Pengguna Alat Tangkap Cantrang Diinstruksikan Gunakan Gillnet Millenium

Menjelang berakhirnya tenggat waktu masa transisi penggunaan alat tangkap cantrang pada 31 Desember 2016, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) semakin intensif untuk mengajak pemilik kapal cantrang untuk segera mengganti alat tangkapnya dengan alat tangkap lain yang ramah lingkungan.

Ketua Tim Gabungan Solusi Penggantian Cantrang KKP Agus Suherman, akhir pekan ini mengatakan, penggantian alat tangkap cantrang saat ini terus disosialisasikan kepada para nelayan yang menggunakannya. Sosialisasi itu, mencakup penggantian dengan alat tangkap baru gillnet millenium yang ramah lingkungan.

“Kita terus melakukan identifikasi dan verifikasi nelayan sasaran yang akan kita berikan bantuan berupa alat tangkap pengganti cantrang,” ungkap dia.

Agus mengatakan, kegiatan memberikan pendampingan kepada nelayan akan terus dilakukan, sampai seluruh alat tangkap cantrang  berhenti digunakan. Untuk pendampingan sendiri, salah satu sasarannya, adalah nelayan kecil atau tradisional yang tidak memiliki pengetahuan cukup atau modal banyak untuk mengganti cantrang dengan alat tangkap yang baru.

Salah satu posko pendampingan yang sudah dibuka adalah di Pelabuhan Pantai Morodemak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Posko tersebut dibuka untuk umum dan menjadi bagian dari Tim Gabungan Solusi Penggantian Alat Tangkap Cantrang di Jawa Tengah.

Khusus untuk nelayan yang menggunakan kapal ikan di bawah 10 gros ton (GT), posko telah memberikan pelayanan khusus pada 4-7 Oktober. Tujuannya, menurut Agus, agar nelayan kecil bisa paham dan tidak kebingungan lagi harus mengganti alat tangkap cantrang dengan alat tangkap yang baru.

“Kegiatan pendampingan telah dilakukan dari sosialisasi hingga ke tahap verifikasi nelayan. Anggota tim gabungannya ada dari DJPT KKP, BBPI Semarang, DKP Provinsi Jateng dan berbagai tokoh masyarakat,” ungkap pria yang juga menjabat Pelaksana Harian (Plh) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP itu.

Menurut Agus, dengan dibukanya posko dan memberikan pendampingan, pihaknya ingin bantuan yang diberikan bisa memberi manfaat yang banyak, tepat guna dan tepat waktu. Utamanya, agar para nelayan bisa mengoperasikan alat tangkap baru yang diberikan, yaitu gillnet millenium.

“Tak lupa, dengan pendampingan, nantinya nelayan bisa mengoperasikan alat tangkap yang baru di daerah penangkapan yang tepat,” tambah dia.

Sejumlah nelayan sedang menarik jaring berisi ikan hasil tangkapan di perairan Tidore, Sangihe, Sulut. Foto : Themmy Doaly
Sejumlah nelayan sedang menarik jaring berisi ikan hasil tangkapan di perairan Tidore, Sangihe, Sulut. Foto : Themmy Doaly

Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KTNI) Riza Damanik, sebelumnya pernah mengatakan, penggunaan alat tangkap cantrang selama masa transisi seharusnya tidak boleh ada larangan sama sekali. Hal itu, karena pada masa tersebut menjadi masa peralihan bagi nelayan untuk mengganti dengan alat tangkap yang baru.

“Jika masa transisi sudah selesai, maka KKP bisa membuat keputusan apakah cantrang boleh dipakai atau tidak. Jika memang boleh seperti apa, begitu juga jika memang tidak seperti apa jelasnya,” jelas dia.

Seperti diketahui, KKP mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan perikanan Nomor 02/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI.

Peraturan tersebut, mendapat keberatan dari berbagai kalangan, terutama dari nelayan yang biasa menggunakannya. Para nelayan yang sebagian besar berasal dari wilayah Pantai Utara Jawa itu kemudian mengadukannya ke Ombusdman Republik Indonesia. Dan, Ombusdman kemudian memberi rekomendasi kepada KKP untuk memberi waktu transisi kepada nelayan.

Gerai Perizinan

Selain mengarahkan nelayan untuk mengganti alat tangkap, KKP juga memberi kesempatan kepada nelayan untuk memperbarui izin kapal pengguna cantrang. Dengan perbaruan tersebut, maka izin akan menghilangkan alat tangkap cantrang dalam dokumen yang dikeluarkan.

Adapun, untuk mendapatkan izin tersebut, melayan bisa mendatangi gerai perizinan yang dibuka KKP di sejumlah kantor dinas KP di masing-masing daerah. Namun, selain itu, KKP juga sengaja mendirikan gerai yang disebar di sejumlah lokasi.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar mengatakan, gerai yang dibuka tersebut adalah gerai perizinan yang lengkap untuk melayani penerbitan izin berupa Surat izin Usaha Perikanan (SIUP), Buku Kapal Perikanan (BKP), maupun Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI).

Salah satu gerai yang dibuka, menurut Zulficar, ada di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Selain itu, masih ada 11 gerai lain yang tersebar acak.

Adapun, 11 lokasi yang sudah lebih dulu mengoperasikan gerai perizinan satu pintu, adalah Kendari (Sulawesi Tenggara), Belawan (Sulmatera Utara), Bitung (Sulwesi Utara), Jakarta, Sibolga (Sumatera Utara), Indramayu (Jawa Barat), Pemangkat (Kalimantan Barat), Manado (Sulawesi Utara), Pekalongan (Jawa Tengah), Bali, dan Probolinggo (Jawa Timur).

“Tujuan dari dari pembukaan gerai, adalah untuk mempermudah pelaku usaha kapal perikanan dalam memperoleh izin kapal. Selain itu, juga untuk mewujudkan perikanan yang bertanggung jawab, kelestarian sumberdaya ikan dan keberlangsungan usaha perikanan tangkap,” tutur dia.

“Untuk lokasi terakhir, merupakan lokasi terbanyak nelayan yang melakukan mark down kapal dan menggunakan cantrang,” tambah dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,