Pemerintah menargetkan alokasi hutan kelola rakyat 16% dari luas kawasan hutan hingga memperluas akses dan mengurangi ketimpangan penguasaan lahan dengan perusahaan skala besar. Kala kunjungan ke Kalimantan Tengah, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, meminta, Gubernur Kalteng, mengembangkan hutan kelola rakyat ini.
Kini, dari luas hutan di Indonesia, sekitar 120 juta hektar, baru 0,8% dikelola masyarakat, 27% perusahaan. Target dalam RPJM, perhutanan sosial 12,7 juta hektar dan reforma agraria 4,5 juta hektar atau sekitar 16%.
Presiden Joko Widodo, katanya, menyatakan, kalau pengusaha bisa kaya dari sumber daya alam, warga juga bisa merasakan serupa, sejahtera dari bisnis rakyat.
“Kita minta Gubernur Kalteng membuat banyak koperasi hutan tanaman rakyat. Bikin korporat rakyat dari koperasi itu. Jadi kalau satu koperasi bisa mengelola 3.000-4.000 hektar, kan besar. Jangan hanya satu koperasi, misal, enam atau tujuh,” katanya kala ke hutan Jumpun Pambelon di Palangkaraya, Sabtu (8/10/16).
Melihat bentang alam dan geomorfologi Kalteng, katanya, bagus bagi pengembangan hutan tanaman rakyat. Dia meminta, Gubernur mencari dukungan membuat industri kayu rakyat atau kayu olahan hingga bisa menggerakkan ekonomi masyarakat. Gagasan ini, katanya, bisa terealisasi dalam jangka pendek.
“Gak harus menunggu lama. Kita ingin ada bisnis bagus buat rakyat. Nanti akan training korporat untuk rakyat. Saatnya menata diri sendiri,” ujar dia.
Pemerintah, katanya, wajib memfasilitasi. Tugas kepemimpinan kolektif eksekutif, memberikan akses dan kesejahteraan rakyat serta menghormati warga negara selain keteraturan dan stabilitas.
Dia ingin menghubungkan, industri perhutanan rakyat baik berbentuk hutan desa, hutan adat dan lain-lain di Kalteng dengan di Jawa Timur. Pengelolaan hutan rakyat Jatim, sudah bagus hingga bisa jadi acuan.
“Pengelolaan hutan rakyat Jatim, sudah jagoan. Kita bisa belajar. Saya rasa nanti bisa kembangkan bersama-sama,” katanya.
Minat tanaman buah
Siti mengatakan, terjadi perubahan kebutuhan masyarakat dalam mengelola hutan. Dulu, masyarakat kelola hutan menginginkan 70% tanaman kayu dan 30% buah-buahan. Sekarang, justru sebaliknya.
“Mereka minta dibalik. Aturan kita harus cocok-cocokkan juga. Banyak hal sekarang kita sedang kumpulkan dari lapangan. Itu kita persiapkan. Ke depan, bibit-bibit juga banyak buah-buahan. Konsepnya, kalau masuk hutan atau dikelola hutan desa, bibit di kita. Kalau tanah masyarakat, nanti kita kombinasikan dengan yang disiapkan Kementan,” katanya.
Dia berharap, dalam pengembangan hutan rakyat ini sekaligus menguntungkan bagi petani bibit hingga bisa memperkuat daya saing petani dan kebun bibit.
Tak hanya soal bibit, dukungan pembinaan terhadap warga, katanya, juga jadi bahasan termasuk dukungan finansial.
“Kalau setelah dikasih izin langsung dilepas begitu saja, pasti setengah mati. Jangankan rakyat, dunia usaha saja pakai kredit kok. Ini sudah dibahas. Bahkan Pak Presiden juga memikirkan, kalau bisnis bagus, mendapatkan dukungan finansial, kenapa rakyat nggak? Kan sama-sama ada izin?”
Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead mengatakan, dalam kegiatan restorasi gambut selain pembasahan dan penanaman kembali, juga terkait peningkatan ekonomi masyarakat sekitar.
Program kerja BRG, katanya, juga membantu masyarakat mengelola lahan gambut menjadi unit bisnis. “Apakah bentuk koperasi atau mengkorporatkan koperasi hingga layak mendapatkan akses keuangan perbankan?” katanya.
Dia dan Wapres Jusuf Kalla, bulan lalu ke sidang umum PBB di New York dan menyempatkan bertemu kelompok investor. Mereka memberikan pencerahan kerja restorasi gambut di Indonesia sebagai peluang bagi investor melihat portofolio bisnis tak hanya sektor migas atau sawit. “Juga melirik sektor restorasi,” katanya.
Dia optimistis bisa menjalankan gambut kelola rakyat dengan dukungan akademsi, dunia usaha dan aktivis lingkungan hidup.
“Ini sangat potensial menjaring dukungan finansial. Dana hibah dan APBD/APBN bisa kita gunakan hanya pemancing. Ketika di New York, ada beberapa investor negara sahabat mengatakan, dana hibah Indonesia bisa jadi bagian investasi restorasi. Ini akan mempermudah investor masuk, akan kami gunakan peluang ini,” ucap Nazir.
Dia bilang, BRG akan melakukan upaya ini di Pulang Pisau baik sektor kehutanan, peternakan maupun perikanan. “Peternakan sapi mulai diterapkan di lahan gambut termasuk di Pulang Pisau.”
Gubernur Kalteng, Sugianto Sabran, mengatakan, usulan Menteri Siti menjadi motivasi buat mengembangkan hutan rakyat di Kalteng.
“Saya akan berbicara dengan seluruh bupati dan walikota segera membentuk koperasi-koperasi milik masyarakat. Kami siap membentuk sebanyak-banyaknya. Supaya nanti bupati bisa mengajukan satu pintu ke Gubernur. Gubernur bisa memantau kemana alur bantuan. Ini perlu komunikasi juga dengan pemerintah pusat,” katanya.
Patenkan inovasi
Sebelumnya, Menteri Siti sempat berkunjung ke Kalampangan, Palangkaraya, melihat praktik pengelolaan lahan gambut tanpa bakar oleh Akhmad Tamanuruddin. Dia juga melihat hutan gambut Jempun Pambelon.
Menurut dia, upaya-upaya warga dalam pengelolaan gambut ini bagus hingga bisa jadi model dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Inovasi yang dimaksud Siti, pengelolaan lahan gambut tanpa bakar sampai pembangunan sumur bor, sistem monitoring dan lain-lain.
Penemuan seperti itu, katanya, sangat berharga dan perlu mendapatkan Hak Paten.
“Ini harus kita patenkan, bahwa merupakan temuan masyarakat disini. Saya tadi juga menemukan inovasi termasuk sumur bor lalu menyebarkan pembasahan gambut di Palangkaraya,” ucap Siti.