Soal Perusahaan Sawit di Balik Penyanderaan Penyidik LHK, Berikut Penjelasan Menteri Siti

Aksi penyanderaan tujuh petugas dari Kementerian Lingkungan dan Kehutanan, yang diduga kuat suruhan perusahaan terus diselidiki.  Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, akan memprioritaskan penyelidikan terhadap PT. Andika Permata Sawit Lestari (APSL), dengan konsesi dan hutan gambut sekitar terbakar ribuan hektar.

Meskipun penyidik saat penyanderaan dipaksa menghapus berbagai dokumen foto, video sampai mencabut plang segel, dari dokumen drone yang selamat, tampak kebakaran gambut begitu luas. Bahkan, terlihat beberapa indikasi lahan sengaja dibakar. Dokumen ini akan menjadi bukti dalam pengusutan lebih lanjut.

Menteri LHK Siti Nurbaya, mengatakan, KLHK memiliki otoritas sesuai UU, untuk menyelidiki lokasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Terlebih, katanya, ada bukti lapangan,  ribuan hektar sawit terbakar di hutan produksi yang belum dilepas izin. “Kebun sawit di areal itu ilegal,” katanya dalam penjelasan tertulis kepada media di Jakarta, Minggu (4/9/16).

Siti menduga kuat kebun ilegal ini difasilitasi perusahaan dengan mengatasnamakan masyarakat melalui kelompok tani.

Dari foto-foto dan video yang berhasil diselamatkan, terlihat lahan terbakar begitu luas. Awalnya area itu hutan gambut, kini siap jadi kebun sawit. Di sana masih tampak sisa sengaja dibakar dan beberapa titik sudah terbakar, menyisakan kepulan asap.

Dia menegaskan, dengan insiden ini penyidikan terhadap ASPL jadi prioritas utama. Menurut Siti, ada tiga hal penting melibatkan perusahaan ini. Pertama, perambahan kawasan hutan. Kedua, pembakaran lahan. Ketiga, penyanderaan.

“KLHK akan mengusut dan menindak tegas.”

Meskipun ada penyanderaan ini, katanya, tak akan menyurutkan langkah dan mengurangi ketegasan KLHK menindak pelaku karhutla yang melibatkan perusahaan lain.

Areal baru selesai dibersihkan, terlihat stacking-stacking udah terbakar. Tampak pembakaran disengaja. Foto drone Tim Penegakan Hukum KLHK
Areal baru selesai dibersihkan, terlihat stacking-stacking .  Kebun sawit ini tempat tujuh penyidik disandera di Rokan Hulu, Riau. Dok foto drone Tim Penegakan Hukum KLHK

Pembakar hutan dan lahan, kata Siti, harus dibuat jera hingga tak mengulangi perbuatan. Karhutla menyebabkan derita warga dan menurunkan kewibawaan negara di mata masyarakat dan dunia.

“Apalagi dilakukan korporasi, sekaligus mendalangi perambahan kawasan hutan secara ilegal. Kejahatan luar biasa ini. Harus ditindak keras. Harus perangi bersama.”

Untuk penegakan hukum karhutla kasus ini, katanya, akan menggunakan multidoors dan multiinstrumen hukum.

Penyanderaan terjadi Jumat (2/9/1,6) saat penyidik KLHK selesai menyegel lahan terbakar dalam penguasaan APSL.

Awalnya, tim KLHK turun ke lokasi, menindaklanjuti arahan Menteri Siti untuk penyelidikan penyebab titik api di Riau, meluas hingga mengganggu masyarakat. Tim sekaligus menyelidiki laporan ada masyarakat mengungsi karena asap.

Dari penginderaan satelit terlihat, sumber api penyebab asap antara lain dari areal yang dikuasai perusahaan itu.

”Saya menegaskan untuk penyelidikan di areal terbakar. Tim dipimpin langsung Dirjen Gakkum KLHK, turun ke Riau.”

Kebun yang siap berisi sawit sudah bersih, berdampingan dengan hutan yang juga terbakar. Foto dari drone Dirten Penegakan Hukum KLHK
Kebun yang siap berisi sawit sudah bersih, berdampingan dengan hutan yang juga terbakar. Dok foto drone Tim Penegakan Hukum KLHK

Dukung bersama

Kiki Taufik, Manajer Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia menyesalkan insiden penyanderaan ini.

“Sangat menyedihkan dan mengkhawatirkan bagaimana wajah wibawa penegakan hukum di Indonesia. Begitu mudahnya mafia lokal bersikap acuh dan melawan pemerintah,” katanya kepada Mongabay, kala diminta tanggapan.

