Soal Penguatan Standar Sawit Hijau Indonesia, Begini Perkembangannya

Pemerintah tengah menyusun penguatan standar wajib sawit berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO) yang selama ini dinilai lemah.

”Sudah draf finalisasi, sedang masukkan aturan-aturan tambahan dan keperluan administrasi,” kata Bambang, Direktur Jenderal Kementerian Pertanian kepada Mongabay, di Jakarta, (5/11/16).

Adapun aturan tambahan yang akan menjadi Peraturan Presiden ini mengedepankan tata kelola sawit ramah lingkungan, tak membabat hutan primer dan mengedepankan hak asasi manusia (HAM). Tak sampai disitu, ada sanksi pencabutan sertifikasi jika terbukti anggota melanggar. Poin-poin ini, sebagai langkah meyakinkan pasar Internasional.

Meskipun begitu, tim penyusun masih belum memiliki kesepahaman sama terkait sawit di lahan gambut. ”Kita tidak serta merta, semata-mata, mempertimbangkan yang aman lingkungan, tapi ada sekian masyarakat petani yang kehilangan mata pencaharian,” katanya.

Mereka berupaya mencari titik temu untuk tetap menjaga keseimbangan lingkungan, seperti penanaman lahan gambut kurang tiga meter, kedalaman muka air diatur dengan standar 0,6-0,8 meter.

”Dibuat agak kering untuk drainase. Sesekali dibasahi agar tak terlalu kering, Itu tak akan terbakar kok,” katanya.

Pernyataan ini dibenarkan Gamal Nasir, mantan Dirjenbun Kementerian Pertanian, kini ambil bagian sebagai tim penyusun ISPO.

Menurut dia, selama gambut bisa ditanami, dipelihara dan dilestarikan dengan cara baik dan ramah lingkungan bukan menjadi permasalahan berarti. ”Itu kan yang mempermasalahkan orang lingkungan, kita itu orang teknis,” katanya.

Melalui perlakuan-perlakuan khusus, sawit di lahan gambut tak akan menimbulkan dampak lingkungan berarti dibandingkan lahan tak produktif. Apalagi, banyak masyarakat menanam di lahan tersebut, menyebabkan urusan administrasi seperti Amdal harus kembali diatur.

”Jangan dibiarkan kering sekali, tapi tak teredam, mengedepankan tata kelola,” ucap Bambang.

Untuk lahan gambut,  khusus yang sudah ditanami, jika belum dia turut mendorong penanaman komoditas aman di gambut dan bernilai ekonomi tinggi seperti sagu.

Isu HAM, katanya,  juga akan masuk ke dalam penguatan ISPO. Menurut Bambang, sawit mampu berkontribusi pada masyarakat. Dia masih beranggapan korporasi hadir meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar.

Meskipun begitu, dia sadar, pola kemitraan antara sawit masyarakat dan perusahaan perlu penataan. ”Itu penting, perlu ditata, pemerintah membujuk swasta memberikan perhatian tinggi terhadap masyarakat sekitar. Upaya sinergi kemitraan antara keduanya bisa dibangun dengan baik.”

Dia tak membenarkan jika sawit seringkali menyisakan konflik masyarakat. Seharusnya, sawit memberikan kontribusi pada penerimaan negara dan masyarakat.

Gamal menambahkan, bagian pengupayaan HAM ini juga menyentuh pada pelarangan untuk pekerja di bawah umur. ”Kita koordinasi dengan beberapa lintas kementerian untuk mengawasi. Harus tegas, kalau mempekerjakan mereka nanti dicabut.”

Sedangkan Walhi punya pendapat beda. Sejarah industri perkebunan sawit di Indonesia, sejarah terkait konflik. Dari konflik lahan, kerusakan lingkungan hidup, perburuhan, sampai skema kemitraan yang bermasalah.

Zenzi Suhadi, Manajer Kampanye Hutan dan Sawit Walhi mengatakan, kondisi diperparah dengan penegakan hukum lemah dan tak berpihak rakyat yang menjadi korban ekspansi perkebunan sawit.

”Negara harus hadir memiliki tanggung jawab sosial dan lingkungan pada pengelolaan perkebunan,” katanya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,