Peluang Ekowisata Amorphophallus Bakal Menjanjikan, Bila…

Peluang pemerintah daerah mengembangkan sektor ekowisata dengan memanfaatkan pesona bunga bangkai (Amorphophallus) yang mekar terbuka lebar, asalkan pemerintah daerah serius mengembangkan sektor ini.

Demikian keyakinan Holidin, salah seorang pegiat penangkaran bunga langka di Bengkulu menjelaskan kepada Mongabay Indonesia, saat dijumpai di kebunnya (09/10).

Diapun,  mengaku memiliki kiat khusus untuk mempercepat dan mengatur fase generatif (berbunga) Amorphophallus ini.

“Asalkan jumlahnya (populasi) banyak. Walau tidak tepat 100 persen, namun bisa dipercepat dan diatur kapan (waktu) berbunganya. Apapun jenisnya,” ujar Holidin, di sela menemani pengunjung yang melihat bunga Amorphophallus gigas setinggi 3,6 meter di kebun Holidin bersaudara, di Desa Tebat Monok, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu.

Bukan hanya melihat dan berfoto, sebagian pengunjung juga memanfaatkan kesempatan itu untuk mengetahui lebih jauh tentang puspa mengagumkan itu dari Holidin. Termasuk melihat batang, daun, umbi dan jenis lainnya.

(Baca: Indahnya, Bunga Bangkai Raksasa Mekar di Kebun Penangkaran Holidin)

“Hidupnya mengalami dua fase. Vegetatif, hanya tumbuh batang dan daun yang kemudian layu dan membusuk. Hanya umbi yang tersisa. Kemudian tumbuh batang dan daun lagi. Berulang kali fase vegetatif, baru tumbuh bunga yang disebut fase generatif,” jelas Holidin.

Holidin pun menyatakan siap membagikan kiat khusus tersebut, termasuk cara  memperbanyak dan merawat Amorphophallus.

Menurut dia, Guru Besar Ilmu Manajemen Universitas Indonesia yang dinobatkan sebagai Guru Manajemen Dunia Rhenald Kasali, telah melakukan upaya konservasi Amorphophallus di Rumah Perubahan, di Jawa Barat.

“Saya sempat menanyakan mengapa ingin melakukan hal itu? Pak Rhenald menjawab, Amorphophallus merupakan bunga bernilai tinggi. Dia mengajak saya untuk membantunya. Apapun yang saya butuhkan dan perlukan akan disediakan,” ujar Holidin yang mulai membantu Rhenald Kasali di awal 2016.

Holidin yang berdiri di belakang bunga A. gigas. Foto Dedek Hendry
Holidin yang berdiri di belakang bunga A. gigas. Foto Dedek Hendry

Persebaran

Amorphophallus merupakan tumbuhan yang termasuk dalam marga talas-talasan (Araceae) dan tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan hingga Sulawesi. Bentuk umbinya bulat, bulat gepeng hingga silindris memanjang.

Menyadur dari dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Rafflesia arnoldii dan Amorphophallus titanum 2015 – 2025, marga Amorphophallus di seluruh dunia berjumlah sekitar 200 jenis. Indonesia memiliki 25 jenis yang 17 jenisnya endemik. Sebanyak 8 jenis di Sumatera, 5 jenis di Jawa, 3 jenis di Kalimantan dan 1 jenis di Sulawesi. Jenis-jenis endemik Sumatera adalah A. asper, A. beccarii, A. forbesii, A. gigas, A. gracilis, A. hirsutus, A. Manta, dan A. titanum.

(Baca juga: Ekowisata, Strategi Andalan Konservasi Rafflesia dan Amorphophallus)

Siklus hidup Amorphophallus terdiri dari fase vegetatif dan generatif. Di antara vegetatif dan generatif, diselingi fase tidur (dormansi). Apabila fase vegetatif datang, tidak akan pernah terlihat bunga. Saat generatif tiba, bunga seolah keluar dari permukaan tanah, tanpa ada daun. Waktu yang dibutuhkan untuk tiap fase sangat bervariasi dan ditentukan oleh ukuran umbi.

Bunganya berkategori bunga primitif. Bunga yang dikenal selama ini bukanlah bunga sebenarnya, melainkan pelindung. Untuk menarik serangga agar datang menyerbuki bunga betina. Bagian ini disebut selundang, berwarna merah marun atau merah keunguan. Sedangkan bunga yang sebenarnya tersusun pada bagian yang menjulang ke atas atau disebut tongkol yang berwarna krem sampai kuning keemasan.

Jumlah bunganya juga ratusan. Kedudukan bunga jantan dan betina terpisah. Bunga betina terletak pada dasar tongkol, lalu di atas bunga betina tersusun bunga jantan. Di atas bunga jantan adalah bagian yang disebut appendiks atau bunga jantan steril. Bunga betina tidak memiliki kelopak dan mahkota bunga, sedangkan bunga jantan memilik kepala sari berbentuk kotak dan menempel pada tongkol.

Matangnya bunga betina dan bunga jantan berbeda, sehingga proses penyerbukan tidak terjadi dalam satu individu tanaman. Bunga betina akan matang terlebih dahulu dan setelah masa anthesis bunga betina usai, baru disusul matangnya bunga jantan. Untuk dapat menghasilkan buah, dibutuhkan dua individu tanaman yang berbunga pada saat yang hampir bersamaan.

Irpan menunjukkan R. arnoldii yang mekar. Foto: Dedek Hendry
Irpan menunjukkan Rafflesia arnoldii yang mekar. Foto: Dedek Hendry

Mekar

Tak hanya bunga bangkai (A. gigas), pada waktu bersamaan Rafflesia gadutensis dan Rafflesia arnoldii pun mekar. Bila R. gadutensis mekar di kawasan wisata Air Terjun Palak Siring, Kemumu, Bengkulu Utara, sedangkan R. Arnoldii mekar di kawasan Hutan Lindung Taba Penanjung, Bengkulu Tengah.

“Baru Minggu pagi (9/10/16) mekar sempurna. Berdiameter sekitar 75-80 sentimeter,” terang Irpan, warga Desa Tanjung Heran yang menjaga lokasi R. arnoldii mekar. Warga setempat menyebut lokasi R. arnoldii mekar itu dengan nama “Bongkol 17”. Sebab, umumnya ditemukan sebanyak 17 bongkol rafflesia secara berdekatan.

Mongabay Indonesia sempat menghitung masih ada 16 bongkol rafllesia dengan beragam ukuran yang terletak sekitar 1 – 2 meter dari lokasi R. arnoldii yang mekar. “Diperkirakan hingga akhir tahun nanti, bongkol-bongkol Rafflesia tersebut akan mekar bergiliran,” tambah Irpan.

Senin (10/10/16) sore, sekitar pukul 15.35 WIB, Holidin kembali menginformasikan bila bunga A.gigas di kebunnya mulai mekar. Tingginya 380 sentimeter. “Selasa ini akan mekar sempurna. Dua hari kemudian, kelopaknya akan menutup. Minggu, sudah layu total,” jelasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,