Mongabay Travel: Wisata Unik di Sungai Terpanjang Indonesia

Bila berkunjung ke Kota Pontianak, Kalimantan Barat, sempatkanlah sejenak menikmati suasana Sungai Kapuas. Sungai berwarna coklat, yang berkelok membelah Pontianak menjadi dua ini, akan terlihat jelas bila kita memandangnya dari pesawat terbang, sesaat sebelum mendarat di Bandara Supadio.

Air berwarna coklat itu dikarenakan kandungan partikel tanah atau lumpur, yang dibawa dari hulu sungai di Kabupaten Kapuas Hulu. Belakangan, bahkan tercemar logam berat, akibat aktivitas pertambangan emas ilegal di bantarannya. Makin ke hulu, aktivitas tersebut makin banyak. Padahal, dahulunya Sungai Kapuas merupakan jalur utama transportasi antar-daerah di Kalimantan Barat. Panjangnya yang 1.178 kilometer, menobatkannya sebagai sungai terpanjang di Indonesia.

Terlepas dari permasalahannya, Pemerintah Kota Pontianak telah menata ulang bantaran Sungai Kapuas itu untuk membuatnya lebih ciamik. Taman Alun Kapuas yang sebelumnya disebut kawasan “depan Korem” karena ada Markas Komando Resor Militer 121/Alambhana Wanawai tak jauh dari bantaran sungai dijadikan sentra kegiatan.

Kini, kawasan tersebut menjadi landmark Kota Pontianak yang asri dan bersih. Pengunjung bisa menikmati rindangnya pohon di taman, bersantai di bangku, atau mengabadikan momen berlatar belakang miniatur Tugu Khatulistiwa.

Sungai Kapuas yang terlihat indah di sore hari. Foto: Sapariah Saturi
Sungai Kapuas yang terlihat indah di sore hari. Foto: Sapariah Saturi

Di kawasan ini pula, pengunjung bisa berlayar mengarungi Sungai Kapuas, menggunakan kapal bandong. Kapal ini replika kapal khas masyarakat Kalimantan Barat, seperti rumah terapung. Di dalamnya ada kamar tidur, kamar mandi, dapur, bahkan gudang. Dulunya, kapal bandong mengangkut aneka barang, mulai sembako, hewan, hingga manusia. Desainnya dibuat senyaman mungkin karena perjalanan sungai masa itu tergolong lama.

Naik kapal wisata ini tarifnya Rp15 ribu, sedangkan anak-anak Rp10 ribu, dengan lama pelayaran 30 – 45 menit. Pengunjung akan dibawa menyusuri sungai, melewati Masjid Jami’, Keraton Kadriyah Pontianak, meluncur ke bawah jembatan Kapuas, hingga ke kawasan Banjar Serasan. Saat menyusuri sungai akan terlihat juga meriam-meriam berdiameter satu meter berjajar di pinggir sungai. Biasanya, meriam dibunyikan saat berbuka puasa Bulan Ramadan, Hari Raya Islam, dan Hari Ulang Tahun Kota Pontianak.

Sungai Kapuas sudah sejak lama digunakan sebagai jalur transportasi air yang menghubungkan antar-daerah di Kalimantan Barat. Foto: Sapariah Saturi
Sungai Kapuas sudah sejak lama digunakan sebagai jalur transportasi air yang menghubungkan antar-daerah di Kalimantan Barat. Foto: Sapariah Saturi

“Sungai Kapus akan lebih indah bila masyarakat tidak lagi membuang sampah. Tidak hanya masyarakat di bantaran sungai, tetapi warga Kota Pontianak keseluruhan,” ujar Adela Zakiyatunissa (23), Mahasiswa FKIP Universitas Tanjungpura (Untan), yang berharap kebersihan Sungai Kapuas selalu terjaga.

Khusus untuk mempercantik kota, Pemerintah Kota Pontianak mulai tahun ini membangun water front city di bantaran Kapuas. Dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pembangunan bantaran sungai tersebut dijanjikan tidak akan ada acara penggusuran. “Justru akan kita tata sebaik mungkin, untuk mengindari kesan kumuh,” kata Wakil Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono.

Pada bantaran Sungai Kapuas, memang terdapat permukiman warga. Saat ini, kawasan tersebut mulai ditata dengan penambahan konsep mural di dinding rumah warga. Masjid Jami, masjid tertua di Kota Pontianak yang menghadap ke sungai, juga akan ditata kembali.

Bantaran Sungai Kapuas kini sudah rapi dan bersih. Foto: Putri Hadrian
Bantaran Sungai Kapuas kini sudah rapi dan bersih. Foto: Putri Hadrian

Susur sungai

Selain berlayar dengan kapal bandong, pengunjung juga bisa mengarungi sungai menggunakan kano, yang dikelola warga setempat. “Arus dan gelombangnya cukup kuat. Kalau tidak bisa mengimbangi dan panik, bisa terbalik,” kata Kartini (27), pegawai swasta.

Kartini dan temannya penasaran menjajal kano di Sungai Kapuas yang ternyata tidak semudah yang dilihat. Tips bagi yang ingin menjajal kano, gunakan pakaian yang nyaman dan ringan. Tarif sewanya Rp10 ribu per jam.

Menyusuri Sungai Kapuas menggunakan kano merupakan cara asik yang patut dicoba. Foto: Sapariah Saturi
Menyusuri Sungai Kapuas menggunakan kano merupakan cara asik yang patut dicoba. Foto: Sapariah Saturi

Bagi yang hobi mancing, Sungai Kapuas merupakan habitat beragam ikan air tawar. Sekitar 700 jenis, 40 jenis terancam punah dan 12 jenis langka, hidup di sungai yang diawali di wilayah Pegunungan Muller hingga ke Selat Karimata ini. Berbagai literatur menyebutkan, potensi perikanan air tawar di Sungai Kapuas bisa mencapai 2 juta ton. Tentunya, potensi ini akan lebih baik jika hutan yang berada di sepanjang sisi sungai dijaga.

Sungai dengan lebar 70 -150 meter ini, tidak pernah kering sepanjang tahun. Ridho Bayumi (30) yang merupakan masyarakat setempat mengatakan, kabar mengenai ikan-ikan raksasa yang hidup di Sungai Kapuas menjadi tantangan tersendiri baginya untuk memancing. “Lalu lintas di hilir sungai yang padat membuat tidak semua jenis ikan mampu bertahan,” katanya.

Ikan tapah yang didapatkan masyarakat. Foto: Akun Facebook Sri Fitriani
Ikan tapah yang didapatkan masyarakat Desa Tebedak, 18 Oktober 2016. Foto: Akun Facebook Sri Fitriani

Ikan-ikan berukuran besar yang ada di Sungai Kapuas antara lain tapah, patin, kalui, belidak, baung serta toman. Belum lama ini di media sosial, tersebar penemuan ikan tapah dalam jumlah banyak dan berukuran besar. Pemilik akun Facebook Sri Fitriani mengunggah beberapa foto pada 18 Oktober 2016, saat warga Desa Tebedak memancing ikan tapah yang disebut kerap muncul saat air surut.

Pada 2013 lalu, seekor ikan patin berukuran besar tertangkap kail nelayan asal Desa Bunut Hilir, Kecamatan Bunut Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Ikan air tawar seberat 48 kilogram itu mengundang perhatian warga untuk mengabadikannya dengan kamera. Rudini alias Edhu, warga Desa Bunut Hilir mengatakan, ikan raksasa tersebut tertangkap kail milik Abdul Madjid, nelayan setempat. “Ini temuan pertama jenis patin terbesar di Kapuas Hulu,” terangnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,