Sebelas penambang tradisional lubang jarum di Desa Simpang Parit, Kecamatan Renah Pembarap, Kabupaten Merangin, Jambi, meregang nyawa di lubang galian tambang. Kejadian sekitar Senin (24/10/16) sekitar pukul 12.00. Informasi didapat dari warga, ke 11 korban adalah Tami (45), Yungtuk (30), Si’am (28), Hamzah (55), Jurnal (21), Catur (24) dan Guntur (34), dan Cito (25). Mereka warga Sungai Nilau, Kecamatan Sungai Manau.
Korban lain warga Desa Tanjung Muduh dua orang, yakni, Zulfikar (25) dan Arman (53) serta Erwin (44) warga Desa Air Batu, Kecamatan Renah Pembarap.
Sementara data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jambi merilis 11 korban sebagai berikut , Tami (45), Yongtok (30), Siam (28), Hamzah (55), Jurnal (21), Lukman (34), Guntur (34), Sito (25), Zulfikar (25), Herman (53), dan Erwin (44) kejadian di Desa Sei Macang, Kecamatan Renah Pembarap, Merangin.
Sulaiman (45), Paman dua keponakan yang menjadi korban , yaitu Ciko dan Jurnal menyebutkan, penambang berangkat sejak minggu pagi dari desa.
“Keponakan saya diajak temannya, berangkat sejak minggu pagi. Kejadiaan itu berdasarkan informasi tim penambang lain di lubang berbeda Senin siang. Lubang mereka gali jebol ke bekas galian tambang di sebelahnya yang sudah berisi air banyak. Mereka terperangkap,” katanya.
Hingga kini, warga silih berganti menuju lokasi tragedi naas itu.
“Dari semalam, hingga sore, warga terus ke lokasi. Ada yang sudah pulang, namun berganti lagi dengan warga lain,” katanya.
Menurut Sulaiman, keponakannya mencari emas hanya pencaharian tambahan. Ini kali pertama warga desa dia menjadi korban. “Biaso mereka nyadap getahlah, kalau menambang emas itu sambilan.”
Kepala Bidang Penanggulangan Bencana Badan Penanggulangan Bencana Jambi, Dalmanto menyebutkan, tim evakuasi lebih 100 orang terdiri dari Basarnas, BPBD, Kepolisian dan TNI menyedot air dan lumpur dari lubang.
“Lubang penuh air hingga ke prmukaan. Diperkirakan lubang berdiameter dua meter ini kedalamanan 30-50 meter,” katanya.
Untuk mencapai lokasi ini, katanya, perlu sekitar dua jam menyusuri sungai. “Ke lokasi jika ada perahu, kira-kira dua jam perjalanan kalau dari desa kami.”
Sulaiman pasrah dengan musibah ini. Dia bilang, keluarga mereka mencoba ihlas.“Ini cobaan untuk desa kami. Mudah-mudahan pengalaman ini bisa jadi pelajaran.”
Desa Sungai Nilau, Renah Pembarab, Merangin, memiliki penduduk sekitar 400 keluarga. Mereka rata-rata mengandalkan perkebunan karet. Harga karet tak stabil, membuat banyak warga beralih menjadi penambang emas.
April lalu, empat warga Desa Sungai Parit juga tewas pada galian lubang jarum penambangan emas tradisional.
Kapolda Jambi, Brigjen Polisi Yazid Fanani dalam pertemuan dengan sejumlah wartawan tak berkomentar banyak. “Kita sekarang upaya evakuasi. PETI (penambangan emas tanpa izin-red) kita larang. Kita lakukan penindakan. Yang pasti PETI melanggar UU.”
Penambangan emas tradisional, di Merangin, seharusnya menjadi isu nasional. Ahmad Kausari anggota Komisi III DPRD Merangin mengatakan, sudah jadi persoalan serius hingga pemerintah pusat harus membantu mengatasi.
“Sejak peristiwa pembakaran Polsek Tabir, seharusnya sudah menjadi isu nasional. PETI terlalu banyak memakan korban. Belum lagi dampak kerusakan lingkungan oleh PETI,“ katanya.
Kausari mengatakan, harus ada komitmen tegas dari semua instansi hingga tambang tradisional bisa diatasi.
“Jika sulit berhadapan langsung dengan penambang, cukup hentikan pasokan bahan bakar minyak. Kita semua tahu, banyak oknum juga menggantungkan hidup di sini,” katanya.