Tak Heran Pemerintah Bertahan di Batubara, Kala Pandangan Mereka Seperti Ini…

Pemerintah   tampak kekeuh menjadikan  batubara  sebagai sumber utama  pemenuhan energi meskipun memberikan daya rusak parah bagi lingkungan, kehidupan sosial ekonomi sampai kesehatan masyarakat.  Alasan pemerintah (Kementerian Energi  Sumberdaya  Mineral), sumber daya ini sudah tersedia dan belum tergali optimal. Sebaliknya, beragam alasan keluar kala lamban memanfaatkan limpahan sumber energi  terbarukan di negeri ini. Bahkan, dari kementerian yang mengurus energi itu masih ada yang berpandangan menjaga hutan itu desakan yang menghambat rencana pemerintah.

Kepala Badan  Geologi  Kementerian Energi Sumberdaya Mineral (KESDM) Ego Syahrial  menyampaikan sambutan Menteri ESDM, Ignasius Jonan, dalam seminar pertambangan di Ternate, Maluku Utara, mengatakan, potensi  sumberdaya mineral dan batubara di Indonesia bervariasi. Ia tersebar di kepulauan nusantara.

Indonesia, katanya, produksi  400-415 juta ton batubara per tahun  dengan potensi  cadangan  bisa digunakan  untuk 80-100 tahun ke depan.

Dia bilang, pengelolaan batubara  menghadapi tantangan dengan penggunaan dalam negeri baru 20%, 80% ekspor. Dengan begitu, barubara menjadi program prioritas pemerintah ke depan.

“Kalau  melihat potensi batubara dunia  dengan cadangan 32 juta ton,  (Indonesia) 3% cadangan dunia.  Ironisnya  Indonesia eksportir batubara terbesar dunia. Ada  kenyataan  Indonesia menguatkan    ideologyi energi negara lain,” katanya.

Dengan alasan itu, kebijakan energi Indonesia diubah. Dia berdalih, dulu eksploitasi  sumberdaya alam diambil sebagai revenue.  “Ke depan ekploitasi  SDA terutama untuk kebutuhan lokal di mana sumberdaya itu berada.”

Pemaparan ini tanpa menyinggung kerusakan parah yang ditimbulkan batubara baik di hulu (kawasan tambang) maupun di hilir, seperti sekitar PLTU.

Ketika ditanyakan soal pemanfaatan energi terbarukan, pemerintah beralasan  investasi memerlukan dana  tak sedikit.

Kepala Sub Direktorat Pengawasan Usaha Operasi  Produksi dan Pemasaran  Mineral KESDM mengatakan, memenuhi kebutuhan listrik Indonesia  dalam  waktu singkat sulit tercapai dengan energi terbarukan.

Dia sadar, energi terbarukan seperti panas bumi  secara nasional baru dikelola 3%.  “Memang sudah ada dikelola. Kebanyakan di Jawa, hanya satu di Sumatera Utara dan satu di Sulawesi Utara,” katanya.

Dia berpikiran kalau energi terbarukan hanya hanya bisa dilakukan swasta  dan hanya PLN sebagai pembeli.  Dia bilang juga, persoalan energi terbarukan terkait permintaan masih rendah berbanding nilai investasi  skala kecil maupun besar  sama.

“Harga hampir sama terutama dari hulu.  Karena itu bagi pemerintah mengembangkan energi terbarukan seperti panas bumi itu tak mudah. Butuh uang tak sedikit. Misal, butuh listrik tiga mega watt harus menyediakan dana US$3 juta. Uang itu harus selalu ada,” katanya tanpa menjelaskan lanjut buat apa saja dana sebesar itu.

Dengan alasan-alasan itu, pemerintahpun mengambil kesimpulan kalau batubara sebagai andalan.  Terutama dalam  memenuhi keperluan listrik dengan target 3.000,  5.000 dan 10.000 mega watt, katanya, hampir 70% batubara.

Sungai, sumber air bagi kehidupan warga di Kalimantan Tengah, ini tercemar tambang batubara. Pemerintah masih bepikir, ini pilihan... Foto: Walhi Kalteng
Sungai, sumber air bagi kehidupan warga di Kalimantan Tengah, ini tercemar tambang batubara. Pemerintah masih bepikir, ini pilihan… Foto: Walhi Kalteng

Batubara merusak lingkungan, itu pilihan?

Soal penggunaan batubara berdampak merusak  lingkungan, dia anggap itu pilihan. “Lingkungan ingin bagus  tetapi listrik  juga harus ada. Tidak pernah akan ada lingkungan baik  tambang juga baik.  Pertanyaannya, mana yang harus didahulukan?” katanya.

Malah Samsu berdalih,  negara maju tak lagi bicara lingkungan  karena negara  sudah   stagnan.  “Indonesia  ini  negara baru berkembang, butuh energi.   Pertanyaannya,  mau pilih  lingkungan   lestari  atau harus ada listrik.  Ini adalah pillihan. Karena itu  pilihan itu haruslah   arif dan bijaksana,” katanya.

Dia seakan mengesampingkan, ada pilihan energi terbarukan, yang ramah lingkungan dan pasokan listrik bisa terpenuhi. Dia seakan berpikiran menjaga lingkungan sebagai ‘musuh’ pembangunan.

Tak cukup sampai disitu. Samsu malah menilai rencana Indonesia terhambat kala negeri ini diminta menjaga hutan. Desakan menjaga hutan dia anggap sebagai konstelasi politik tak sehat

Dia mencontohkan, membuka ladang saja harus membuka hutan.  “Karena itu saya meminta para aktivis  lingkungan melihat ini  secara berimbang,” katanya.

Soal Tiongkok yang mulai beralih ke energi terbarukan karena menyadari kerusakan lingkungan dan pencemaran parah terjadi, Samsu bilang, 20 tahun lalu  Tiongkok mengabaikan lingkungan. “Sekarang energi sudah tersedia,  baru teriak lingkungan.”

Bagi Samsul, energi baru dan terbarukan itu   hanya  untuk kebutuhan listrik di daerah terpencil  dengan kebutuhan  listrik kecil. Untuk kebutuhan energi besar, belum mampu pakai energi terbarukan.

“Coba tunjukkan negara mana yang sudah mampu memanfaatkan penuh energi terbaukan  memenuhi energi listrik negaranya.  China misal, terbesar membuat listrik dari tenaga angin yakni di Mongolia. Energi baru dan terbarukan ini  menghasilkan listrik mencapai 480  mega watt.   Itu saja  tak mampu mengatasi listrik total.”

Indonesia, katanya, juga memiliki tenaga surya bagus. “ Tetapi bagaimana jika  musim hujan?” Bagaimana  dengan  dengan panel-panel ternyata masih mahal. Tinggal mau  kemana ?”

Dia setuju, energi terbarukan hanya sebagai sumber alternatif masa depan. “Saat ini  apakah negara sudah siap? Itu pertanyaannya, termasuk untuk para aktivis lingkungan,” ucap Samsu.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,