Akhirnya Gadis Liku Kembali ke Alam Liar…

Masih ingat harimau Sumatera betina tangkapan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di Kampung Sei Liku Atas, Kenagarian Sei Liku, Kecamatan Ranah Pesisir, Pesisir Selatan, Juni lalu?

Harimau ini diberi nama Gadis Liku. Kini, Gadis kembali ke habitat di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) akhir Agustus lalu. Dia dilepasliarkan setelah perawatan dan observasi selama dua bulan di Taman Marga Satwa dan Kinantan (TMSBK) Bukittinggi.

Proses translokasi ke TNKS dipimpin Kepala Balai KSDA Sumatera Barat,  Margo Utomo dibantu Zoological Society of London (ZSL) Fauna Flora International, dan Project Perlindungan Harimau Sumatera Universitas Andalas. Lalu, Yayasan Arsari Djoyohadikusumo (YAD), LSM Institute Conservation Society (ICS), serta tim TMSBK Bukittinggi dan Balai Besar TN Kerinci Seblat.

Pemindahan berlangsung malam hari. Sebelum pemindahan ke kandang transit, lalu dibawa ke TNKS, tim medis BKSDA mengecek kesehatan dulu.

Dokter hewan Idham Fahmi ikut saat evakuasi harimau dari lokasi konflik ke TMSBK Bukittinggi mengatakan Gadis Liku sehat dan normal, begitupun saat pertama dititipkan di TMSBK.

Untuk memastikan, harimau tak mengidap penyakit, sebelum dilepasliarkan dilakukan general chekup pada 9 Agustus 2016,  melibatkan tim medis TMSBK dan ZSL.

Pemeriksaan laboratorium sampel darah di klinik hewan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumbar, barulah pada 15 Agustus 2016 keluar hasil pemeriksaan menunjukkan harimau sehat dan normal.

Guna memantau pergerakan di habitat alami, ZSL memasang GPS collar pada leher harimau.

Makan ternak warga

Gadis Liku ditangkap petugas BKSDA karena mendapat laporan warga, ada harimau memangsa sapi di Jorong Sungai Liku, Nagari Sungai Liku, Ranah Pesisir,  Pesisir Selatan. Warga pernah bertemu harimau di perkebunan sawit.

Sebagai penanganan awal, dilakukan penghalauan oleh BKSDA menggunakan bunyi-bunyian meriam karbit. Setelah beberapa waktu penghalauan, belum menunjukkan hasil, harimau masih berkeliaran di perkebunan.

Untuk meminimalisir risiko konflik, BKSDA memutuskan menangkap harimau untuk translokasi ke habitat lain. Barulah, 11 Juni 2016, harimau masuk perangkap BKSDA.

Harimau betina usia sekitar lima tahun ini, kali kedua setelah Mei lalu, harimau jantan, Bujang Mandeh, terkena jerat masyarakat di Taratak, Kenagarian Mandeh, Koto XI Tarusan.

Saat ini Bujang hanya bisa menetap di TMSBK Bukittinggi karena salah satu kaki diamputasi.

 

Harimau jantan yang terperangkap, Mei 2016, dan kaki harus amputasi. Foto: Vinolia
Harimau berita, Gadis Liku, kala evakuasi, Mei Juni 2016. Foto: Vinolia

WWF: Sumbar tiga besar konflik harimau

Sunarto dari WWF mengatakan,  secara umum sejak 70-an, Sumbar selalu mencatat insiden konflik paling tinggi diantara provinsi lain di Sumatera. Sumbar,  selalu masuk tiga besar (Sumbar, Riau, Aceh).

Dia mengatakan, harimau keluar huta bisa karena berbagai penyebab, seperti kesediaan pakan dan alih fungsi hutan.

Kalau harimau, katanya, umur baru lima tahun biasa harimau menyebar keluar teritori.

Kemunculan Gadis Liku, katanya, penyebab harus dicari tahu. “Kalau ternyata ada perubahan habitat harus dievaluasi apakah memungkinkan dibuka sawit, apakah legal proses Amdal, izin apakah sudah ada atau belum, apakah itu menyalahi aturan,” katanya.

Jika harus ditutup, seharusnya orang tak boleh tinggi di situ. Kala kampung sudah lama (legal),  kebun sawit sudah lama, harimau yang datang, barulah cari solusi seperti pemagaran.

Selain itu, katanya, harus sosialisasikan pemahaman dan persiapan masyarakat lebih bagus, kala harimau muncul.

“Harus diapakan? Tak serta merta harus ditangkap, apalagi kalau itu berbatasan langsung dengan TNKS, berarti ini daerah perlu dijaga untuk menjaga keterhubungan populasi harimau di Kerinci dengan tempat lain.”

Untuk harimau di TMSBK Bukittinggi, Sunarto, menekankan perhatian kesejahteraan mereka.

“Harimau sehat, sebisa mungkin rilis.”

 

Sosialisasi kurangi konflik  

Teguh Sri Yanto, Kabag Sub Tata Usaha BKSDA Sumbar mengatakan, sejak 2016 terjadi peningkatan konflik harimau di Sumbar. Meski begitu dia belum bisa menyimpulkan penyebabnya.

“Penyebab pasti kami belum tau, mengingat beberapa tahun belakangan praktis hampir tak ada terjadi konflik harimau, terakhir 2009-2010.”

Dugaan awal, beberapa faktor penyebab harimau keluar, seperti ketersediaan mangsa dan habitat.

“Saya kira, TNKS tempat harimau Gadis liku itu masih bagus.”

Teguh mengklaim sejauh ini tak mendengar ada pembukaan sawit di TNKS. Jelajah harimau memang tak terbatasi wilayah administrasi.

Untuk meminimalisir konflik, BKSDA sudah sosialisasi tentang satwa liar, konflik satwa, dan bagaimana penanganan termasuk kalau muncul harimau

“Apa saja yang bisa dilakukan masyarakat, harus kemana melapor. Ini untuk meminimalkan risiko korban baik masyarakat maupun satwa.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,