Mengenal Slamet, Tentara Pembersih Pantai dan Penjaga Penyu

Matahari mulai terik, Jumat (30//9/16).  Tampak seorang pria sedang menebang pohon kapuk randu di tepian Pantai Tobololo, Ternate. Bunyi mesin chainsaw memekakkan telinga.

Dialah Slamet Hasan. Seorang tentara aktif yang memanfaatkan waktu luang dengan gerakan pantai dan laut bersih. Gerakan ini satu paket dengan upaya  konservasi penyu  yang dia rintis dalam tiga tahun ini.

Batang randu itu, akan Slamet buat papan untuk pagar kebun sayur mini.  Kebun  itu tak jauh dari demplot persemaian mangrove yang mulai meninggi.

Pantai ini berada tepat di belakang Kampung Tobololo, Kecamatan Pulau Ternate,  Kota Ternate,  Maluku Utara.

“Sejak awal 2013 , saya kembali ke Ternate,” kata pria yang sekitar 15 tahunan bertugas di Jawa Tengah ini.

Sebelum ke Ternate, dari Jateng ke Kodam  Patimura, Ambon. Lalu ke Korem 151  Baabullah  Ternate.

“Sekitar  lima bulan, keluar surat perintah  penugasan ke  Kodim 1501 Ternate, ditempatkan   ke  Koramil Pulau Ternate  dan Hiri.  Di sinilah saya  benar-benar pulang kampung,” ucap tentara berpangkat Kopda itu.

Saat pulang kampung, dia punya satu angan, yakni ingin melakukan  sesuatu yang bermanfaat bagi banyak orang.

Kala balik  ke Ternate,  dia diangkat menjadi ketua pemuda. Dari sini, Slamet mencoba mengurus Pantai  Tobololo.

Tak mudah memulai inisiatif ini. Sempat enam bulan mandek hingga tak ada kegiatan di pantai. Upaya bertemu berbagai pihak,  termasuk Dinas Pariwisata Ternate minta mereka mengembangkan pantai, tak juga digubris.

Dia sadar, tak bisa mengandalkan orang lain, harus dengan kekuatan sendiri. Diapun mulai membersihkan pantai sekaligus mengamankan wilayah itu dan terumbu karang   serta biota  di laut dari gangguan orang  tak bertanggjung jawab.

Diapun membuat larangan mengotori pantai dan memanah  ikan  atau membuang jaring.   Termasuk larangan pakai bom  atau potassium untuk meracuni ikan.

Pantai Tobololo di Ternate, salah satu obyek wisata dan tempat konservasi penyu. Foto: M Rahmat Ulhaz
Pantai Tobololo di Ternate, salah satu obyek wisata dan tempat konservasi penyu. Foto: M Rahmat Ulhaz

Di pantai sepanjang 1,5 kilometer ini  juga  dilarang pengerukan pasir  karena akan merusak. Sebelum itu, pasir di pantai ini, sudah bertahun-tahun diambil warga untuk kebutuhan sendiri maupun dijual.

Awalnya, warga sekitar merasa aneh dengan aksi Slamet. “Saya dianggap gila oleh orang- orang sekampung.  Mereka merasa aneh, tentara setiap saat memunguti sampah di pantai yang dibuang warga maupun terdampar dari laut,” katanya.

Namun, Slamet yakin, yang dilakukan bisa bermanfaat bagi banyak orang. Cemoohan orang malah jadi motivasi. “Ini harus saya  jawab dengan kerja terus menerus  membersihkan pantai dan laut.   Kadang   saya  libatkan anak dan istri,” kata ayah dua putra itu.

Perlahan, upaya Slamet menuai respon dan perhatian warga. Setelah sekitar dua tahunan, warga mulai menyadari.

Ini setelah gerakan Slamet didukung Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate.

Mereka riset  dan menanam karang di Pantai Tobololo.  “Setelah beberapa kali pihak kampus riset di  Pantai Tobololo,    termasuk  menanam  karang,  baru mereka sadar. Umur karang sendiri sudah hampir dua tahun, dan  tumbuh baik,” katanya.

Dia berharap, Tobololo, tak hanya menjadi tempat wisata juga  menambah ilmu pengetahuan  anak- anak sekolah maupun kalangan kampus.

Pemandangan Tobololo terbilang  indah.  Pantai pasir putih bercampur hitam. Ia juga memiliki sumber air panas.

