Jelang PON,  Primata Surili Kembali Berpetualang di Cagar Alam Situ Patengan

Kali ini ada yang berbeda pada  rangkain agenda perhelatan akbar Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX/2016 di Jawa Barat. Selain mengusung surili (Presbytis comata) sebagai maskot PON, sepasang primata endemik  Jabar tersebut juga dilepasliarkan di kawasan hutan Cagar Alam (CA) Patengan, Situ Patengan, Rancabali, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Rabu (07/09/2016).

Dengan jargon juara di tanah legenda, primata yang diberi nama Lala dan Lulu ini dilepasliarkan Panitia Besar Pekan Olahraga Nasional (PB PON) XIX yang bekerja sama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jabar, dan Pusat Konservasi Primata The Aspinall Foundation.

Gubernur Jabar Ahmad Heryawan yang juga Ketua Umum PB PON, mengatakan PON kali bukan semata memajuan olahraga nasional, melainkan juga sebagai membawa nilai budaya sekaligus upaya pelestarian alam.

Aher sapaan akrab gubernur berharap agenda pelepasliaran bisa membangkitkan kesadaran, rasa memiliki, kepedulian dan kecintaan terhadap budaya dan kekayaan sumber daya alam salah satunya upaya menyelamatkan satwa dari kepunahan.

“Surili dijadikan maskot sebagai ikhtiar kita menjaganya dari kepunahan. Surili dilindungi dan dilarang diperdagangkan dengan alasan apapun apalagi diburu,” imbuhnya.

Sebagai maskot, tambah Aher, surili memakai iket alias pengikat kepala khas Sunda yang mencerminkan nilai leluhur, tradisi dan karakter masyarakat Jabar, yakni cageur, bageur, bener dan pinter.

300 Ekor Di Hutan Konservasi

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jabar-Banten Sylvana Ratina mengatakan, saat ini, jumlah surili di hutan konservasi yang menjadi kewenangan BBKSDA terdapat hampir mendekati 300 ekor. Di CA Situ Pantengan sendiri terdapat 40 ekor lebih yang terdiri dari 6 kelompok.

Sepasang surili bernama Lala dan Lulu yang masing-masing berumur 3 dan 4 tahun keluar dari kandang habituasi di kawasan Situ Patenggang, Rancabali, Kabupaten Bandung, Rabu (07/09/2016). Kedua surili tersebut merupakan hasil briding dari indukan lokal dengan surili di Inggris. Foto: Donny Iqbal
Sepasang surili bernama Lala dan Lulu yang masing-masing berumur 3 dan 4 tahun keluar dari kandang habituasi di kawasan Situ Patengan, Rancabali, Kabupaten Bandung, Rabu (07/09/2016). Kedua surili tersebut merupakan hasil briding dari indukan lokal dengan surili di Inggris. Foto: Donny Iqbal

Biasanya, katanya, satu kelompok terdiri dari 3 sampai 8 individu. Jumlah tersebut terbagi ke beberapa kawasan hutan di Jabar. Di antaranya, Cagar Alam Gede-Pangrango, Situ Patengan, Gunung Simpang, Gunung Tilu, Gunung Burangrang, Gunung Sancang, Kamojang Situ dan Suaka Margasatwa Gunung Syawal.

“Di Aspinall, surili ada 4 yang harus dilepasliarkan. Sekarang ada primata yang juga dihabituasi (proses mengembalikan sifat liar satwa) seperti owa jawa, lutung jawa dan surili 7 ekor,” ujar dia.

Primata Jawa

Kepala Pusat Konservasi Primata The Aspinall Poundation, Sigit Ibrahim menjelaskan sepasang surili yang dilepasliarkan tersebut berumur 3 dan 4 tahun. Keduanya merupakan hasil pengembangbiakan dari indukan lokal dengan surili yang ada di Inggris.

“Mereka didatangkan November tahun lalu. kondisi saat dilepasliarkan bagus dan kesehatannya pun baik, tidak ada virus. Kita periksanya di laboratorium Parahita dan Pusat Studi Satwa Primata di Bogor,” kata Sigit saat ditemui Mongabay seusai acara pelepasliaran.

Surili (Prebytis comate) yang ada di di kawasan Hutan Cagar Alam Gunung Tilu, Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Foto : Donny Iqbal
Surili (Prebytis comate) yang ada di di kawasan Hutan Cagar Alam Gunung Tilu, Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Foto : Donny Iqbal

Sigit memaparkan di alam liar, primata ini memiliki komposisi makanan yang variatif dalam bertahan hidup. Misalnya saja ketika sakit perut mereka akan makan tumbuhan rasamala, kemudian besoknya ke jenis tumbuhan lain dan seminggu berikutnya mereka akan kembali lagi makan rasamala

Surili juga merupakan primata yang sifatnya  arboreal (hidup di atas pohon) sama  seperti owa dan lutung jawa. Dalam sebuah kawasan, primata ini akan berbagi wilayah serta komposisi makanan dengan primata lainya. Apabila mereka berada pada satu pohon yang sama, surili akan memakan pucuk, lutung jawa mengkonsumsi dedaunan tua dan owa mengambil buah.

Dia menuturkan masing–masing koloni primata dari spesies berbeda memiliki satu jantan dominan. Diantara ketiga primata tersebut, lanjut Sigit, jarang terjadi pertikaian. Adapun perkelahian hanya dalam sebuah kelompok saja, itu pun biasanya karena berebut betina atau kawasan.

Dia menambahkan, sebetulnya surili lebih tenang dan sedikit mengalah dari primata lainya seperti lutung jawa yang dominan karena koloninya mencapai belasan. “Ketiga koloni ini cenderung hidup berdampingan biasanya lebih teratur dalam membagi kawasan. Justru yang mengacau dari jenis lain adalah monyet ekor panjang,” ujar pria berambut gondrong tersebut.

Kondisi ketiga primata ini sama status konservasinya masuk dalam keterancaman. Karena memang kondisi hutan di Jabar semakin berkurang dari tahun ke tahun. Dia mengungkapkan kondisi hutan yang dulunya terkoneksi, sekarang di beberapa wilayah hutannya menjadi terfragmentasi oleh penebangan liar atau perluasan perkebunan.

Situ Patenggang, Rancabali, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, merupakan salah satu kawasan konservasi primata, seperti lutung, owa jawa dan surili. Foto: Donny Iqbal
Situ Patengan, Rancabali, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, merupakan salah satu kawasan konservasi primata, seperti lutung, owa jawa dan surili. Foto: Donny Iqbal

“Sebetulnya yang menjadi ancaman adalah kondisi demikian itu (kondisi hutan yang rusak). Atau bisa saja ketika disana sudah banyak kelompok atau terpisah dari kelompoknya, mau tak mau mereka harus turun dan lari mencari kawasan baru untuk bertahan hidup. Nah kondisi ini sebetulnya yang menjadi ancaman bagi mereka. Apesnya bisa oleh diburu manusia atau predator,” papar Sigit.

Dia mengatakan pihaknya akan terus memonitor perkembangan suruli dan rencananya akan melibatkan warga juga untuk pemantauan. Agenda selanjutnya, dalam waktu dekat ada 4 ekor surili yang akan dilepasliarkan kembali.

Situ Patengan menjadi tempat pelepasliaran yang cukup ideal bagi surili karena berada  1600 diatas meter permukaan laut. Panorama alam yang sejuk serta kelebatan hutan yang cukup luas sekitar 85 hektare. Disini masyarakat bisa menikmati keindahan alam sambil bersantai, sekaligus menjaga primata maskot PON tersebut agar tetap lestari.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,