Cerita Erna Leka, Petambak Udang dari Dipasena

Sejak 1988, Kampung Bumi Dipasena Sejahtera, Rawa Jitu Timur, Tulang Bawang, Lampung,  menggantungkan penjualan tambak udang pada PT Dipasena Citra Darmaja, pakai pola kemitraan. Mulai dari harga jual hingga aktivitas masyarakat sekitar dikuasai perusahaan. Merasa tak nyaman, pada 2011, masyarakat nelayan berontak ingin lepas dari perusahaan. Konflik terjadi sampai ada penangkapan warga.

Adalah Erna Leka, seorang perempuan petambak di Kampung Bumi Dipasena Sejahtera. Selama 17 jam per hari, Erna, menghabiskan waktu di tambak berukuran 200 meter persegi. Mulai dari persiapan tebar benih, persiapan pupuk hingga panen dia lakukan seorang diri.

”Ya,  biasa persiapan sebelum tebar, menyiapkan pupuk, pengisian air, tebar benih. Setelah itu, kita menunggu udang besar, kita perlu kasih pupuk dan kasih makan setiap hari,” katanya, baru-baru ini di Bogor.

Semua itu, dia kerjakan setiap hari sejak suami dipenjara selama satu tahun karena dianggap provokator dalam demo melawan perusahaan tahun 2012.

Ceritanya, pada 2011, listrik di wilayah itu dimatikan perusahaan. Masyarakat hidup dalam kegelapan. ”Udang kami mati, rugi, bahkan ada terkena setrum,” katanya.

Ketidaksepahaman dengan perusahaan antara lain karena perusahaan tak transparan. Harga jual udang seringkali dibeli rendah, misal,  di luar Rp70.000, perusahaan beli Rp40.000.

Perusahaan, PT DCD ini bekerja sama dengan PT Aruna Wijaya Sakti, anak usaha PT Central Proteinprima, memiliki perilaku sama. Awal-awal sebelum ada perlawanan, warga Dipasena tak boleh keluar dan masuk Bumi Dipasena tanpa persetujuan perusahaan. Mereka tak boleh menonton televisi dengan siaran tertentu.

”Hak kami direnggut dengan pola kemitraan ini,” katanya.

Padahal,  ada sekitar 9.000 pembudidaya menggarap 16.500 hektar lahan bekas rawa yang bergantung hidup pada perusahaan itu.

Merasa geram, tahun 2012, masyarakat sempat cekcok dengan perusahaan dan memutuskan melepaskan kemitraan. Kala itu, ada 6.500 petambak. Listrik kembali tak ada, warga inisiatif pakai genset dan tenaga surya. Biaya yang dikeluarkan sekitar Rp5.000-Rp6.000  per hari untuk menyalakan listrik pukul 06.00-12.00.

Kondisi ini memang tak disangka Erna, kala memutuskan hijrah dari Palembang mengikuti suami ke Lampung. Dari Bandar Lampung, ke lokasi tambak, dia harus menempuh delapan jam perjalanan dengan jalan bergelombang. Sepi.

”Tapi saya bahagia, hidup di tambak lebih tenang, jauh dari hiruk pikuk kota,” katanya.

Erna berjuang mendorong perempuan mendapatkan ruang dalam penyampaian aspirasi, meski budaya patriarki cukup kental di sana.  Menurut dia, perempuan bisa menjadi warna baru dalam melihat potensi lokal untuk menjadikan produk bernilai ekonomis.

”Kami mandiri dan mau menunjukkan kepada pemerintah petambak di wilayah ini tak hanya laki-laki.”

Potensi di wilayah itu, ada udang vaname dan udang windu kualitas ekspor. Kini urusan jual beli udang, dia lakukan sendiri. Perempuan yang kini sebagai Dewan Presidium Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) Lampung ini terlibat dalam peningkatan hasil udang.

PPNI menggali potensi udang untuk jadi peyek dan kerupuk. Meski belum dipasarkan luas, mereka mau mencoba peningkatan kualitas. ”Belum mampu dipasarkan, masih dikonsumsi dalam desa saja,” ucap Erna.

Pengakuan perempuan petambak sedang didorong dalam perumusan Naskah Akademik RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidayaan Ikan dan Petambak Garam. Hingga kini, belum terdengar lagi.

UU Perikanan dan UU Bagi Hasil Perikanan, katanya,  belum memberikan pengakuan.

”Kalau menunggu pemerintah memang tak akan mulai-mulai, implementasi UU juga belum ada dan tak berdampak langsung bagi kami.”

Harapan para perempuan petambak udang di Bumi Dipasena,  hanya satu yakni, pengakuan negara. “Pengakuan kepada kami dan memastikan perempuan nelayan dilindungi dan diberdayakan,” katanya.

Erna, salah satu dari sembilan perempuan yang mendapat penghargaan sebagai perempuan pejuang pangan 2016, gagasan Oxfam Indonesia dan Rimbawan Muda Indonesia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,