Pengunjung bisa menikmati  air  tawar yang bisa diperoleh ketika menggali pasir di tepi pantai. “Menggali pasir di tepi pantai  akan keluar air tawar agak hangat. Air itu bisa untuk  mandi.  Ini hanya ada di Pantai Tobololo. Ini satu daya Tarik,” kata Slamet.

Lambat laun banyak pihak membantu membangun fasilitas  wisata Pantai Tobololo. Ada bantuan program Coastal Community Development International Fund for Agricultural Development (CCD-IFAD) atau proyek pembangunan masyarakat pesisir (PMP).

Proyek ini kerjasama Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan IFAD, membangun  fasilitas cottage  dan akses jalan menyusuri pantai.

penyu-slamet2-img-20160921-wa0083 Gubernur Maluku Utara dan para petinggi daerah tengah lepas liar tukik hasil penangkaran Slamet  cs. Foto: M Rahmat Ulhaz

 

 

Kelompok pemuda konservasi penyu

Pantai Tobololo, tak hanya memiliki pemandangan  indah dengan sumber air panas dan tawar. Kawasan ini jadi tempat penting penyu bertelur.   “ Ada dua jenis penyu sering bertelur, penyu sisik dan  hijau,” katanya.

Selama ini telur penyu banyak diambil untuk konsumsi. Slamet berupaya melindungi telur penyu itu.

Dia  bikin larangan, tak boleh mengambil telur penyu.  Sebagai Bintara Pembina Desa (Babinsa) di kampung itu, dia tak sekadar melarang warga tetapi ikut memberi jalan keluar dengan penataan pantai agar ramai pengunjung dan bermanfaat ekonomi bagi warga.

Slamet bilang, antara  upaya  konservasi  dengan menata Pantai Tobololo, satu paket.  Ketika pantai mulai ditata,  pelarangan  pengambilan telur penyu berjalan.

“Yang menemukan telur penyu saya minta tak dijual tetapi diserahkan kepada saya. Dibayar  pakai uang saya. Biaya saya nanti diminta kembali ke Dinas Kelautan dan Perikanan. Mereka bersedia mengganti uang,”  katanya.

Telur ditetaskan dan tukik dilepas ke laut.

Konservasi  penyu mulai  awal 2014, sempat terhenti sebentar karena kesibukan tugas dia, dan lanjut lagi akhir 2015.

Ikut mendukung gerakan ini beberapa dosen di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate.

Diawali perbincangan tentang upaya konservasi  penyu, mereka sepakat mencari lokasi penangkaran.

“Syukurlah ada lahan warga yang bersedia. Langsung survei lokasi   untuk  tempat   penetasan dan penangkaran tukik,” katanya.

Pertama-tama mereka agak kebingungan soal biaya penangkaran. Akhirnya ada jalan keluar, berkat dukungan dukungan beberapa pihak.

Ketika  sudah ditetapkan  lokasi penangkaran,  dibantu    beberapa  warga  mengumpulkan telur penyu   untuk ditetaskan.  “Ada dua anak muda  Tobololo yakni Afan dan Surdi   membantu  kami.  Jika menemukan  penyu bertelur     dikumpulkan selanjutnya  diserahkan   untuk “di tanam” dalam pasir  agar bisa menetas.

Latar belakang Slamet kuat ingin melakukan konservasi penyu ini karena beberapa tahun terakhir penyu yang naik ke pantai untuk bertelur mulai langka.

Menurut Slamet, sebelumnya, penyu bertelur  bisa puluhan ekor. “Sekarang kalau  ditemukan lima penyu bertelur sudah banyak. Penyu sudah langka. Karena itu kami berupaya melindungi, kalau tidak, bisa tinggal cerita,” katanya.

Satu penyu, katanya bisa bertelur hingga 100 butir.   Bulan-bulan  bertelur akhir April  sampai Juli.   “Kami  juga mengamati perkembangan  penyu  akan bertelur. Ada tanda- tanda alam sudah diketahui warga jika penyu  naik. Misal, muncul  petir di  bagian timur atau di atas Pulau Halmahera. Itu tanda  bertelur penyu. Tanda alam  ini  diyakini warga sejak nenek moyang,” katanya.

Upaya Slamet tak sia-sia. Kini, kala warga menemukan penyu  bertelur  langsung  diserahkan kepada Slamet.   “Untuk penangkaran pertama ada 100 telur ditemukan warga kepada saya.”

Setelah mendapatkan telur, lalu dibenamkan dalam pasir penangkaran.   “Telur tak boleh dipegang lama, langsung diletakkan dalam ember, lalu ditanam di pasir. Terus dipantau.  Waktu  penetasan  telur  40-50 hari.  Hasilnya  100 telur  semua menetas dan tukik dilepas ke laut bebas.”

