Apa Manfaat Rusia Bangun Unit Pengolahan Ikan di 4 Pelabuhan Besar?

Sejak sektor perikanan tangkap dinyatakan masuk dalam daftar negatif investasi (DNI) yang menyebabkan investor asing dilarang untuk menanamkan modalnya di Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) langsung mengalihkan aliran investasi asing ke sektor industri pengolahan perikanan yang saat ini ada.

Namun, sejak diberlakukan kebijakan DNI pada 2014, belum ada investor asing yang menanamkan investasinya di sektor perikanan tangkap. Hingga akhirnya, KKP mengumumkan ada beberapa negara yang menyatakan ketertarikannya untuk berinvestasi di sektor perikanan tangkap. Negara tersebut, adalah Rusia dan Vietnam.

Kedua negara tersebut, kemudian disebut secara tegas oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Vietnam, disebut akan berinvestasi di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Sementara, Rusia, tidak disebut di lokasi mana akan menanamkan investasinya.

Tetapi, teka-teki tersebut akhirnya mulai terkuak saat Indonesia mengadakan pertemuan bilateral dengan Rusia. Indonesia yang diwakili Susi Pudjiastuti dan Rusia oleh Menteri Perdagangan Denis Manturov, secara bersama menyatakan akan bekerja sama untuk mengembangkan sektor perikanan dan kelautan, khususnya dalam sektor pengolahan perikanan.

Kerja sama tersebut menjadi bahasan lanjutan yang sebelumnya sudah dilakukan Presiden RI Joko Widodo saat melakukan kunjungan kenegaraan ke Rusia di Sochi pada 17-21 Mei lalu. Presiden saat itu hadir di Rusia untuk memperkuat kerja sama perdagangan dalam sektor kelautan dan perikanan.

Dalam pertemuan lanjutan yang digelar di Jakarta, Senin (31/10/2016), Indonesia menawarkan kepada Rusia untuk menanamkan modalnya dalam industri pengolahan ikan dan infrastruktur pelabuhan. Tawaran tersebut, terutama berlaku untuk perusahaan asal Rusia yang bergerak dalam tambang dan energi, Blackspace.

“Untuk tahap awal, Blackspace direncanakan akan membangun Unit Pengolahan Ikan (UPI) di empat lokasi pelabuhan perikanan yang ada di Indonesia,” ujar Susi.

Adapun, Susi menyebut, keempat lokasi pelabuhan yang akan dikembangkan tersebut, adalah Pelabuhan Lampulo, Banda Aceh (Aceh), Untia, Makassar (Sulawesi Selatan), Sendang Biru, Kabupaten Malang (Jawa Timur), dan Prigi, Trenggalek (Jawa Timur).

Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Syahril Japarin menjelaskan, kerja sama yang dijalin pihaknya dengan Rusia, adalah untuk membangun Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang terintegrasi dengan Blackspace, perusahaan dari Rusia.

Secara teknis, dia menyebut, kerja sama tersebut menetapkan Blackspace sebagai pemodal tunggal dan Perindo berstatus sebagai pelaksana di lapangan yang mendapatkan saham hingga 20 persen. Tak hanya itu, Perindo juga berperan untuk memasok kapal dan alat tangkap ikan ke seluruh daerah, karena Rusia adalah investor asing dan dilarang berinvestasi di perikanan tangkap.

Lokasi pembangunan Pelabuhan di Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau pada awal September 2016. Pembangunan pelabuhan itu sebagai bagian dari pembangunan sentra perikanan dan kelautan terpadu (SKPT) dari program KKP. Foto : M Ambari
Lokasi pembangunan Pelabuhan di Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau pada awal September 2016. Pembangunan pelabuhan itu sebagai bagian dari pembangunan sentra perikanan dan kelautan terpadu (SKPT) dari program KKP. Foto : M Ambari

Syahril mengatakan, dengan adanya kerja sama tersebut, pemasaran ikan dari daerah bisa lebih jelas dan itu akan memberi keuntungan bagi masyarakat dan Negara. Dia menyebut, selain 20 persen saham, ikan yang ditampung Perindo dari nelayan, akan dijual ke perusahaan patungan yang dibentuk dengan Rusia.