Kondisi serupa pernah terjadi di Sumatera Selatan, tahun lalu. Kala berusaha menengahi konflik lahan, tim KLHK bersama Walhi Sumsel, malah kena aniaya perusahaan.

“Pertanyaan bagaimana dengan mafia yang jauh lebih kuat dan memiliki koneksi kuat dengan politisi dan aparat” katanya.

Untuk itu, katanya, KLHK harus mendapat dukungan dengan kekuatan lebih besar, yakni Presiden dan unsur penegak hukum level tertinggi seperti KPK, Kapolri, dan Jaksa Agung.

“Mereka harus jelas dan kuat bersikap membela KLHK. Perlu ada pernyataan kuat di publik oleh Presiden, Kapolri, KPK serta Jaksa AgungAgar tak mudah kasus-kasus kebakaran ini hanya berakhir di penyidikan.”

Selain itu, proses hukum yang sedang berjalan terhadap perusahaan pembakar hutan dan gambut harus menjadi prioritas.

“Harus ada komitmen kuat dari penegak hukum juga lembaga tinggi seperti Mahkamah Agung untuk benar-benar serius menangani masalah ini.”

Berdasarkan pengalaman, katanya, sering pengadilan Indonesia justru berpihak pada perusak dan pembakar hutan.

Tak hanya itu. Gerakan masyarakat sipil maupun organisasi non pemerintah harus kuat menyuarakan, mendorong dan mendukung langkah pemerintah, seperti  KLHK untuk terus mengawasi dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu.

“Media pun harus terus menyuarakan dengan konten bagus, kualitas dan benar,” ucap Kiki.

Tekanan lewat media, katanya,  akan memudahkan pemerintah mendapat dukungan masyarakat luas. “Kini masyarakat cukup apatis dengan kinerja penegakan hukum negeri ini.”

 

Sepanjang mata memandang, kebun yang disapkan biat sawit bekas terbakar. Foto diambil pakai drone Ditjen Gakum KLHK
Sepanjang mata memandang, kebun yang disapkan biat sawit bekas terbakar. Dok foto drone Tim Penegakan Hukum KLHK

Pembangkangan korporasi

Sedangkan Koordinator Jaringan Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Woro Supartinah mengatakan, penyanderaan itu jelas sekali sebagai pembangkangan nyata dari korporasi (pemilik kebun) terhadap upaya penegakan hukum pemerintah.

Upaya penegakan hukum kasus karhutla, katanya,  tengah diuji. Ujian itu, katanya, bukan saja datang dari industri bandel dan melanggar peraturan, bisa dari lembaga penegak hukum lain di tingkat lokal.

Jikalahari menunjuk kasus tereksposnya foto para perwira menengah kepolisian Riau dengan petinggi perusahaan. Hal semacam itu, katanya, sebenarnya bak fenomena gunung es.  Banyak kasus hubungan-hubungan “baik” antara aparat penegak hukum dengan korporasi yang tak terlihat publik.

“Kita menduga kuat SP3 ada hal lain di dalamnya (hingga proses hukum tak lanjut). Bagaimana mungkin SP3 diteken kapan tapi baru diketahui publik berbulan-bulan berikutnya? Kami lihat korporasi ini sedang  menunjukkan sesuatu,” kata Woro.

Jikalahari,  meminta KLHK mengambil kesempatan ini untuk benar-benar menuntaskan masalah perkebunan dan kehutanan di Riau.

Dia mencontohkan, data Dinas Perkebunan Riau menyebut ada selisih besar dari luas perkebunan di Riau, dengan pengeluaran izin pelepasan kawasan hutan dari LLHK.

Kondisi itu, sudah bertahun-tahun, katanya, hingga tak usah heran jika ada kebun tak berizin namun sawit sudah panen.

“Ini waktunya Kementerian berbenah. Audit dan review kebun yang ada,” kata Woro

Pada 2014, kala Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan juga pernah mengungkapkan setidaknya ada satu juta hektar kebun sawit di Riau ilegal alias tak berizin.

Tak jauh beda dikatakan, Dr Elviriadi, pakar lingkungan dari Universitas Islam Negeri Syarif Qasim II Pekanbaru. Dia  mengatakan korporasi sedang gelisah dengan upaya penegakan hukum KLHK.

Dengan kasus penyanderaan, katanya, jangan malah memperlemah semangat lawan mafia kebakaran hutan ini.

“KLHK cukup serius dan agak berani. Harus ada sanksi terhadap perusahaan. Sekaligus menindak PT itu.”

Dia menyarankan, organisasi masyarakat dan non pemerintah terus memperkuat barisan. Sebab, perusahaan tak suka gerakan lingkungan, hingga harus dijawab  dengan polarisasi gerakan masyarakat sipil lebih luas.