Langkah awal ini, katanya,  terbilang sukses.  Setelah  itu mendapat perhatian dari DKP Maluku Utara—kala ada laporan FPIK Unkhair  lewat riset di  Pantai Tobololo.

Setelah   mendapatkan informasi ini,  mereka mengecek lapangan. “Ternyata benar ada penangkaran penyu. DKP membantu menyediakan anggaran.  DKP langsung membantu  kita  membuat bak dan rumah jaga  mengawasi  telur penyu jika naik bertelur. Kodim 1501 Ternate dan Koramil  Pulau Ternate  juga membantu  membuatkan penangkaran,” katanya.

Sejak itu, Slamet melibatkan  pemuda Tobololo  dengan membentuk kelompok konservasi bernama Kelompok Pemuda Konservasi  Ori  Mafala (rumah penyu). Musim  penyu bertelur  2016, kali kedua  penangkaran. Ada   ribuan telur dikumpulkan baik dari Pantai Tobololo maupun dari Pantai Rua, Ternate. Sekitar 700  telur  menetas menjadi tukik.

Dari jumlah itu, sekitar 300 tukik lepas ke laut.  Seremoni pelepasan penyu dilakukan bersama  Gubernur Malut dan pejabat lain akhir September lalu.

Tukik siap lepas liar. Foto: M Rahmat Ulhaz
Tukik siap lepas liar. Foto: M Rahmat Ulhaz

Slamet bilang, awalnya mengurusi penangkaran penyu tak punya pengetahuan khusus, terutama agar telur menetas.

”Syukurlah, baru- baru ini kami mendapatkan  pelatihan  penangkaran  penyu  dari Balai Konservasi  Penyu   Sorong Papua Barat. Pemuda  Konservasi  Penyu   dengan belajar menangkar telur,” katanya.

Sedangkan, biaya pemeliharaan telur ke tukik, sampai lepasliar, mereka patungan. Mereka keluarkan dulu biaya penangkaran, lalu bisa klaim ke DKP.

Kini, mereka mengalami kesulitan ketika jumlah telur banyak. Enam bak tak mampu menampung ribuan tukik. Akhirnya,  meski ada tukik masih kecil   sudah  dilepas.

“Sudah  berdesak–desakan jika sudah ribuan. Agar   tak bersaing dalam bak penangkaran  terpaksa  kita lepas.”

 

Jadi contoh

Pada ceremoni pelepasan tukik oleh DKP Malut di Pantai  Tobolo  pertengahan September, Kepala DKP Malut Buyung Radjilun bersama Gubernur  Malut Abdul Gani Kasuba  dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda),  ikut  mencanangkan Gerakan Pantai Bersih di Tobololo.

Kala itu,  Gubernur meminta DKP  serius  memberdayakan masyarakat dalam melestarikan penyu. “Harus serius dan bekesinambungan, tak berhenti di  Ternate, tapi kabupaten dan kota lain.”

Buyung berjanji,  DKP  akan memberdayakan masyarakat  dengan membentuk  kelompok  pelestarian penyu. Dengan begitu,  pantai terjaga, selalu bersih  dan penyu bisa bertelur.

“Ternate ini perintis. Nanti  dikembangkan  di Morotai,  Halmahera Utara,  Halmahera Selatan, Taliabu maupun kabupaten lain di Malut,” katanya.

Para penyelam juga mengapresiasi aksi Slamet cs. Direktur Nasijaha Dive Centre, Muhammad Akang Idris, mengatakan, kerja konservasi penyu dan bersih laut Slamet cs membantu para penyelam.

Dia bilang, sekitar empat tahun lalu ketika menyelam seringkali   menjumpai penyu berkeliaran di sekitar laut Sulamadaha, Cobo dan  Filonga Tidore, Pulau Hiri, dan Maitara.  Bahkan, dulu sering penyu berkeliaran di taman laut Gamalama, Ternate.

Sekarang,   katanya, berjumpa dengan penyu sangatlah susah. “Menurut beberapa informasi, penyu- penyu ini  sering kena mata pancing. Tak dilepas lagi, disamakan seperti ikan, dibawa pulang, dikonsumsi.”

Dia berharap, kerja Slamet cs, bisa membantu menambah banyak populasi penyu dan mereka bisa hidup di habitat layak pada spot-spot  menyelam di Malut.

“Kami imbau nelayan atau masyarakat yang hobi mancing, apabila mendapatkan penyu agar dilepas kembali ke laut.”

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,