Tangis Sedih Fatimah Melepas Bayi Unyuk Belajar Liar

Perempuan bertudung merah muda itu berulang kali mengusap air mata. Kepalanya lebih banyak tertunduk. Sesekali dia menyeka wajahnya, seraya melihat lelaki yang tengah disorot kamera. Muhammad Djaprie DA (45) adalah suami Fatimah, perempuan bertudung merah muda tadi. Di hadapan awak media, Djaprie menyatakan akan menyerahkan satu individu bayi orangutan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat.

“Saya dapat dari daerah Serimbu, Kuala Behe, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, pada Februari 2016. Saat itu, saya tengah mengerjakan proyek pembangunan tower di perusahaan perkebunan PT. Djarum,” kata Djaprie, Rabu, 21 September. Unyuk, demikian individu orangutan (Pongo pygmeus) tersebut mereka namai. Sebelum diserahkan ke petugas BKSDA Kalbar, Unyuk mengenakan popok bayi, serta baju kaos bergaris putih-biru.

Walau disoroti kamera, Unyuk tampak nyaman dipangkuan Djaprie. Sesekali dia menengadah, memerhatikan Djaprie yang tengah berbicara. Tak jarang, Unyuk juga merebahkan kepalanya di dada Djaprie, atau mengalungkan lengannya di leher Djaprie. Di keluarga Djaprie, Unyuk diperlakukan selayaknya adik Anisa, anak perempuan mereka.

Di Jalan Husein Hamzah, Pontianak, mereka tinggal. Selama tujuh bulan hidup bersama Unyuk, Fatimah sangat hafal kebiasaannya. Unyuk kerap menemani Fatimah memasak di dapur. “Pagi-pagi dia sudah bangun dan minta susu. Dia suka memainkan bawang, kalau saya sedang masak,” katanya. Fatimah tak bisa membendung air matanya. Sesaat sebelum diserahkan, Unyuk berulang kali dikecupnya.

Unyuk yang diserakan ke BKSDA Kalbar untuk selanjutnya dirawat di YIARI, Ketapang. Foto: BKSDA Kalbar
Unyuk yang diserakan ke BKSDA Kalbar untuk selanjutnya dirawat di YIARI, Ketapang. Foto: BKSDA Kalbar

Djaprie mengisahkan, pertama kali melihat Unyuk diperlihara warga di sekitar perkebunan PT Djarum di Serimbu. Dia lantas mengutarakan niat mengadopsi bayi orangutan tersebut. Tetapi, niatnya ditolak. Namun, dua hari kemudian warga tersebut mendatangi Djaprie dengan membawa Unyuk. “Kata orang itu, istrinya sering marah, karena dia lebih suka membelikan Unyuk susu daripada anaknya sendiri. Jadi dia serahkan kepada saya,” tuturnya.

Usai menyelesaikan proyeknya  di Serimbu, Djaprie membawa Unyuk dengan mobil pick up. Dia ingat, saat itu Unyuk belum bisa jalan. Namun, Unyuk cepat akrab dengan anak dan istrinya. Djaprie memberi Unyuk susu yang dicampur biskuit. Sesekali diberi buah, mangga adalah kesukaannya.

Unyuk dibiarkan bebas di rumah. Tidur pun ikut di kamar. “Dia tidak mau tidur sebelum saya usap-usap,” kata Djaprie, yang mengaku iklas menyerahkan Unyuk. Sebelumnya, dia merasa kasian jika Unyuk diserahkan kepada yang berwenang. Dia bahkan menduga, Unyuk bisa diperjualbelikan oleh oknum. Tetapi dia menyadari, tempat paling baik untuk Unyuk adalah hutan.

Sehari kemudian, Tim Gugus Tugas Penyelamatan Tumbuhan-Satwa Lindung, mengevakuasi Unyuk dari kediaman Djaprie. “Setelah diperiksa, Unyuk dalam kondisi sehat. Usianya, diperkirakan sembilan bulan dan berjenis kelamin perempuan,” tukas Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Kalimantan Barat, Sustyo Iriyono. Untuk selanjutnya, BKSDA akan mengirimkan Unyuk untuk dititiprawatkan dan direhabilitasi di Yayasan International Animal Rescue Indonesia di Kabupaten Ketapang.

Sustyo menyatakan rasa terima kasih kepada Djaprie, yang telah menyerahkan satwa lindung peliharaannya sukarela. Terlepas dari itu, Sustyo ingin menekankan kembali bahwa memelihara satwa dilindungi dapat dikenai sanksi pidana.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 Pasal 21 disebutkan, siapa saja yang memelihara, memburu, memperjualbelikan dan menyelundupkan orangutan, owa-owa, kukang, beruang dan satwa liar dilindungi lainnya, akan dikenakan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp100 juta.

BKSDA terus berupaya melakukan penyadartahuan kepada masyarakat. Upaya ini, sedikit banyak membuahkan hasil. Banyak warga yang sukarela menyerahkan satwa peliharaannya.

Selain sanksi pidana yang menjadi ancaman ke pemelihara orangutan, sang pemelihara juga terancam tertular beberapa penyakit. Penularan dapat terjadi, karena susunan DNA orangutan hampir sama dengan manusia. Orang yang memelihara orangutan dapat terjangkit penyakit yang sama dengan peliharaannya. Penyakit tersebut antara lain; TBC, hepatitis A, B dan C, herpes, tifus, malaria, diare, influenza dan lainnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,