Pegiat Lingkungan: Menteri LHK Harus Tolak Surat Gubernur Aceh Mengenai Revisi Zona Inti TNGL

Gubernur Aceh Zaini Abdullah, tanggal 16 Agustus 2016, telah mengirimkan surat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. Isinya, permintaan revisi sebagian zona inti Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) menjadi zona pemanfaatan. Serta, memberi izin kepada PT. Hitay Panas Energy untuk melakukan eksplorasi panas bumi di daerah tersebut.

Dalam surat Nomor: 677/14266 perihal dukungan pengembangan potensi panas bumi oleh PT. Hitay Panas Energy disebutkan, berdasarkan Qanun Nomor 19 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh tahun 2013-2033 sudah ditetapkan sistem jaringan energi Aceh. Antara lain memuat rencana pembangkit listrik tenaga panas bumi di Kabupaten Gayo Lues. Namun, rencana itu terkendala karena arealnya berada dalam kawasan TNGL yang terindikasi pada zona inti.

Dalam surat tersebut dituliskan, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 108 tahun 2015, pemanfaatan potensi panas bumi dapat dilakukan pada kawasan taman nasional. Untuk itu, Pemerintah Aceh memohon Menteri LHK berkenan merevisi sebagian zona inti menjadi zona pemanfaatan dan memberikan izin kepada PT. Hitay Panas Energy melakukan eksplorasi potensi panas bumi dimaksud. Mengingat, pemanfaatan energi panas bumi termasuk kategori hijau dan ramah lingkungan serta mendukung Program Strategis Nasional.

Surat Gubernur Aceh ini ditembuskan kepada Menko Perekonomian, Menteri Dalam Negeri, Menteri ESDM, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Kepala Dinas Kehutanan Aceh, Kepala Dinas Pertambagan dan Energi Aceh, serta Kepala BBTNGL.

Kepala Biro Humas Pemerintah Aceh Frans Delian mengatakan, surat tersebut benar dan memang dikeluarkan oleh Pemerintah Aceh. “Setelah saya periksa di Biro Hukum Pemerintah Aceh, surat itu memang benar,” sebut Frans Delian, Rabu (24/08/2016).

Berapa luasan wilayah usulan tersebut? Dalam persentasi yang dilakukan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) Juni 2016, dipaparkan bahwa luas wilayah usulan perubahan zona inti TNGL menjadi zona pemanfaatan sebesar 18.110 hektare. Area potensi untuk satu unit panas bumi di Gunung Kembar, Kabupaten Gayo Lues atau di zona inti TNGL itu nantinya sekitar 7.766 hektare. Sementara luas wilayah yang akan dimanfaatkan untuk perusahaan panas bumi sekitar 50-100 hektare.

Listrik tenaga hidro di Gayo Lues yang memanfaatkan air sungai yang berhulu di TNGL. Foto: Junaidi Hanafiah
Listrik tenaga hidro di Gayo Lues yang memanfaatkan air sungai yang berhulu di TNGL. Foto: Junaidi Hanafiah

Menolak

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Muhmmad Nur, menolak rencana perubahan zona inti TNGL karena akan berdampak buruk pada kehidupan masyarakat dan lingkungan.

Muhammad Nur mengatakan, Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh Tahun 2013 – 2033, yang menjadi dasar Gubernur Aceh untuk mengajukan surat permohonan, tidak mengakui Kawasan Ekosistem Leuser yang di dalamnya terdapat Taman Nasional Gunung Leuser sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN).

“Qanun ini tidak selaras dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, dan dalam penetapannya, qanun tersebut tidak mengindahkan Keputusan Mendagri tentang Evaluasi Rancangan Qanun Tentang RTRW Aceh Tahun 2014-2034.”

Perubahan zonasi inti TNGL menjadi zona pemanfaatan, serta memberi izin eksplorasi kepada PT. Hitay Panas Energi bukanlah sikap bijak yang akan menjadi preseden buruk di masa mendatang. “Fakta di lapangan, TNGL terus dirusak oleh penebangan liar dan perkebunan liar. Pemberian izin eksplorasi di zona inti akan memperparah kerusakan dan  pembagunan jalan menuju zona inti akan mempermudah akses pencurian kayu.”

Muhammad Nur menambahkan, kawasan TNGL merupakan Cagar Biospher dan Asean Heritage Park yang merupakan  satu-satunya kawasan hutan di dunia sebagai habitatnya gajah sumatera, badak sumatera, harimau sumatera dan orangutan sumatera. Selain mengancam satwa kunci, rencana pemanfaatan panas bumi akan berdampak buruk pada kualitas air serta akan mengancam sumber ekonomi masyarakat sekitar.

“Kami telah mengirim surat penolakan revisi zona inti TNGL kepada Menteri LHK. Surat itu, kami tembuskan kepada Presiden Republik Indonesia, DPR, Menko Perekonomian, Menteri ESDM, BPK, KPK, Gubernur Aceh, Dirjen Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser.”

Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA) juga menolak rencana tersebut. Menurut KPHA, penurunan level zona inti TNGL menjadi zona pemanfaatan akan mengancam eksistensi hutan Aceh keseluruhan. “Jika status zona inti direvisi, tidak ada lagi zona aman hutan Aceh untuk tumbuh dan berkembang guna melayani kebutuhan air dan oksigen jutaan masyarakat Aceh,” terang Juru Bicara KPHA Efendi Isma.

KPHA melihat, kebutuhan energi Aceh masih dapat dipenuhi dari sumber air yang ramah lingkungan. Pemerintah Aceh diminta tidak latah dengan peluang regulasi mengelola sumber-sumber energi karena perlu kajian ilmiah komprehensif.

“Pemerintah Aceh belum memiliki kemampuan memperbaiki hutan yang rusak, juga belum menjalankan tugasnya dalam hal penegakan hukum terhadap kasus-kasus perambahan hutan yang harusnya diprioritaskan,” ujar Effendi.

Salah seorang warga Gayo Lues, Bustami yang juga pelaku wisata mengatakan, masih banyak potensi alam yang bisa dikembangkan di Gayo Lues atau tanpa harus merusak hutan yang merupakan penopang hidup orang banyak.

“Listrik tenaga hidro belum tergarap, padahal ada belasan bahkan puluhan titik yang bisa di manfaatkan. Kenapa energi ini tidak dikembangkan,” ujarnya.

Surat Gubernur Aceh yang ditujukan ke Menteri LHK untuk merevisi zona inti TNGL
Surat Gubernur Aceh yang ditujukan ke Menteri LHK untuk merevisi zona inti TNGL. Sumber: KPHA
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,