Hari beranjak senja. Suasana di ujung Desa Bandar Baru, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut) terlihat tenang dan damai. Suara jangkrik perlahan mulai terdengar. Udara dingin seakan menusuk tubuh saya saat tiba di pusat penyelamatan satwa, Indonesia Spesies Conservation Program (ISCP), belum lama ini.
Di tempat rindang, dengan hembusan angin sejuk, terlihat sejumlah binatang bergerak lamban. Ialah kukang Sumatera. ISCP membuat program karantina kukang hasil sitaan Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumut (BBKSDA Sumut). Maupun penyerahan langsung sukarela, oleh warga ke ISCP. Jumlah ada empat.
Rudianto Sembiring, Eksekutif Direktur ISCP tengah memperhatikan tim medis memeriksa dan merawat kukang-kukang ini.
Dia bilang, banyak sekali masyarakat di pedesaan belum memahami kukang satwa dilindungi sesuai UU Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE).
Kukang (Nycticebus coucang) ada tiga spesies di Indonesia, yaitu kukang sumatera, kukang Jawa dan kukang borneo. Kukang Jawa berdasarkan IUCN menjadi primata paling terancam punah masuk status kritis (critically endangered).
Di Sumut, katanya, belum ada tempat khusus merawat kukang sitaan atau serah terima sukarela warga. Atas dasar itulah mereka membuat karantina kukang.
Program ini sejak 2015, dan banyak kukang mereka rawat kemudian rilis ke alam. Saat ini, di ISCP Sibolangit, ada empat kukang proses karantina. Satu serahan warga ke BKSDA Sumut dengan sukarela, satu serahan warga Desa Kuta Maleh, satu dari warga Berastagi, dan satu sutaan di Balige.
Kukang, katanya, harus rehabilitasi terlebih dahulu sebelum pelepas liaran kembali ke habitat. Selama ini, kukang sitaan warga tak makan sesuai pakan seperti di alam. Pemelihara memberikan makanan tak layak dan tak semestinya.
Selama ini, hasil pengumpulan data mereka, makanan pemberian si pemelihara seperti pisang goreng, teh manis dan roti. Padahal kukang hidup di alam makan serangga, buah-buahan, getah pohon, dan telur burung.
Banyak warga pelihara kukang karena unik, lucu dan memiliki gerak lamban, bulu indah. Ada yang memburu dan memperdagangkan sembunyi-sembunyi, dan ada jual beli terbuka. Perdagangan satwa dilindungi juga melalui media online seperti Facebook dan sejenisnya.
Banyak warga tak tahu, di balik rupa lucu ini, ucap Rudianto, ada racun toksin di tubuhnya. Jika manusia terkena gigitan, akan sangat fatal bagi kesehatan.
Kukang sitaan maupun serahan sukarela warga yang menemukan di kebun atau pinggir hutan, katanya, akan menjalani pemeriksaan menyeluruh, mulai gigi hingga organ bagian dalam dan tubuh luar.
Kukang, satwa imut yang banyak diburu. Foto: Ayat S Karokaro
Setelah beberapa hari dalam klinik hewan, kukang sitaan akan menjalani rehabilitasi di kandang sementara. Setelah itu, ditempatkan dalam kandang pelepasliaran, dan persiapan rilis ke alam. Sebelum lepas liar, pemeriksaan kembali kesehatan akhir.
Kala kukang tak memiliki gigi, satwa ini terpaksa tak dilepaskan. Kalau paksa rilis tanpa gigi, akan sangat riskan. Mereka akan sulit bertahan.
Hasil penelusuran mereka, warga yang memelihara kukang, biasa mencabut gigi, agar tak menggigit.
“Ini sangat kejam dan keji. Penegakan hukum harus dilakukan bagi yang memperdagangkan, memelihara ilegal apalagi memburu dan membunuh. Harus diberikan hukuman maksimal,” katanya.
Selain menjalankan tindakan hukum, BBKSDA Sumut bersama tim ISCP sosialisasi kepada masyarakat sekitar hutan, untuk tak memburu atau memperdagangkan kukang.