Ribuan masyarakat Belitung, bersama pemerintah di pulau itu, Jumat (14/10/16) mengeluarkan petisi tolak penambangan timah menggunakan kapal isap produksi (KIP). KIP Kamilah meresahkan masyarakat Belitung karena mengancam laut mereka.
Sekitar pukul 14.00, hampir sekitar 2.000 massa nelayan memadati Pantai Segaran Kelapa Kampit. Bersama unsur pimpinan daerah, aksi dimulai dengan pembakaran replika KIP dan penandatanganan petisi. Tampak Bupati Belitung, Sahani Saleh dan Bupati Belitung Timur, Yuslih Ihza, ikut menandatangani petisi penolakan.
”Bupati Belitung yang bergelar Tuk Lanun (pimpinan para tetua yang menguasai laut berasal dari negeri lanun atau iranun) beserta Kapolres pun mendatangi KIP,” kata Pifin Heriyanto, dari Gapabel yang mendampingi nelayan aksi.
Mereka hendak mendatangi KIP untuk mengusir anak buah kapal (ABK) dan mengultimatum jika sampai 20 Oktober 2016 masih berada Perairan Belitung, nelayan beserta bupati akan melakukan pembakaran.
”Sudah delapan bulan kita dibohongi. Lawan! Lawan! Bakar kapal isap!” teriak para nelayan dalam aksi.
”Kamek nelayan Kampit menolak kapal isap,” kata para nelayan Kampit yang sedang berkumpul di dermaga sambil membawa spanduk, awal Oktober lalu di Belitung.
Sekitar 10 orang berkumpul membicarakan aksi yang akan dilancarkan akhir Oktober—yang dipercepat—Jumat (14/10/16). Bersama Walhi Bangka-Belitung dan Gabungan Pencinta Alam Belitong (Gapabel), para nelayan bersuara.
“Kayak buat pening kepala, tidur siang tak dapat,” kata Ahan, nelayan Teluk Pering, Desa Mayang, Dusun Aik Saguk, Kampit, Belitung Timur.
Sejak April 2016, KIP ternyata sudah memasuki perairan Belitung. Awalnya, ditemukan para nelayan saat melaut malam hari. Hanya lampu-lampu kapal terlihat ketika itu. Saat pagi hari, mereka baru menyadari itu kapal isap.
KIP ini milik perusahaan pertambangan timah, PT Kampit Prima Utama. Sejak 2010, perusahaan ini telah mengantongi izin Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), dan izin usaha pertambangan 2011. Sempat uji coba di Sungai Manggar.
Pada 30 Agustus-5 September, kapal sudah tes mesin dengan mengantongi surat izin bergerak dari pemerintah. ”Tapi mereka mengebor pakai mata bor,” kata Ahan.
Pada 4 September, kapal merapat dekat ke Pesisir Kampit dan pengeboran. Dampaknya, mulai terasa bagi para nelayan meski baru tahap awal. Benang nilon biasa untuk memancing jadi lebih cepat mengembang, hingga nelayan harus terus mengganti agar ada ikan tangkapan.
”Sekarang dapat ikan harus melaut sampai dua mil, biasa 50 meter sudah dapat,” keluh Doyo, nelayan. Hasil tangkapan menurun.
Berdasarkan riset Walhi, pencemaran limbah laut dampak penambangan bisa 25-30 kilometer. ”Jadi dampak, tak hanya di Belitung Timur, tapi sampai Belitung Barat,” kata Pifin Heriyanto, dari Gapabel.
Kampit, katanya, pintu gerbang kapal isap ke Perairan Belitung. Di sana, ada 24 KIP dari Bangka siap meluncur ke Belitung, begitu juga satu kapal berkapasitas 150 GT dari Kalimantan.
”Ini perlu diwaspadai. Kami tegas menolak KIP,” katanya.
Mulai dari nelayan, pemuka masyarakat, tokoh adat, pelaku wisata, pelajar, karyawan, pedagang, petani, seniman, aktivis lingkungan dan sampai profesi lain akan menggelar protes besar-besaran.
Ratno Budi, Direktur Eksekutif Walhi Bangka Belitung tergabung dalam Koalisi Masyarakat Belitong Mengusir Kapal Isap (Kamek) menyebutkan alasan aksi karena pariwisata menjadi tumpuan ekonomi masyarakat Belitung, dan perikanan laut mata pencaharian utama.
Masyarakat, katanya, tak terlibat dalam proses Amdal. Nelayan pesisir Pantai Sengaran Kelapa Kampit bilang, sempat ada sosialisasi perusahaan, kepada orang-orang pilihan, bukan nelayan.
”Di Belitung ada sekitar 3.000 hektar IUP milik PT Timah,” ucap Ratno.
Meski demikian, perusahaan tak bisa eksploitasi karena Belitung dilindungi RTRW provinsi. Belitung tak masuk pertambangan laut meski telah mendapatkan perizinan.
Kamek menuntut, Gurbernur Bangka Belitung, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan BUMN mencabut izin tambang laut, baik eksplorasi maupun eksploitasi. “Di Pulau Belitung dan pulau kecil lain.”
Menurut dia, perlu penegakan hukum atas pelanggaran izin penambangan laut yang sedang terjadi dan menarik KIP dari Perairan Belitung.
Sebelumnya, saat ditemui di rumah dinasnya di Bangka (5/10/16), Gurbernur Rustam Effendi menyebutkan akan melarang KIP di Perairan Belitung. ”Kan disana ada KEK pariwisata, jadi harus bebas dari tambang laut,” katanya.