Bentang Laut Kepala Burung Dijaga 27 Kelompok Lokal Papua Barat  

Menyandang predikat sebagai provinsi konservasi, Papua Barat terus berupaya untuk menjaga bentang alam yang ada di provinsi tersebut. Salah satunya, adalah dengan menggandeng 27 kelompok independen lokal yang fokus melaksanakan konservasi di wilayah Bentang Laut Kepala Burung (BLKB).

Bekerja sama dengan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) non profit, Pemerintah Provinsi Papua Barat menggelar forum INOVASI BLKB yang dilaksanakan di ibu kota Papua Barat, Manokwari, 4-6 Oktober lalu. Forum tersebut didukung Conservation International (CI) Indonesia, The Nature Conservacy (TNC), dan World Wildlife Fund (WWF) Indonesia.

Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat Nathaniel D. Mandacan mengatakan, digelarnya forum tersebut, tidak lain untuk dijadikan sarana berbagi dan pembentukan jejaring bagi 27 kelompok yang berhak mendapatkan hibah Inovation Small Grants Program (ISGP).

Dia mengatakan, ISGP merupakan program hibah kecil dan menengah yang diberikan kepada kelompok-kelompok lokal pelaku konservasi di wilayah BLKB yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia.

“Kepemilikan lokal merupakan aspek penting bagi keberlanjutan jangka panjang dan keberhasilan pembangunan di Provinsi Papua Barat yang mengedepankan prinsip-prinsip kelestarian sesuai visi Provinsi Konservasi,” jelas dia.

Di Papua Barat, CI Indonesia bersama dengan WWF dan TNC, dan Pemprov Papua Barat, melakukan berbagai program konservasi di wilayah tersebut sejak 10 tahun silam. ISGP sendiri merupakan salah satu program untuk memperkuat keterlibatan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mendukung upaya konservasi di wilayah perairan Bentang Laut Kepala Burung.

Adapun, 27 kelompok yang menerima hibah yang bertanggung atas 32 inisiatif terpilih dari 63 proposal, seluruhnya berasal dari Papua Barat. Ke-27 kelompok tersebut berasal dari Kabupaten Kaimana, Kota Sorong, Teluk Wondama, Raja Ampat, Teluk Bintuni, Tambrauw, Biak, dan provinsi Papua.

Dari 27 kelompok tersebut, sebanyak 15 kelompok atau hampir 60% merupakan komunitas akar rumput yang berasal dari masyarakat dan bukan merupakan lembaga berbadan hukum. Seluruh kelompok tersebut, melaksanakan inisiasi konservasi berfokus pada kesehatan lingkungan, pembangunan kapasitas lokal, penguatan produksi perikanan berkelanjutan, serta perlindungan habitat dan spesies.

Hutan mangrove di Teluk Etna, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat yang masih asri. Mangrove di Teluk Etna menjadi bagian dari mangrove Kaimana yang terluas di Indonesia. Foto : M Ambari
Hutan mangrove di Teluk Etna, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat yang masih asri. Mangrove di Teluk Etna menjadi bagian dari mangrove Kaimana yang terluas di Indonesia. Foto : M Ambari

Di antara kelompok penerima hibah, adalah Kelompok Peduli Sungai Remu dari Kota Sorong. Kelompok tersebut, adalah kelompok berbasis masyarakat yang fokus menjaga Sungai Remu yang menjadi ikon Sorong selama ini. Menurut pendirinya, Syafruddin Sabonnama, inisiatif tersebut menjadi yang pertama untuk fokus menjaga Sungai Remu.

“Lewat dana hibah yang dikucurkan oleh ISGP, Kelompok Peduli Sungai Remu bisa melaksanakan berbagai inisiatif konservasi,” ucap dia.

Sebelum mendapatkan hibah, Syafruddin mengatakan, inisiasi yang dilakukan kelompoknya berhasil mendorong lahirnya Peraturan Daerah Kota Sorong Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Hutan Mangrove di Kawasan Muara Sungai dan Pantai.

