Pesona Si Imut Delilah di Way Kambas, Siapa Dia?

Delilah, siapakah gerangan? Dia adalah badak betina yang lahir 12 Mei 2016 pukul 05.40 WIB di Suaka Rhino Sumatera (Sumatran Rhino Sanctuary, SRS), Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Ia merupakan anak kedua dari pasangan Ratu (15 tahun) dan Andalas (15 tahun), yang empat tahun sebelumnya telah melahirkan badak berkelamin jantan, Andatu, 23 Juni 2012.

Ratu, sang induk, merupakan badak betina yang menjadi penghuni SRS pada 2005. Di tahun itu, Ratu yang umurnya diperkirakan lima tahun, masuk ke Desa Labuhan Ratu, September 2005. Desa ini letaknya hanya dua kilometer dari Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Sementara Andalas, merupakan badak sumatera yang lahir di Kebun Binatang Cincinnati, Amerika Serikat (2001). Ia dipulangkan ke Indonesia tahun 2007 lalu.

Ratu dan Delilah di kubangan lumpur. Perkembangan Delilah terus dipantau 24 jam oleh penjaga badak dan tim dokter yang ada di SRS. Foto: Rhett Butler
Ratu dan Delilah di kubangan lumpur. Perkembangan Delilah terus dipantau 24 jam oleh penjaganya dan tim dokter yang ada di SRS. Foto: Rhett Butler

Delilah bukanlah sembarang nama. Adalah Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, yang memberikan nama tersebut yang disampaikan oleh Tachrir Fathoni, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Tepatnya saat peresmian Taman Nasional Way Kambas(TNWK) sebagai Asean Heritage Park (AHP) ke-36 pada 27 Juli 2016. TNWK ditetapkan sebagai Tanam Nasional Warisan Asia Tenggara karena memiliki keragaman hayati yang tinggi; ada tapir, beruang, gajah, badak, dan harimau sumatera di sana.

Bagaimana kabar Delilah? Diumurnya yang ke-133 hari, beratnya sudah mencapai 178 kilogram. Pertumbuhannya yang baik, membuat Delilah imut ini diharapkan akan menghasilkan keturunan badak yang sehat pula di masa mendatang. “Kondisi fisik secara umum sehat, tidak ada gangguan. Darahnya juga normal, sebagaimana badak lainnya,” tutur drh. Zulfi Arsan, Dokter Hewan Suaka Rhino Sumatera, kepada Mongabay, Kamis (22/09/2016).

Menurut Zulfi, berdasarkan pengalamannya bersama tim dokter, saat menangani Andatu, hingga umur tiga tahun, anak badak akan tetap diasuh induknya. Namun, kondisi yang berbeda akan terjadi terhadap anak badak yang lahir di kebun binatang. Prosesnya lebih cepat, sekitar umur 1,5 tahun, sudah lepas dari sang induk.

Ratu dan Delilah terus diperhatikan oleh keeper (penjaga badak) dan tim dokter SRS, 24 jam penuh. Ini dilakukan guna memantau perkembangan hariannya yang tentu saja menjaganya. Sedangkan perlakuan pemeliharaan lainnya dilakukan sebagaimana badak lainnya, ada pemberian pakan dan pemerliharaan kesehatan.

“Jika dibadingkan Andatu, perkembangan Delilah secara umum hampir sama. Hanya saja, saat mengasuh Andatu, Ratu sangat protektif sementara terhadap Delilah tampak percaya diri. Ini terlihat dari sedikit perbedaan karakter pada keduanya. Andatu cenderung aktif alias  banyak gerak, sedangkan Delilah bertipikal santai,” papar Zulfi.

Delilah, saat awal kelahirannya. Delilah merupakan bayi kedua dari pasangan Ratu dan Andalas. Sebelumnya ada Andatu yang lahir di SRS, 2012 lalu. Foto: Stephen Belcher/Canon/IRF/YABI
Delilah di awal kelahirannya. Foto: Stephen Belcher/Canon/IRF/YABI

Widodo S. Ramono, Direktur Eksekutif Yayasan Badak Indonesia (YABI), mengatakan Delilah merupakan satu dari tujuh individu badak sumatera yang ada di SRS. Ada Ratu, Andalas, Rosa, Bina, Harapan, Andatu, dan Delilah. “Kelahiran Delilah ini, dan Andatu kakaknya, menunjukkan kepada dunia luas, bahwa kita mampu meningkatkan polulasi badak sumatera yang statusnya saat ini Kritis (Critically Endangered/CR),” ujarnya.

