Mahkamah Agung Kembali Tolak Kasasi PT. Kalista Alam, Ini Putusannya

Setelah diharuskan membayar ganti rugi sebesar Rp366 miliar karena membakar lahan gambut di Rawa Tripa, perusahaan kelapa sawit PT. Kalista Alam kembali harus membayar denda Rp3 miliar untuk jenis perkara pidana khusus. Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan Direktori Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2015 Tahun 2016, menolak kasasi yang diajukan oleh Direktur PT. Kalista Alam Subiato Rusid.

Ketua Majelis Mahkamah Agung, Surya Jaya, serta Margono dan Suhadi sebagai hakim anggota dalam putusan yang dibacakan pada 05 April 2016 dan diunggah di website Mahkamah Agung pada 15 Agustus 2016 memutuskan, menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi/terdakwa: PT Kalista Alam dan membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi sebesar Rp2.500,00.

Putusan tersebut telah menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh No. 201/Pid/2014/ PT.BNA, tanggal 19 November 2014 yang amar lengkapnya menyatakan perbuatan PT. Kalista Alam telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membuka lahan untuk perkebunan kelapa sawit dengan cara merusak lingkungan secara berlanjut.

Dalam putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh juga disebutkan, menguatkan putusan Pengadilan Negeri Meulaboh tanggal 15 Juli 2014 Nomor: 131/Pid.B/2013/PN.Mbo dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Direktur PT Kalista Alam dengan pidana denda sebesar Rp3.000.000.000,00.

Dalam amar putusan Mahkamah Agung ini disebutkan, terjadinya kebakaran telah merusak lapisan permukaan gambut dengan tebal rata-rata 5-10 cm yang menyebabkan 1.000.000 m3 terbakar dan tidak pulih lagi sehingga akan mengganggu keseimbangan ekosistem di lahan bekas terbakar.

“Akibat lain dari kejadian kebakaran tersebut yaitu dilepaskan gas rumah kaca selama berlangsungnya kebakaran sebanyak 13.500 ton karbon, 4.725 ton C02, 49,14 ton Ch4,21,74 ton Nox, 60,48 ton Nh3, 50,08 ton 03, 874, 12 ton Co serta 1050 ton partikel,” sebut Majelis Hakim.

Majelis Hakim juga mengatakan, akibat pembakaran gambut tersebut mengakibatkan standar baku mutu lingkungan melewati ambang batas; Bahwa perbuatan Terdakwa PT. Kalista Alam sebagai akibat terjadinya kebaran tersebut telah merugikan keuangan negara dalam bentuk biaya pemulihan rehabilitasi lahan guna memfungsikan kembali ekologi yang rusak sebesar Rp366.098.669.000,00.

Direktur PT Kalista Alam, Subiato Rusid melakukan kasasi dengan alasan, keberatan Pemohon Kasasi (Terdakwa PT. Kallista Alam), adalah dikarenakan Judex Facti telah salah dalam menerapkan hukum. Tidak menerapkan hukum atau menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya. Selain itu juga, karena surat dakwaan tidak lengkap, tidak menguraikan perbuatan  terdakwa  berdasarkan unsur pasal yang didakwakan.

Peta Kawasan Tripa. Sumber: WWF Indonesia

Harapan

Putusan Mahkamah Agung tersebut mendapat sambutan baik dari masyarakat Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh. Mereka menilai, selama ini keberadaan PT. Kalista Alam tidak memberikan manfaat kepada masyarakat. “Perusahaan sawit itu telah menghancurkan tempat kami mencari nafkah, lahan gambut tersebut merupakan penopang ekonomi masyarakat. Sejak rawa gambut dirusak perusahaan, masyarakat sulit memenuhi kebutuhan hidup dan harus mencari mata pencaharian lain,” ungkap Hamdani, warga Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Aceh.

Hamdani mengatakan, sebelumnya, sebagian besar masyarakat yang tinggal di sekitar gambut Rawa Tripa banyak yang menangkap ikan dan berprofesi sebagai petani. Berbagai jenis ikan yang ditangkap cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Sejak gambut dijadikan perkebunan sawit, masyarakat sulit mendapatkan ikan khususnya lele. Saat ini, untuk mendapatkan ikan sebanyak lima kilogram dalam sehari susah.”

Pemerhati lingkungan di Aceh, TM Zulfikar mengatakan, putusan kasasi Mahkamah Agung tersebut harus segera dieksekusi. Selain kasus pidana, putusan terhadap kasus perdata juga harus segera dieksekusi karena sudah cukup.

“Mahkamah Agung pada 28 Agustus 2015 telah menolak kasasi gugatan perdata PT. Kalista Alam. Saat itu, Kalista Alam diharuskan membayar ganti rugi Rp366 miliar, namun hingga saat ini putusan tersebut belum dieksekusi.”

TM Zulfikar menyebutkan, lahan gambut yang rusak akibat pembukaan perkebunan kelapa sawit juga belum direhabilitasi, bahkan terkesan dibiarkan begitu saja oleh pemerintah. Lahan yang telah ditanami sawit tersebut harusnya dikembalikan statusnya menjadi hutan gambut. “Kami dari LSM telah berupaya membantu rehabilitasi gambut itu, tapi tidak mungkin semuanya,” ujar mantan Direktur Walhi Aceh ini.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,