Dengan diraihnya hibah untuk konservasi Sungai Remu, dia semakin optimis program penjagaan sungai Remu bisa lebih baik lagi. Dia berharap, di masa berikutnya ISGP bisa konsisten membantu kelompok-kelompok lokal yang fokus melaksanakan konservasi.

“Itu untuk menjamin rasa kepemilikan lokal terhadap wilayah konservasi di Papua Barat, baik kawasan perairan maupun darat, yang mendukung inisiatif Pemerintah Papua Barat sebagai Provinsi Konservasi,” pungkas dia.

Sementara itu, Marine Program Director CI Indonesia Victor Nikijuluw menyatakan, program hibah untuk kelompok-kelompok lokal, ke depannya diharapkan mampu menyasar kelompok-kelompok lokal yang melakukan konservasi darat.

“Upaya konservasi darat dan konservasi kelautan yang terintegrasi dari hulu-hilir akan mendukung kebijakan Pemerintah Provinsi mencapai pembangunan berkelanjutan,” tandas dia.

Wisata Bahari

Di Jakarta, Pemerintah Indonesia mendorong kawasan konservasi yang ada di wilayah perairan Indonesia untuk dijadikan objek wisata bahari. Inisiasi tersebut sejalan dengan rencana Pemerintah mewujudkan 27 juta hektare kawasan konservasi perairan pada 2020 mendatang.

Untuk mewujudkan kawasan konservasi menjadi kawasan wisata bahari, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng stakeholder untuk melaksanakan pengelolaan kawasan konservasi secara lengkap.

Ikan pari manta, meski berukuran raksasa, tapi jinak terhadap penyelam. Manta ini banyak terdapat di perairan Raja Ampat, Papua Barat. Foto : Conservation International Indonesia
Ikan pari manta, meski berukuran raksasa, tapi jinak terhadap penyelam. Manta ini banyak terdapat di perairan Raja Ampat, Papua Barat. Foto : Conservation International Indonesia

Salah satu pihak yang diajak kerja sama, adalah Wildlife Conservation Society Indonesia Program (WCS-IP). LSM non profit tersebut diajak bekerja sama untuk pengelolaan kawasan konservasi, jenis ikan yang dilindungi, dan sumber daya ikan di Indonesia.

Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaya mengatakan, kerja sama ini adalah langkah awal KKP dan WCS untuk secara bersama menyusun rencana untuk menjaga sumber daya kelautan dan perikanan serta mewariskannya kepada generasi mendatang.

“Indonesia saat ini secara serius mengembangkan potensi pariwisata. Salah satu yang menjadi keunggulan Indonesia adalah wisata bahari. Bagi kami ini sebuah kebahagiaan dan kebanggaan karena Indonesia sudah mulai menoleh ke laut,” ucap dia.

Akan  tetapi, menurut Sjarief, di balik potensi yang sangat besar, pihaknya mulai khawatir bahwa laut akan dieksplorasi sebanyak mungkin  tanpa menjaganya denga baik. Kata dia, jika orang mulai menoleh ke laut, investasi besar akan masuk ke laut.

“Kami mohon dukungan semua untuk seluruh kawasan konservasi yang sudah ditetapkan, nantinya akan menjadi tujuan wisata,” harap dia.

Kawasan konservasi yang ditargetkan menjadi tujuan wisata, lanjut Sjarief, harus mengedepankan keberlangsungan sumber daya dan kesejahteraan masyarakat. Untuk ke depannya, KKP akan bekerja sama dengan stakeholder terkait mengenai persyaratan kawasan konservasi yang akan menjadi destinasi wisata di Indonesia.

Country Director WCS Indonesia Program Noviar Andayani mengatakan, tujuan penandatanganan kerja sama ini adalah untuk mengelola sektor kelautan dan perikanan dengan mengedepankan keberlangsungan sumber daya dan kesejahteraan masyarakat.

“Kami memulai babak baru bekerja sama dengan KKP, membantu pemerintah Indonesia dalam pengelolaan kawasan konservasi, jenis ikan yang dilindungi, dan sumber daya ikan dengan mengedepankan keberlangsungan sumber daya dan kesejahteraan masyarakat melalui program perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya,” ujar Noviar.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,