Sebanyak 22 individu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang dulunya dipaksa memainkan atraksi topeng monyet, telah dilepasliarkan ke habitatnya. Adalah Pulau Panaitan, Taman Nasional Ujung Kulon, Pandeglang, Banten, yang dipilih sebagai rumah alaminya. Translokasi atau pemindahan ini dilakukan oleh Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi International Animal Rescue (IAR) Indonesia Kamis malam, 6 Oktober 2016.
Belasan monyet ini merupakan hasil operasi penertiban yang dilakukan Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi DKI Jakarta dan Jakarta Animal Aid Network (JAAN) di Jakarta area pada 2013 – 2014. Sebelum dilepaskan ke alam, 14 monyet jantan dan 8 betina ini, telah menjalani serangkaian tahapan rehabilitasi di IAR Indonesia di kaki Gunung Salak, Bogor.
Wendi Prameswari, Manager Animal Care IAR Indonesia, menuturkan setelah dilakukan pemeriksaan medis tahap akhir dan observasi pelaku, kondisi keseluruhan monyet tersebut sudah baik. Sosialisasi dengan kelompoknya juga sudah terjalin dan yang paling utama perilaku liarnya telah pulih. “Artinya, mereka memang layak pulang ke rumah aslinya, hutan,” jelasnya Rabu (12/10/2016).
Wendi menjelaskan, monyet yang direhabilitasi itu harus melalui beberapa tahapan. Dimulai dari karantina, pemeriksaan kesehatan, observasi perilaku, pengenalan pakan alami, pengelompokan grup, hingga pengayaan makan guna merangsang perilaku alaminya. “Bila itu dilalui tanpa kendala, pelepasliaran bisa dilakukan.”
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan sifat liar monyet tersebut, menurut Wendi, itu semua bergantung kondisi dan keadaan. Perilaku monyet yang sudah biasa dekat manusia menyebabkan sifat liarnya hilang. “Butuh waktu lama dan biaya besar bila seperti ini keadaannya.”
Sebelumnya, pada 27 September 2016, sebanyak 23 individu monyet ekor panjang hasil sitaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah dilepasliarkan di Pulau Panaitan oleh JAAN. Bila dihitung dengan pelepasan yang dilakukan kali ini jumlahnya adalah 45 individu.
Sementara, untuk keseluruhan monyet ekor panjang yang berhasil disita periode 2013 – 2014 adalah 127 individu. Rinciannya, 97 individu yang lolos seleksi kesehatan dititiprawatkan di JAAN dan IAR Indonesia, 23 individu positif mengidap tuberkulosis, serta 7 individu mati karena radang paru akut dan hepatitis.
Lokasi ideal
Pulau Panaitan merupakan pulau paling barat di semenanjung kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Pulau seluas 17 ribu hektare ini dinilai ideal sebagai rumah nyaman monyet malang tersebut karena potensi pakannya yang melimpah dan dari segi luasan sangat memadai.
Hutan di Pulau Panaitan ini masih asli. Perbukitannya dibentuk oleh perpaduan vegetasi hutan mangrove, hutan pantai, dan hutan hujan dataran rendah. Statusnya sebagai taman nasional merupakan jaminan utama bagi monyet yang dilepaskan bakal berkembang.
Robithotul Huda, Supervisor Survey Release Monitoring IAR Indonesia, mengatakan survei awal bersama tim Balai TNUK telah dilakukan perihal potensi habitat dan ketersedian pakan alami. “Hasilnya menunjukkan, beragam jenis tumbuhan bisa dimanfaatkan sebagai pakan alami monyet ekor panjang yang akan dilepasliar itu,” ujarnya.
Manajer Operasional IAR Indonesia Aris Hidayat berharap, di Pulau Panaitan tersebut monyet ekar panjang yang sebelumnya berada dikandang dan dipaksa memainkan atraksi topeng monyet, kembali hidup liar di alamnya. “Langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang melakukan pelarangan dan penertiban topeng monyet diharapkan memberikan contoh nyata pada daerah lain di Indonesia terhadap keselamatan dan kesejahteraan,” kata Aris.
Di Jakarta, pelarangan atraksi topeng monyet dilakukan berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 302 dan Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan. Alasannya, dalam proses mendidik monyet ekor panjang untuk dijadikan penghibur pertunjukan topeng monyet selalu diwarnai siksaan dan kekejaman yang pastinya melanggar aspek mengenai kesejahteraan satwa (animal welfare). Selain itu, dari sisi kesehatan, munculnya potensi penularan penyakit dari hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis) tidak bisa dihindari.
Status monyet ekor panjang yang belum memiliki perlindungan hukum di Indonesia membuatnya kerap diburu di alam. Tujuannya, selain diperjualbelikan dan untuk biomedis, monyet ini juga dijadikan satwa peliharaan dan bahkan dipaksa untuk melakukan atraksi topeng monyet.