Nasib Surili di Tengah Keterancaman

Populasi surili (Presbystis comata) di alam terus menurun dari tahun ke tahun. Pada 2004, diperkirakan ada 4.000-an, kini sekitar 2.500 surili. International Union for Conservation of Nature (IUCN) memberikan surili status endangered atau nyaris punah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) memasukkan satwa ini dalam daftar 25 spesies dilindungi dan jadi prioritas konservasi.

Menurut catatan The Aspinall Foundation, sebuah yayasan nirlaba berbasis di Inggris dan terlibat konservasi primata Jawa, surili, seperti primata endemik Jawa lainnya– owa Jawa (Hylobates moloch), lutung Jawa (Trachypithecus auratus), kukang Jawa dan (Nycticebus javanicus)–terancam hidup karena manusia.

“Perburuan, perdagangan ilegal dan penciutan habitat terus terjadi. Tak berlebihan jika kita mengingatkan ancaman kepunahan surili,” kata Direktur Aspinall Indonesia, Made Wedana, juga anggota International Primatological Society.

Perburuan dan perusakan habitat menjadi penyebab utama populasi surili merosot signifikan dalam satu dekade terakhir. Penangkapan dan perdagangan ilegal sebagai satwa piaraan terus terjadi.

Pemindahan surili ke Pusat Primata Jawa. Foto: Aspinall Foundation
Pemindahan surili ke Pusat Primata Jawa. Foto: Aspinall Foundation

Perburuan, katanya, banyak dilakukan masyarakat sekitar hutan habitat surili, hingga menyulitkan pengawasan polisi hutan dan petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).

Selain itu, harga satwa langka di pasar gelap menggiurkan, juga membuat primata ini banyak dicari. Kasus perdagangan online pernah diungkap BKSDA Bogor dua tahun lalu, dengan menangkap pedagang yang menjual surili per ekor Rp1,5 juta.

Bagi kolektor satwa, katanya, memiliki surili dianggap prestise karena satwa langka. Wajah lucu dengan jambul khas membuat satwa ini digemari sebagai binatang peliharaan.

Pembukaan hutan untuk pertanian dan pengembangan wilayah, kata Made,  juga makin mempersempit ruang hidup surili dan berdampak pada penurunan populasi. Setidaknya,  98% habitat mereka berubah menjadi lahan terbuka. Populasi primata pohon ini makin terdesak.

Habitat surili, yang mulai terbuka. Surili makin terdesak. Foto: Aspinall Foundation
Habitat surili, yang mulai terbuka. Surili makin terdesak. Foto: Aspinall Foundation

Surili merupakan primata endemik Jawa Barat, yang bisa ditemukan di hutan Taman Nasional Halimun-Salak dan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, dan Taman Nasional Ujung Kulon. Juga di hutan dataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggan kurang 1.500 meter dari permukaan laut.

Di Jawa Tengah,  surili hanya tersisa di Dataran Tinggi Dieng. Surili merupakan kerabat dekat lutung abu (Presbytis fredericae) yang tersebar di Pulau Jawa bagian timur.

Pusat rehabilitasi

Aspinall Foundation bekerja sama dengan BKSDA Jabar membangun Pusat Rehabilitasi Primata Jawa di Desa Alam Endah, Kabupaten Bandung, untuk menyelamatkan primata, termasuk surili. Situs ini juga berfungsi sebagai rumah perlindungan bagi satwa yang sakit dan mengalami siksaan selama ditangkap atau dipelihara.

Bersama petugas KLHK, Aspinall reguler memantau primata tangkapan, merazia dan menyita dari tangan orang-orang yang memelihara.

“Salah satu komitmen kami mengembalikan satwa ke alam. Prioritasnya surili dan primata lain di kandang sebagai binatang peliharaan,” ucap Made.

Sebelum dilepasliarkan, satwa direhabilitasi untuk mengembalikan insting liar dan memantau kesehatan. Beberapa surili yang ditangkap dan dipelihara sejak masih bayi biasa kehilangan perilaku alamiah, misal, jinak terhadap manusia, karena terbiasa hidup bersama mereka.

Sejak tiga tahun lalu, pusat rehabilitasi merilis 54 primata Jawa. Delapan surili dilepas tahun lalu, dan tujuh lagi akan ke alam tahun ini. Aspinall juga merepatriasi surili di Inggris, sebanyak 23 ekor sejak 2012.

Para relawan juga memantau intensif pasca pelepasan satwa. Selain mencegah perburuan, juga mengawasi siklus dan perkembangan individu apakah bisa bertahan hidup dan berkembang biak secara alamiah.

Surili di Pusat Primata Jawa. Foto: Aspinall Foundation
Surili di Pusat Primata Jawa. Foto: Aspinall Foundation

Konservasi berbasis ekonomi

Menurut Made, terpenting pendidikan konservasi melalui sekolah dan lingkungan desa, terutama penduduk sekitar habitat surili. Mereka harus diperkenalkan pentingnya melestarikan kergamanhayati dan mencegah perburuan satwa dilindungi yang bisa terjerat hukum.

“Proyek konservasi ini harus melibatkan masyarakat lokal karena tanpa mereka upaya kami mencegah perburuan dan perdagangan primata akan sia-sia,” katanya.

Meskipun begitu, katanya, persoalan tak semudah meminta masyarakat tak berburu atau menakuti dengan ancaman penjara lima tahun dan denda Rp100 juta. Kebanyakan kasus perburuan satwa bermula dari persoalan perut. Masyarakat desa berburu surili karena desakan ekonomi.

Untuk itu, katanya, Aspinall mengambil jalan konservasi berbasis ekonomi untuk memecahkan akar perburuan satwa dan perambahan hutan. Mereka tak hanya mengurusi satwa juga manusia,  dengan mengubah perilaku.

Aspinall bermitra dengan Yayasan Saung Kadeudeuh, membantu penduduk lokal meningkatkan pendapatan dan taraf hidup dengan mengalihkan dari pekerjaan berburu satwa ke usaha lain. Salah satu, katanya, dengan menyediakan pelatihan keterampilan, perbaikan rumah tak layak, bantuan modal wirausaha, dan menyalurkan ke lapangan kerja.

Surili, primata endemik Jawa Barat, yang terus terdesak. Foto: Aspinall Foundation
Surili, primata endemik Jawa Barat, yang terus terdesak. Foto: Aspinall Foundation
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,