Permasalahan Sampah Kota Larantuka, Tahunan Warga Desa Protes Sampah TPA

Sampah menjadi momok bagi sebagian besar kota di negeri ini, tak terkecuali pemerintah Kabupaten Flores Timur yang beribukota Larantuka. Kota berpenduduk 42.254 orang ini masih harus berjibaku dengan masalah sampah perkotaan.

Secara kasat mata, sampah dapat terlihat di banyak lokasi umum, baik yang dihasilkan dari limbah rumah tangga maupun lokasi umum seperti pasar, sekolah, rumah ibadah, taman kota dan perkantoran.

Sampah terlihat berserakan di pertokoan, halte depan rumah jabatan Bupati Flotim dan terparah di Pasar Inpres Larantuka. Kondisi mengenaskan terjadi di lokasi pasar dimana kambing-kambing berkeliaran di tumpukan sampah dan mengais makanan dari tumpukan sampah.

Secara umum kondisi pewadahan sampah masih sangat tidak memadai. Masih banyak sampah dari fasilitas umum yang hanya dibuang dan dibiarkan berserakan di pojok  jalan maupun pemukiman.

Parahnya lagi, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Kota Larantuka, yaitu TPA Delang (5 kilometer arah timur kota) dan TPA Lamanuba (20 kilometer arah barat), keduanya berbatasan dengan pantai lepas.

“Sampah yang dibuang dari truk pengangkut sampah sering jatuh ke pinggir pantai dan saat air pasang akan terbawa,” terang Yohanes Maran, warga Larantuka yang dijumpai oleh Mongabay Indonesia.

Tumpukan sampah, selain berpotensi mencemari laut, ombak pun membuat sampah terbawa ke lokasi area pantai di sekitarnya.

“Masyarakat protes sebab akibat asap pembakaran sampah sudah dua kali terjadi kecelakaan hebat di lokasi TPA dan saat musim panas kami di beberapa desa sekitar dipenuhi lalat,” kata Yohakim Koten, Kepala Desa Watotutu yang lokasi desanya dekat dengan TPA Delang.

Menurutnya sudah empat kali ada kejadian warga empat desa yaitu Tiwatobi, Mudakeputu, Hala Kodanuan dan Watotutu di sekitar lokasi TPA terserang diare. Di lokasi TPA pada saat musim kemarau, lalat banyak beterbangan, akibat sampah yang meluap.

“Bahkan tahun 2014 sampahnya meluap sampai di jalan dan kendaraan tidak bisa lewat hingga Romo Benyamin Daud dari Paroki menurunkan anak muda untuk kerja bakti membersihkan sampah,” jelasnya.

Mantan Direktur Walhi NTT Hery Naif menyesalkan kejadian ini dan menganggap ini sebuah kelalaian dari pemerintah. Selama 8 tahun beroperasi kedua TPA tersebut sangat tidak layak sebab dekat dengan pantai dan hutan bakau serta jalan raya dan pemukiman warga.

Menurutnya, tumpukan sampah yang masuk ke laut juga akan mencemari kejernihan dan kesegaran air laut, sumber penyakit, potensi cemaran cairan kimia dan juga menghambat perjalanan perahu motor dan kapal laut, bahkan menganggu kelestarian biota laut.

Seorang warga berjalan di depan TPA Delang. Rata-rata sampah yang rata-rata volume sampah yang terangkut per harisebanyak 52,65m3/hari. Foto: Ebed de Rosary
Seorang warga berjalan di depan TPA Delang. Rata-rata sampah yang diangkut ke TPA sebanyak 52,65m3/hari. Foto: Ebed de Rosary

TPA Baru Sedang Disiapkan

Saat dijumpai, Sekretaris Badan Lingkungan Hidup (BLH) Flores Timur Valentinus Basa mengakui kelemahan yang dimiliki oleh instansinya dan telah sering diprotes oleh warga.

Proses pengelolaan sampah yang dilakukan BLH Flotim di 2 lokasi TPA yang ada diakui Valens dilakukan secara manual dengan sistem bakar selain ditumpuk dan ditimbun dnegan tanah. Dilemanya, sampah yang dibakar akan mengganggu masyarakat yang berkendara melintasi jalan yang persis berseberangan dengan TPA.

Pihaknya mengaku, tidak memiliki dana lebih untuk melakukan proses pemadatan sampah yang membutuhkan dana sekitar Rp5 juta sekali pemadatan. Alhasil dalam setahun, hanya tiga kali pihaknya mampu melakukan pemadatan sampah.

Namun cara ini pun dilema kata Valens karena masyarakat protes, asap yang timbul dari proses pembakaran sangat menganggu masyarakat pengendara yang melintasi jalan persis berseberangan dengan TPA.

Menurutnya, saat ini, pihaknya sedang mempersiapkan lahan seluas tiga hektar di daerah Sina Malaka, di Kecamatan Tanjung Bunga yang berjarak sekitar 15 kilometer arah timur Larantuka yang diharapkan dapat beroperasi tahun 2017. Master Plan menurutnya sedang dikerjakan, dan akan segera dilakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar.

“Bila dokumennya sudah lengkap maka akan diusulkan agar bisa dibiayai APBN. Setelah semuanya sudah beres maka TPA Delang sudah tidak dioperasikan. Dulu pernah juga dibuang di Lamanuba Bama yang memiliki luas sekitar 2 ribu meter namun tidak dipakai lagi karena ada protes masyarakat dan pemilik lahan,” ungkap Valens.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,