“Kalau (pengawasan ini) dibiarkan dan tak terukur akan terjadi lagi konsolidasi aparat-pebisnis. Ini adalah gerakan ujicoba (korporasi) untuk melihat pergerakan sipil.”

Hutan gambut yang berubah jadi kebun sawit yang terbakar (sengaja dibakar) di Rokan Hulu, Riau. Foto diambil dari drone Ditjen Gakum KLHK
Hutan gambut yang berubah jadi kebun sawit yang terbakar (sengaja dibakar) di Rokan Hulu, Riau. Dok foto drone Tim Penegakan Hukum KLHK
Kronologis lengkap penyanderaan tim KLHK di areal yang dikuasai PT APSL:

1. Sejak titik api mulai meluas di Riau, Menteri LHK meminta Dirjen Gakkum segera menurunkan tim ke lokasi melakukan penyelidikan.

2. Tim pertama turun ke lokasi yang dikuasai PT APSL, Senin (29/8/16). Tim sempat melakukan komunikasi dengan pengelola lahan sebelum masuk ke areal perusahaan. Di lokasi pertama ditemukan areal terbakar mencapai 600 hektar. Tim sempat masuk lebih kedalam lagi pada areal kebun sawit terbakar diperkirakan lebih 2.000 hektar. Tetapi tim mengalami kesulitan karena asap cukup tebal.

3. Selasa (30/8/16), dipimpin Dirjen Gakkum, tim KLHK kembali ke lokasi dan masih menjumpai ada masyarakat mengungsi di luar areal terbakar. Mereka telah mendirikan tenda beberapa hari di lokasi pengungsian.

Setelah diselidiki, ternyata mereka pekerja dari daerah lain. Selama ini beraktifitas di areal yang dikuasai perusahaan. Rumah mereka ikut terbakar karena titik api meluas di dalam kebun.

4. Dalam penguasaan secara ilegal kawasan terbakar, setelah ditelusuri lebih jauh, APSL diduga memfasilitasi pembentukan tiga kelompok tani untuk mengelola kebun sawit. APSL bertindak sebagai ‘bapak angkat’.

Masyarakat dimaksud tak lain pekerja dari perusahaan itu sendiri yang dibentuk melalui kelompok tani. Dari foto yang didapat, terlihat pengelolaan kebun sawit secara profesional dan terkoordinir.

5. Saat tim KLHK masuk ke kebun, ditemukan fakta lahan sawit terbakar sangat luas dan masih berasap. Mayoritas kebun sawit di areal hutan produksi. Artinya, semua kegiatan di lokasi ilegal.

Modus seperti ini biasa digunakan perusahaan nakal. Mereka menggarap lahan ilegal menggunakan dalih dikelola masyarakat, berada di lokasi tak jauh dari lahan legal mereka.

6. Setelah mendapat fakta awal, tim kembali ke Pekanbaru dan rapat internal. Rapat memutuskan tindakan penyelidikan sekaligus penyegelan di lokasi yang dikuasai APSL.

7. Jumat (2/9/16) pukul 11.00, tim turun ke lokasi. Menuju ke sana harus menggunakan ponton (sejenis transportasi penyeberangan) untuk menyebrang sungai. Sebelum masuk ke areal PT APSL, tim sudah berkomunikasi dengan perwakilan perusahaan bernama Santoso. Atas izin Santoso pula, mereka dapat melewati portal yang dijaga oleh petugas keamanan perusahaan.

8.’PPNS Line’ dan plang KLHK dipasang sekitar pukul 14.00-15.00. Selama proses itu berlangsung, tim sudah merasa diamat-amati. Karena beberapa kali ada yang lewat menggunakan sepeda motor. Namun tim tetap bekerja mengambil bukti foto lahan yang terbakar serta video menggunakan kamera drone.

Fakta lapangan menunjukkan, ada lahan sengaja dibuatkan stacking atau jalur bakar. Artinya, lahan untuk menanam sawit ini, terindikasi kuat sengaja untuk dibakar. Bahkan, saat tim tiba di lokasi, masih ada asap mengepul dari lahan gambut itu.

9. Sekitar pukul 15.00, tim KLHK memutuskan kembali, menggunakan dua mobil. Mereka sempat bertegur sapa dengan seseorang (diduga salah satu manager perusahaan PT APSL inisial A).

10. Usai bertegur sapa, tim KLHK melanjutkan perjalanan. Ternyata A dan rekan yang menggunakan sepeda motor, membuntuti perjalanan mereka. Tim tetap bergerak ke arah lokasi ponton untuk menyeberang pulang, dan menganggap A dan rekan juga akan sama-sama pulang.

