Bersamaan dengan pembangunan sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Presiden RI Joko Widodo mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional.
Inpres tersebut, langsung disambut gembira oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Bagi dia, Inpres tersebut bisa menjadi pendorong untuk percepatan pembangunan industri perikanan nasional. Termasuk, pembangunan SKPT yang ada di 15 pulau terdepan, salah satunya di Natuna.
Susi mengatakan hal tersebut saat memberi keterangan resmi kepada pers di Jakarta, akhir pekan lalu. Menurut dia, hadirnya Inpres bisa menjadi stimulus untuk mempermudah pembangunan dalam bentuk apapun di dalam industri perikanan nasional.
“Namun, untuk bisa melaksanakan Inpres tersebut, jelas tidak mudah. Dibutuhkan sinergi dari berbagai stakeholder untuk mempercepat langkah mewujudkan Inpres tersebut,” ucap dia.
Perlunya kerja sama antar seluruh stakeholder tersebut, kata Susi, dikatakan juga oleh Presiden RI Joko Widodo. Itu artinya, dalam menjalankan Inpres tersebut, KKP tidak akan bekerja sendirian dan akan dibantu oleh semua elemen yang berkaitan.
“Sesuai arahan Pak Presiden, ini sangat memerlukan kerja sama seluruh stakeholder. Jadi di sini KKP tidak bisa bekerja sendirian. BUMN punya tugas di situ,” jelas dia.
Karena harus ada kerja sama dengan semua stakeholder, Susi meminta kepada jajaran di bawahnya untuk mendata kembali instansi mana saja, khususnya BUMN yang berkaitan langsung dengan sektor kelautan dan perikanan.
“Semua BUMN diinventaris lagi, mana saja yang berkaitan dengan kita. Dari situ kita melihat sebuah tugas sebagai pejabat negara dan anda (para dirut BUMN) sebagai pengawalnya,”sebut dia.
Perlunya dilakukan inventarisasi BUMN dan intansi terkait, menurut Susi, karena dia ingin kesempatan bernilai ekonomi yang ada dalam sektor perikanan dan kelautan bisa dimanfaatkan sebaik mungkin oleh mereka.
Apalagi, kata Susi, realisasi investasi sektor perikanan juga mengalami peningkatan sejak 2010 yang ditandai dengan pencapaian nilai mencapai Rp1,60 triliun. Kemudian, pada 2015 realisasi investasi naik lagi mencapai Rp4,43 triliun dan itu terjadi bersamaan dengan realisasi impor ikan yang menurun.
Kondisi tersebut, menurut Susi, harusnya mampu memberi gambaran kepada BUMN sektor perikanan untuk mengambil peluang membangkitkan gairah ekonomi perikanan nasional.
“Saya ingin BUMN dari perikanan mengambil opportunity ini. Pertama menjadi penyokong daripada gerakan pertumbuhan ekonomi. Hasil dari perikanan tangkap luar biasa. Jadi di sini saya melihat, kalau BUMN sektor perikanan tidak bergerak sangat disayangkan,” tutur dia.
Susi berharap agar dalam rapat-rapat selanjutnya dengan jajaran direktur utama BUMN, Pemerintah lebih fokus membicarakan proyeksi bisnis hingga proyeksi pembiayaan untuk mempercepat langkah mewujudkan mandat Presiden dimaksud.
“Memang harus dibutuhkan sebuah forum. Mohonlah jangan ada ego sektoral antar BUMN. Semua bersama demi negara,” pinta dia.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo telah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional yang berlaku sejak 22 Agustus 2016. Hal ini dilakukan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik nelayan, pembudidaya, pengolah maupun pemasar hasil perikanan, meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan devisa negara
Inpres tersebut ditujukan kepada 25 (dua puluh lima) pejabat pimpinan kementerian/lembaga. Kepada para pejabat tersebut, Presiden menginstruksikan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan secara terkoordinasi dan terintegrasi sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing Kementerian/Lembaga untuk melakukan percepatan pembangunan industri perikanan nasional.
Secara khusus, Presiden menginstruksikan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan sebanyak 13 point diantaranya terkait kebijakan pengembangan perikanan tangkap, budidaya, pengolahan, pemasaran dalam negeri, ekspor hasil perikanan, dan tambak garam nasional.
Sementara itu Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai, Inpres yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo sangatlah baik untuk kemajuan sektor kelautan dan perikanan. Tetapi, masih ada catatan yang harus diperhatikan oleh Pemerintah jika ingin Inpres tersebut berjalan benar.
Pertama, menurut Ketua DPP KNTI Bidang Hukum Martin Hadiwinata, Inpres harus berdampak pada kesejahteraan pelaku perikana skala kecil seperti nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam. Kedua, ironi kebijakan impor harus bisa diperbaiki melalui Inpres. Dan ketiga, Inpres harus bisa memicu produktivitas Indonesia sebagai negara produsen perikanan kelompok tiga besar dunia.
“Kami berharap, Inpres tersebut menjadi pemicu optimalisasi kinerja industri perikana nasional yang ramah lingkungan, berkelanjutan, dan berorientasi pada kesejahteraan para pelaku perikanan skala kecil,” jelas Martin kepada Mongabay.
15 Pulau Terdepan
Dengan hadirnya Inpres Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional, Susi Pudjiastuti optimis pembangunan 15 pulau terdepan untuk dijadikan SKPT bisa berjalan baik dan lancar. Saat ini, pembangunan masif sedang dilaksanakan di Natuna. Namun, dia berencana pada 2017 pembangunan akan dilakukan di enam lokasi, di Anambas, Alor, Berau, Buton Selatan, Enggano, dan Sabang.
Selain SKPT, Susi menjanjikan, Pemerintah juga secara bersamaan akan membangun unit pengolahan ikan (UPI) terpadu yang rencananya akan dilakukan di 21 pulau terdepan. Untuk UPI tersebut, KKP membangun dalam bentuk skala kecil, menengah, dan besar.
“Untuk skala kecil, UPI yang akan dibangun sebanyak 500 unit dan UPI skala menengah sebanyak 1.000 unit dan UPI skala besar sebanyak 3.000 unit,” papar dia.
Untuk mewujudkan pembangunan UPI, Susi mendorong BUMN Perikanan seperti PT Perikanan Nusantara, Perum Perikanan Indonesia, dan PT Pelni untuk bisa terlibat dan melakukannya secara langsung.