Begini, Kondisi Pesut Mahakam di Teluk Balikpapan

Bagaimana kondisi pesut mahakam (Orcaella brevirostris) yang ada di Teluk Balikpapan saat ini? Yayasan Konservasi RASI (Rare Aquatic Species of Indonesia) dan Forum Peduli Teluk Balikpapan telah melakukan pemantauan terhadap lumba-lumba air tawar tersebut.

Peneliti sekaligus penasehat ilmiah Rare Aquatic Spesies of Indonesia (RASI), Danielle Kreb menuturkan, pesut mahakam merupakan penghuni tetap di Teluk Balikpapan. Mereka berada di area tersebut yang merupakan lokasi kesehariannya, juga dalam hal mencari makan. Pulau Balang merupakan wilayah penting bagi mamalia yang jumlahnya diperkirakan sekitar 70 individu ini.

“Perluasan industri Kawasan Industri Kariangau (KIK) memang mengancam, termasuk pembangunan jembatan Pulau Balang II. Saat ini, kondisi Teluk Balikpapan mengkhawatirkan. Tanah yang erosi, abrasi berlarut, dan sedimentasi,” jelasnya di penghujung Oktober.

Pihaknya berharap, KIK tidak lagi diperluas hingga menjorok ke perairan. Hasil wawancara RASI dengan beberapa nelayan di Teluk Balikpapan menunjukkan, ikan yang ada di Teluk Balikpapan berkurang. Nasib tersebut tidak jauh berbeda dengan mamalia yang ada, sebab pakan utama mereka adalah ikan.

Danielle merinci, jika pemasangan tiang pancang jembatan utama berlanjut, kebisingan yang ditimbulkan akan berefek pada kehidupan pesut. Mereka bisa setres sehingga berat badannya menurun. Tidak hanya itu, jika telinganya cidera karena pantulan suara dari pemasangan tiang pancang, maka kemampuan sensor akustiknya akan hilang. “Semua itu bisa menyebabkan kematian. Bersama Forum Peduli Teluk Balikpapan, RASI menuntut adanya pengawas di sana.”

Danielle meyakini, setelah pembangunan Jembatan Pulau Balang usai, pemerintah akan membuat zonasi khusus bagi mamalia. “Sesuai rencana yang pernah digagas KKP, akan ada zonasi untuk mamalia di Teluk Balikpapan, setelah jembatan selesai. Tidak mudah memang  menyelaraskan kepentingan ekonomi dan ekologi, pembangunan dan lingkungan. Dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan harus ditekan.”

Pesut mahakam di Teluk Balikpapan merupakan penghuni tetap di wilayah ini. Foto: Facebook RASI
Pesut mahakam di Teluk Balikpapan merupakan penghuni tetap di wilayah ini. Foto: akun Facebook RASI

Diawasi

Pembangunan jembatan utama Pulau Balang II memang dikawatirkan mengganggu populasi pesut di Teluk Balikpapan. Proses pembangunan dan pemasangan tiang pancang utama yang menyambungkan Pulau Balang, Penajam Paser Utara (PPU) dengan Balikpapan, Kalimantan Timur, akan menimbulkan dentuman dan bunyi-bunyian.

Koordinator Forum Peduli Teluk Balikpapan, Husein, mengatakan pembangunan jembatan utama itu dipastikan mengganggu kehidupan mamalia terutama pesut. Meski pada proyeknya sendiri, kata dia, kontraktor PT. Hutama Karya (PT.HK) menyatakan belum melakukan pemasangan tiang pancang utama.

Menurut Husein, September 2016, Forum Peduli Teluk Balikpapan telah menemui PT. HK  yang dimediasi oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Balikpapan. “Mereka bilang, baru proses pemasangan luar saja, belum pengeboran dan mengklarifikasi jika proses pembangunan itu tidak akan mengganggu kehidupan mamalia di sana.”

Dijelaskan Husein, pesut merupakan salah satu kekayaan Teluk Balikpapan yang diperlukan zonasi untuk kehidupannya. “Area konservasi mereka tidak boleh diganggu oleh perluasan industri. Pemerintah harus membatasi perkembangan industri demi kehidupan mamalia di teluk ini,” sebutnya.

Pembangunan Jembatan Pulau Balang, Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Foto: Hendar
Pembangunan Jembatan Pulau Balang, Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Foto: Hendar

Dosen sekaligus peneliti kelautan dari Universitas Mulawarman yang tergabung dalam Mitra Bahari Kaltim, Muchlis Efendi, menerangkan pesut-pesut di Teluk Balikpapan dibawah pengawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim. “Pesut itu bergerak dari hulu ke hilir, demikian sebaliknya. Diprediksi, kawasan pembangunan Jembatan Pulau Balang II itu merupakan lintasan pesut yang dampaknya harus diukur.”

Di air, dentuman suara dan getaran yang ditimbulkan dari sebuah aktivitas akan terasa sepuluh kali lebih cepat ketimbang di darat. Jika pemasangan tiang pancang utama masih menggunakan alat berat seperti dipukul dari atas, diprediksi bunyi-bunyiannya itu akan mengganggu sensor akustik pesut. Efeknya, komunikasi antar-pesut terganggu, bisa menyebabkan pesut tersesat atau juga tidak bisa mencari pakan lagi yang berujung kematian.

“Dikhawatirkan berdampak pada sensor akustik maupun motorik. Kita perlu lihat, apakah lokasi Jembatan Pulau Balang II itu merupakan area migrasi saja atau memang tempatnya mencari pakan utama.”

Kepala BKSDA Kaltim, Sunandar, mengatakan dalam memonitor pesut-pesut yang ada di Teluk Balikpapan pihaknya bekerja sama dengan RASI. “Untuk Teluk Balikpapan, kondisi pembangunan Jembatan Pulau Balang II dalam pengawasan BLH Balikpapan. Sedangkan mamalia yang ada, kami bekerja sama dengan semua pihak.”

Kepala BLH Balikpapan, Suryanto, membenarkan adanya aktivitas pembangunan Jembatan Pulau Balang II di Teluk Balikpapan itu. Menurutnya, pihak kontraktor berjanji akan menghubungi BLH Balikpapan jika aktivitas pemasangan tiang pancang utama dilakukan.

“Pembangunan jembatan sudah dikoordinasikan yang diharapkan tidak mengganggu habitat satwa yang ada di Teluk Balikpapan. Jika pemasangan tiang pancang dilakukan BLH pastinya akan memantau,” pungkasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,