11. Sebelum sampai ke lokasi ponton, tim KLHK tiba-tiba dihadang oleh sekelompok pemuda. Mereka ternyata sudah menunggu sebelumnya dan sengaja menggeser posisi Ponton, sehingga tim KLHK tidak bisa menyeberang. Ponton ini dioperasikan oleh PT. Chevron karena jalan tersebut merupakan jalan inspeksi pipa PT. Chevron.

Satu-satu jalan keluar dan menuju lokasi yang terbakar memang harus menyebrangi sungai dengan menggunakan ponton.

12. Gerombolan yang mencegat ini meminta tim KLHK turun dari mobil. Mereka kemudian dibawa ke sebuah tempat tak jauh dari lokasi tersebut. Tim KLHK didesak menghapus foto-foto, video serta mencopot plang yang dipasang di lokasi Karhutla. Dalam waktu sekejap, jumlah massa mencapai 50 orang.

13. Negosiasi terus dilakukan. Tim KLHK menegaskan bahwa mereka sedang menjalankan tugas Negara. Namun gerombolan massa tetap tidak menerima dan meminta tuntutan mereka dikabulkan segera. Tim di lapangan terus berkoordinasi dengan Dirjen Gakkum. Selama proses negosiasi tersebut, Dirjen Gakkum juga terus berkoordinasi dengan Menteri LHK.

14. Demi keselamatan tim KLHK yang disandera, plang akhirnya disepakati untuk dicabut, akan tetapi tim KLHK meminta yang melakukan pencabutan adalah pihak penyandera. Pencabutan plang dilakukan oleh pihak penyandera. Begitu juga dengan foto-foto yang disimpan di dalam kamera digital, semua dihapus dengan disaksikan para penyandera.

Namun data foto dalam kamera drone berhasil diselamatkan. Dari kamera drone inilah, bukti foto dan video luasan lahan yang terbakar, termasuk rumah pekerja (diklaim sebagai masyarakat) yang terbakar, berhasil didapatkan.

15. Selama proses negosiasi, tim KLHK yang disandera, diinterogasi dan mendapatkan berbagai intimidasi. Massa yang jumlahnya semakin banyak (lebih dari 100 orang) juga mengeluarkan ancaman. Tim KLHK diancam akan dipukuli, dilempar ke sungai, dibunuh dengan cara dibakar dan ancaman lain.

Jumlah massa terlihat dimobilisasi karena adanya pergerakan kendaraan yang membawa massa.

Tim KLHK (Polhut) juga terus diprovokasi untuk menggunakan senjata. Atas perintah Menteri LHK yang terus berkoordinasi via telephone dengan Dirjen Gakkum, meminta tim tetap tenang, sabar dan tak terprovokasi dengan menggeluarkan senjata.

Dirjen Gakkum atas arahan menteri juga berkoordinasi dengan Danrem sebagai Komandan Satgas Karhutla dan Kasrem.

16. Setelah tuntutan penghapusan foto, video dan pencabutan plang KLHK dipenuhi, negosiasi awalnya berakhir damai setelah turun pemuka kampung atau ninik mamak. Sekitar pukul 18.00, tim KLHK sebenarnya sudah sempat bersalaman dengan para ninik mamak untuk berpamitan. Namun begitu hendak keluar, mereka kembali dihadang.

Gerombolan massa mengancam akan membebaskan tujuh orang tim KLHK, jika Menteri LHK Siti Nurbaya bisa hadir langsung di lokasi. Hingga saat ini masih didalami motif dan muatan apa hingga penyandera meminta menghadirkan Menteri LHK.

17. Situasi kembali memanas, tim KLHK kembali disandera gerombolan massa. Berbagai upaya negosiasi tetap gagal dilakukan. Sekitar pukul 24.00 WIB, Kapolres dan timnya akhirnya tiba di lokasi kejadian.

18. Setelah proses negosiasi lanjutan hingga pukul 2.30 dinihari (Sabtu 3/9/16) disepakati tujuh tim KLHK dibebaskan namun kendaraan berupa dua unit mobil berikut barang-barang, harus ditinggal di lokasi. Tim KLHK kemudian beristirahat di kantor Polsek.

19. Tim KLHK akhirnya dievakuasi menggunakan truk Dalmas dengan pengawalan aparat kepolisian.

20. Sabtu (3/9/16) Menteri LHK melakukan koordinasi dengan Kapolda Riau.

Pada pukul 10.00, Ketua Tim KLHK bersama dengan Kapolres kembali bertemu dengan penyandera untuk mengambil barang-barang dan dua unit mobil yang masih tertahan. Setelah melakukan pembicaraan cukup panjang, akhirnya mobil dan barang yang masih ditahan oleh penyandera dapat dilepaskan.

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,