDA Kalbar. “Dua kepala enggang tersebut kami amankan sebagai barang bukti, untuk diproses lebih lanjut,” tambah Sustyo.

Tim juga menemukan dan mengamankan sebuah tanduk rusa sambar (Cervus unicolor) di ruang pemeriksaan X-Ray. Tanduk tersebut berada dalam kotak yang hendak dimasukkan ke bagasi pesawat. Hingga kini, tim BKSDA masih mencari siapa pemiliknya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,