Dengan fokus pada 4 UPI di empat pelabuhan berbeda, Syahril berharap kerja sama ke depan bisa lebih baik lagi dan melebar ke pelabuhan lain yang ada di Indonesia. Dengan demikian, pemasaran hasil perikanan di seluruh daerah bisa terserap secara merata.

Pengembangan 20 SKPT

Tak hanya empat pelabuhan tersebut, Susi mengungkapkan, kerja sama dengan Rusia juga mencakup untuk pengembangan sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) di 20 lokasi kawasan terdepan dan perbatasan Indonesia.

“Kerja sama, terutama untuk pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana pengolahan produk kelautan dan perikanan, cold chain system, energi terbarukan dan pengembangan integrated aquaculture,” jelas dia.

Secara umum, kerja sama yang dijalin Indonesia dengan Rusia, mencakup perdagangan produk perikanan di kawasan Eropa Tengah dan Timur, serta pemberantasan illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing.

Selain itu, Susi mengajak Rusia untuk menjaga hubungan baik dan menindaklanjuti dalam hal kerja sama, terutama sharing data. Diharapkan dengan kerjasama ini, Indonesia dan Rusia menjadi negara beda benua yang melakukan koordinasi serta konsolidasi lebih giat, terutama dalam memerangi IUUF.

Untuk perdagangan, Susi memaparkan, perluasan akses pasar bagi produk perikanan Indonesia menjadi salah satu target yang ditetapkan. Selain, kerja sama untuk peningkatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) bagi aparatur dan pelaku usaha Indonesia untuk memenuhi standar kualitas dan kesehatan.

“Hal ini sesuai dengan yang dipersyaratkan Custom Union sebagai salah satu implementasi Mutual Recognition Arrangement (MRA) RI – Rusia,” tutur dia.

“Indonesia adalah negara yang besar dari segi luas wilayah dan kekayaan alamnya. Oleh karena itu, saya yakin Indonesia adalah salah satu partner strategis bagi Rusia dalam hal ekonomi. Perikanan Indonesia adalah salah satu sektor yang sangat potensial dan menarik untuk para investor Rusia,” tambah dia.

Akses Pulau Terdepan ke Rusia

Berkaitan dengan pembangunan dan pengembangan 20 SKPT yang sedang dikerjakan saat ini, Indonesia membuka tawaran kerja sama kepada Rusia untuk membukan akses jalur udara langsung ke pulau terdepan dan kawasan perbatasan yang menjadi lokasi SKPT.

Walau tak banyak bicara, namun Menteri Perdagangan Denis Manturov langsung bereaksi dengan memberikan respon positif atas ide tersebut. Bagi Rusia, pembukaan rute penerbangan langsung ke 20 SKPT, akan menjadi nilai lebih untuk sektor kelautan dan perikanan.

Lokasi pembangunan Pelabuhan di Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau pada awal September 2016. Pembangunan pelabuhan itu sebagai bagian dari pembangunan sentra perikanan dan kelautan terpadu (SKPT) dari program KKP. Foto : M Ambari
Lokasi pembangunan Pelabuhan di Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau pada awal September 2016. Pembangunan pelabuhan itu sebagai bagian dari pembangunan sentra perikanan dan kelautan terpadu (SKPT) dari program KKP. Foto : M Ambari

Tak hanya itu, Susi Pudjiastuti juga berpendapat, dengan membuka jalur penerbangan langsung ke 20 SKPT yang berlokasi di pulau terdepan dan kawasan perbatasan Negara, Indonesia secara tak langsung akan terkena dampak positif karena akan ada pengembangan yang cepat.

“Kerjasama di bidang penerbangan, saya pikir dapat mengembangkan kota-kota kecil yang memiliki potensi besar,” jelas dia.

Susi mengungkapkan, pembukaan jalur penerbangan langsung ke Rusia, salah satunya diharapkan ke ibu kota Moskow. Kota tersebut menjadi tujuan utama, karena menjadi sentral dari perdagangan dan pemerintahan Rusia.

“Saya ingin adanya jalur penerbangan langsung ke Moscow. Ke depannya kami akan bekerja sama dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dan Garuda Indonesia. Kami ingin Indonesia jadi poros maritim dunia,” ujarnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,