Terkait nama yang disematkan Presiden tersebut, Ramono menuturkan bahwa tidak tahu pasti mengapa nama Delilah yang dipilih. Ada tiga penafsiran terkait hal itu. Pertama, Delilah adalah kekasihnya manusia kuat, Samson, yang terkenal dalam cerita. Kedua, Di’l Allah yang merupakan Bahasa Arab berarti anugrah dari Allah. Ketiga, dalam Bahasa Jawa ada juga tafsiran “Ndelalah kersaning Allah” yang artinya keajaiban atas karunia Allah. “Jelasnya, ya harus tanya Presiden langsung.”

Kelahiran Delilah pastinya, bukan kebetulan atau tiba-tiba. Tetapi usaha keras kita semua guna melindungi dan meningkatkan populasi badak sumatera. Jumlah badak sumatera yang keseluruhan saat ini diperkirakan sekitar 100 individu menunjukkan ada peningkatan angka dua persen, untuk kelahiran Delilah dan Andatu. “Di alam memang ada juga badak sumatera yang lahir, tapi apakah kita bisa memastikannya? Mengingat, populasi badak sumatera yang ada saat ini terbatas dan berada di kantong-kantong yang terisolasi satu dengan lainnya,” papar Widodo.

Delilah dan Ratu, sang induk, di SRS. Foto: YABI
Delilah dan Ratu, sang induk. Saat ini, ada tujuh individu badak di SRS. Foto: Bachran/YABI

Harapan

Haerudin R. Sudjudin, pakar badak Indonesia sekaligus Program Manajer Yayasan Badak Indonesia menjelaskan, badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) telah hidup di muka bumi sejak 20 juta tahun silam dan merupakan badak terkecil yang ada saat ini. Pemberian nama Dicerorhinus sumatrensis oleh Fischer pada 1814 dianggap paling tepat, yang hingga kini tetap dipertahankan meskipun pernah juga diberikan nama berbeda seperti Ceratorhinus sumatrensis (sumatranus) maupun Rhinoceros lasioti.

Badak bercula dua ini tingginya hanya sekitar 120 cm-135 cm dengan panjang tubuh 240-270 cm. Beratnya, rata-rata sekitar 900-an kilogram. Bandingkan dengan badak jawa yang ukuran tingginya 128 – 155 cm dan panjang badan dari ujung moncong hingga ujung ekor sekitar 251 – 392 cm. Sementara beratnya mencapai 1.600 – 2.280 kilogram.

Ciri-ciri utamanya adalah berambut, bercula dua, dan merupakan badak paling primitif. Dahulu, persebarannya ada di Asia Tenggara. Namun kini, populasinya menurun drastis dan diperkirakan hanya tersisa 100 individu. “Satu individu badak betina sumatera saat ini sangat berharga untuk menambah jumlah yang ada sekarang.”

Delilah yang memberi harapan bagi pertambahan populasi badak sumatera. Foto: Bachran/YABI
Delilah yang memberi harapan bagi pertambahan populasi badak sumatera. Foto: Bachran/YABI

Bila dilihat dinamika populasi badak sumatera, hingga tahun 1986 jumlahnya diperkirakan masih ada 145 – 200 individu. Namun, pada 1986 – 2007, populasinya menurun hingga 82 persen bahkan delapan kantong populasi badak yang ada di Sumatera tidak aja jejaknya sama sekali.

Secara umum, perburuan (poaching) merupakan ancaman utama kehidupan badak. Habitat yang terdegradasi turut mempersempit hidup badak sumatera. Adanya tanaman invasif seperti gelam di TNWK dan mantangan (Meremia peltata) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan turut menekan pertumbuhan pakan badak di habitatnya. “Kondisi badak sumatera saat ini, terpencar dalam populasi kecil dan soliter di alam. Sehingga, terjadinya perkawinan di alam sangat rendah.”

Menurut Haerudin, hal yang harus dilakukan agar badak sumatera tetap terjaga adalah harus ada kelengkapan informasi persebaran dan habitatnya. Populasi yang kecil tentunya akan membawa kemungkinan kepunahan yang lebih besar, disebabkan tidak adanya pertambahan jumlah individu. “Pemulihan populasi yang terukur sangat diperlukan agar denyut kehidupan badak sumatera selalu berdetak,” jelasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,