Sidang Gugatan RTRW Aceh, Mendagri Tidak Mampu Hadirkan Saksi Ahli

Sidang gugatan masyarakat Aceh yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GeRAM) terhadap Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (4/10/2016).

Sidang gugatan terhadap Mendagri, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Gubernur Aceh, karena tidak memasukkan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dalam RTRW Aceh itu, mengagendakan mendengar keterangan saksi ahli dari Mendagri.

“Namun, kuasa hukum Mendagri (Menteri Dalam Negeri) tidak mampu menghadirkan saksi ahli meski telah diberi dua kali kesempatan,” tutur Koordinator Tim Kuasa Hukum GeRAM Nurul Ikhsan.

(Baca: Ahli: Kawasan Ekosistem Leuser Tidak Boleh Hilang dari RTRW Aceh)

Ikhsan mengatakan, pada persidangan 13 September 2016, Mendagri melalui kuasa hukumnya meminta majelis hakim memberikan kesempatan untuk menghadirkan saksi ahli. Namun, pada 27 September, persidangan terpaksa ditunda karena Mendagri belum mampu menghadirkan saksi.

“Sidang dilanjutkan 4 Oktober 2016 dan lagi-lagi Mendagri tidak mampu menghadirkan saksi ahli. Persidangan selanjutnya, majelis hakim mengagendakan mendengar keterangan saksi ahli dari DPR.”

Menanam pohon di arela hutan yang rusak demi terjaganya hutan Aceh yang rusak akibat perambahan untuk perkebunan juga pembalakan liar. Foto: Danurfan/Global March for Elephants and Rhino Aceh 2016
Menanam pohon di arela hutan yang rusak demi terjaganya hutan Aceh yang rusak akibat perambahan untuk perkebunan juga pembalakan liar. Foto: Danurfan/Global March for Elephants and Rhino Aceh 2016 di pedalaman Aceh Timur

Menurut Ikhsan, sejumlah warga Aceh yang tergabung dalam GeRAM menggugat Mendagri, Gubernur Aceh, dan Ketua DPR Aceh, terkait tidak masuknya nomenklatur Kawasan Ekosistem Leuser dalam Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh.

“Gugatan klien kami bukan materi. Tapi, tuntutan agar tergugat mengakomodir kawasan strategis seperti Kawasan Ekosistem Leuser dimasukkan dalam RTRW Aceh.”

Seharusnya, Mendagri membatalkan Qanun RTRW Aceh. Tapi tidak dilakukan, ada kesan membiarkan qanun tersebut disahkan menjadi peraturan daerah. “Inti gugatan adalah Mendagri, Gubernur Aceh, dan DPR Aceh selaku penyelenggara negara tidak mematuhi hukum dan amanah undang-undang terkait penataan ruang dan wilayah Aceh,” kata Ikhsan.

Hutan yang terjaga akan memberikan manfaat luar biasa bagi kehidupan manusia. Foto: Danurfan/Global March for Elephants and Rhino Aceh 2016
Hutan yang terjaga akan memberikan manfaat luar biasa bagi kehidupan manusia. Foto: Danurfan/Global March for Elephants and Rhino Aceh 2016 di pedalaman Aceh Timur

Penting

Efendi Isma, salah seorang penggugat, mengatakan Mendagri tidak mampu menghadirkan saksi ahli membuktikan bahwa gugatan GeRAM sangat kuat. Gugatan yang ia lakukan bersama sejumlah masyarakat Aceh, bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk menyelamatkan hutan dan masyarakat dari bencana.

“Kita bisa lihat, KEL terus hancur akibat berbagai kegiatan merusak seperti perambahan untuk perkebunan maupun pembalakan liar. Kalau KEL hancur, masyarakat yang menerima dampaknya.”

Terkait kondisi KEL terkini, Geographic Information System (GIS) Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), Agung Dwi Nurcahya, sebelumnya menjelaskan, terhitung Januari – Juni 2016, areal KEL yang rusak tidak main-main. Menurutnya, Januari 2016, luas hutan KEL tersisa 1.820.726 hektare. Namun, pada Juni, menjadi 1.816.629 hektare. “Dalam enam bulan, 4.097 hektare hilang, berdasarkan pantauan citra satelit.”

Hutan KEL yang paling banyak hilang berada di Kabupaten Aceh Timur. Dari luasan 236.874 hektare menjadi 235.004 hektare. Lalu Kabupaten Gayo Lues, dari 402.684 hektare menjadi 402.279 hektare, atau berkurang 405 hektare. Sementara di Aceh Selatan berkurang hingga 378 hektare.

Agung mengatakan, HAkA juga menemukan 187 titik api yang muncul di sejumlah tempat di Aceh termasuk di kawasan KEL, Januari hingga Juni. “Jumlah paling banyak di Aceh Timur (56 titik), Gayo Lues (31 titik), serta Aceh Selatan (30 titik). Sementara di tujuh kabupaten lain, jumlah titik api ditemukan hingga 21 titik.”

Periode Januari – Juni 2016, hutan di KEL berkurang 4.097 hektare. Sumber: HAkA
Periode Januari – Juni 2016, hutan di KEL berkurang 4.097 hektare. Sumber: HAkA
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,