Mau Tahu Seputar Praktik-praktik Pengelolaan Gambut? Mari Datang ke Jambore Ini…

Lebih dari 1.000 warga akan berkumpul di GOR Kotabaru, Jambi mengikuti Jambore Masyarakat Gambut (JMG)2016. Sebagian besar petani gambut, masyarakat peduli api, perangkat desa dan para pendamping.

Mereka datang dari tujuh provinsi yang menjadi target sentral restorasi gambut, yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan. Sumatera Selatan, Riau dan Jambi dan Papua. Ada juga beberapa wakil dari Aceh dan tempat lain.

JMG yang diselenggarakan Badan Restorasi Gambut (BRG) bersama Kementerian  Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah Jambi, tim restorasi gambut Jambi, serta sejumlah organisasi masyarakat sipil ini akan berlangsung tiga hari, 5-7 November 2016, di GOR Kotabaru, Jambi.

Deputi bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut, Myrna A. Saftri mengatakan, jambore ini menjadi wadah saling berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam penyelamatan gambut berbasis komunitas. “Para peserta menunjukkan upaya inovatif menyelamatkan gambut dan meningkatkan kesejahteraan,” katanya saat jumpa pers di Jambi, Jumat ini.

Dia menyebutkan, acara bertajuk Pulihkan Gambut, Pulihkan Kemanusiaan ini adalah forum mempertemukan warga desa untuk saling terkoneksi. “Ini forum beragam, intinya saling memberi informasi, sharing pengetahuan, sharing pengalaman, memperbanyak teman. Ini bisa jadi satu kelompok kuat.”

“Prinsipnya,  dalam resrtorasi gambut, bukan memulihkan ekosistem, tapi kehidupan masyarakat,” ucap Myrna.

Selama ini, gambut hanya cerita suram, tentang kebakaran, bencana, kemiskinan dan lain-lain. Dengan JMG bisa memunculkan energi positif, bahwa gambut bisa menjadi surga bagi masyarakat.  “Kita yakin, menyelamatkan gambut itu bisa, kalau kita mau kerjasama,” katanya seraya mengatakan acara ini akan jadi agenda tahunan sampai 2020.

Myrna mengatakan, selama ini banyak masyarakat mengelola lahan gambut tipis untuk budidaya. Di Jambi,  ada 900.000 hektar gambut tersebar di Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur dan Muaro Jambi. Sebagian, katanya, dimanfaatkan masyarakat untuk lahan pertanian dan pekebunan.

Myrna Savitri, dari BRG (tengah) kala jumpa pers soal Jambore Masyarakat Gambut. Foto: Yitno S
Myrna Savitri, dari BRG (tengah) kala jumpa pers soal Jambore Masyarakat Gambut. Foto: Yitno S

Ridham Priskap, Ketua Tim Restorasi Gambut Jambi mengatakan, ada beberapa produk berhasil dibudidayakan masyarakat Jambi di lahan gambut.  Masyarakat di Tanjung Jabung Barat, mengembangkan kopi liberika di gambut. Kopi liberika tungkal komposit mulai dikembangkan 60 tahun lalu itu, telah mendapat hak paten dari Kementerian Hukum dan HAM.

Di Tanjung Jabung Timur, masyarakat juga mulai budidaya kedelai dan pinang.  Petani di Kumpeh, Muaro Jambi mengelola lahan gambut untuk tanaman jagung. “Di Tangkit ada nanas. Kalau orang sebut nanas Tangkit, itu sudah jaminan, nanas manis, masak alami,” kata Ridham. Selain untuk sumber ekonomi, nanas juga untuk sekat bakar.

“Walau di bara api akan keluarkan air, walaupun kemarau. Masyarakat mulai untuk barier api,” kata Rudi Syaf, Manajer Komunikasi KKI Warsi.

Tanaman cocok gambut lain, katanya, seperti jelutung. Budidaya jelutung rawa tak perlu mengubah bentang alam gambut. “Jelutung rawa ini walaupun banjir tetap hidup, gak perlu kanal,” katanya mengatakan, tanaman ini bahan dasar bikin permen karet.

JMG, juga akan mewadahi beragam aktivitas, seperti dialog kebijakan, forum aksi dan panggung inovasi rakyat, pondok belajar gambut, sudut pengetahuan, nonton bareng, diskusi serta pameran.

Ridham berharap, acara JMG bisa menjadi media sosialisasi pada masyarakat untuk bisa mengelola gambut sebaik mungkin.

Myrna mengatakan, Indonesia, setidaknya memiliki 15-20 juta hektar gambut tropis berada di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Tiga pulau inilah menjadi sentral restorasi BRG.

BRG menargetkan 2,4 juta hektar gambut direstorasi hingga 2020. Tahun sama, badan ini juga menargetkan ada 1.000 desa akan didampingi dalam pengelolaan gambut, 300 desa disokong pendanaan lewat APBN dan 200 desa dana donor. Sekitar 500 desa di konsesi perusahaan, biaya akan ditanggung mereka.

Pemerintah Jambi, kata Ridham, sedang merencanakan membuat 72 desa masyarakat gambut pada 2017. Desa ini akan menjadi contoh pengelolaan lahan gambut.

Dari 900.000 hektar lahan gambut di Jambi, 151.000 hektare rusak parah dan target restorasi BRG. Seluas 99.000 rusak, dikuasai perusahaan pemegang konsesi sawit, HTI dan HPH, di Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat dan Mauro Jambi. Menurut Myrna, jumlah cukup besar itu harus segera direstorasi.

Kerusakan lahan gabut, katanya, bukan hanya karena kebakaran tahun sebelumnya, juga pengelolaan keliru. “Jadi ada kubah gambut dalam dibuka menjadi kanal,” katanya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , , ,