Ketika Terumbu Karang Tumbuh Kembali di Pulau Badi

Pulau Badi adalah salah satu pulau dalam gugusan spermonde yang membentang sepanjang Selat Makassar bagian selatan. Secara administratif, pulau yang berbentuk bulat oval ini berada di Desa Mattiro Deceng, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan.

Dulunya, terumbu karang di pulau ini rusak berat akibat bom, bius ikan danpengambilan oleh warga untuk pondasi bangunan. Berkat proyek rehabilitasi terumbu karang yang dilakukan oleh PT Mars Symbioscience Indonesia (MSI) pada 2011 lalu, kondisi terumbu karang pun semakin membaik.

Dengan menggunakan speedboat dari Pantai Losari Makassar pulau ini dapat ditempuh sekitar 30 menit.Letaknya tak jauh dari Pulau Kodingareng. Mongabay berkunjung ke pulau ini pada awal Oktober 2016 lalu. Ketika memasuki pulau ini terlihat sebuah speedboat yang membawa sejumlah penyelam. Mereka adalah mahasiswa magang dari luar negeri yang sedang melakukan kontrol pertumbuhan karang.

Lili Damayanti, fasilitator PT MSI di Pulau Badi, mengajak berkeliling sepanjang pesisir pantai sambil menunjukkan wilayah mana saja yang sudah dan sedang dalam upaya rehabilitasi terumbu karangdilakukan.

Lili lalu menunjukkan tumpukan rangka besi, yang sekilas mirip laba-laba besar, dibiarkan menumpuk di sekitar pantai.

“Itu adalah rangka laba-laba yang kami gunakan sebagai medium tanam. Nantinya rangka itu akan diikat bibit terumbu karangnya sebelum diletakkan di dasar laut secara berjejer dan diikat satu sama lain agar tidak bergeser,” ungkap Lili.

Menurut Lili, ratusan rangka laba-laba yang telah ditebar di pantai sepanjang 800 meter dengan ketebalan 25 meter. Indikator kesuksesan proyek ini bisa dilihat dari kondisi terumbu karang yang semakin membaik dan populasi ikan yang meningkat.

Untuk proses transpalantasi karang di Pulau Badi, Kabupaten Pangkep, Sulsel menggunakan medium struktur laba-laba, dimana bibit karang diikatkan dalam struktur ini yang kemudian ditempatkan di lokasi dengan cara saling dikat satu sama lain. Foto: Wahyu Chandra
Untuk proses transpalantasi karang di Pulau Badi, Kabupaten Pangkep, Sulsel menggunakan medium struktur laba-laba, dimana bibit karang diikatkan dalam struktur ini yang kemudian ditempatkan di lokasi dengan cara saling dikat satu sama lain. Foto: Wahyu Chandra

“Kita tak punya data baseline terkait populasi sekitar pulau, namun terlihat mulai terlihat ada banyak ikan di lokasi yang dulunya jarang ditemukan. Misalnya ikan sunu merah yang sebelum tak ada, kini sudah mulai terlihat, meski belum banyak. Begitupun dengan kerapu tikus juga sudah mulai terlihat,” ungkap Saiful Rapi, Marine Sustainabilitiy Programme Manager di PT MSI.

Bahkan, lanjut Saiful, nelayan-nelayan dari daerah sekitar, seperti nelayan PuIau Lae-lae dan Kodingareng, mulai berdatangan untuk memancing ikan di daerah tersebut.

“Kita malah sudah pernah menjumpai biota laut yang tak pernah ada sebelumnya, seperti penyu dan ikan hiu, meski masih baby-nya. Ada juga lumba-lumba,” tambahnya.

Menurut Saiful, upaya perbaikan kondisi terumbu karang di Pulau Badi berangkat dari semakin rusaknya terumbu karang di pulau tersebut beberapa tahun terakhir.

“Terumbu karang adalah rumah bagi ikan-ikan untuk bertelur dan beranak, dan sebagai pelindung alami bagi pulau.Kalau kita cerita ke nelayan dulunya ada banyak rumah di pinggiran pantai namun kemudian tak ada lagi karena abrasi,” jelas Saiful.

Pengawasan dilakukan baik terhadap pertumbuhan karang ataupun untuk melihat jumlah karang yang mati di Pulau Badi, Kabupaten Pangkep, Sulsel. Foto: Wahyu Chandra
Pengawasan dilakukan baik terhadap pertumbuhan karang ataupun untuk melihat jumlah karang yang mati di Pulau Badi, Kabupaten Pangkep, Sulsel. Foto: Wahyu Chandra

Pihak PT MSI sendiri tak memiliki data pasti sejak kapan proses abrasi itu mulai terjadi, informasi yang diperoleh dari masyarakat pun tidak secara spesifik menjelaskan.

“Kalau kita tanya masyarakat, mereka akan mengatakan dulu pernah bagus namun tak jelas waktunya. Mereka juga mengakui kalau pondasi-pondasi rumah diambil dari karang.Kemungkinannya juga karang itu sengaja dihilangkan untuk membuka akses masuknya perahu-perahu, karena dulunya lokasi tersebut terisolir oleh karang.”

Proyek rehabilitas terumbu karang ini juga bertujuan mempertahankan eksistensi nelayan di pulau tersebut.

“Kita ingin nelayan bisa tetap bertahan di pulau dan memiliki mata pencaharian. Artinya, kalau terumbu karangnya bagus maka kemungkinan populasi ikan bertambah dan itu berarti ada masa depan untuk mereka.Kita berharap tak ada lagi masyarakat pulau bermigrasi ke darat yang hanya akan menambah masalah sosial.”

PT MSI sendiri mulai beraktivitas di Pulau Badi sejak 2007 dengan fokus pendampingan pada tiga mata pencaharian alternatif, yaitu pengembangan karang hias komersil, energi laut dengan wave energy dan wind energy. Program lain adalah pengembangan budidaya rumput laut dan kima.

“Kita memang fokus ke mata pencaharian alternatif, dengan asumsi bahwa jika tidak punya mata pencaharian maka lambat laun mereka akan pindah atau akan melakukan hal-hal yang ekstrim.”

PT MSI kemudian membangun biorock, tempat-tempat pembibitan karang hias itu dan meja-meja segi empat. Biorock berhasil, namun tidak untuk karang hias, yang terkendala dalam hal penyelaman yang sulit.

“Ini berlangsung dua tahun. Lalu kita lanjut dengan budidaya teripang, namun juga tidak berkembang. Kita coba rumput laut juga kurang berhasil, karena harganya murah dan sifatnya musiman. Kita juga mencoba abalon sejenis kerang, yang sempat berhasil, meski kemudian gagal karena harga pasar yang jatuh.”

Proses transplantasi terumbu karang di Pulau Baddi Pangkep Sulsel ini melibatkan masyarakat dan pemerintah desa setempat. Meski demikian proram ini masih mendapat sedikit penolakan dari warga yang merasa terganggu. Foto: PT Mars Symbioscience Indonesia
Proses transplantasi terumbu karang di Pulau Baddi Pangkep Sulsel ini melibatkan masyarakat dan pemerintah desa setempat. Meski demikian proram ini masih mendapat sedikit penolakan dari warga yang merasa terganggu. Foto: PT Mars Symbioscience Indonesia

Pada tahun 2010, PT MSI 2010 melakukan rehabilitas terumbu karang dengan mengggunakan model gorong-gorong, namun ternyata terumbu karangnya susah tumbuh. Pilihan terakhir adalah dengan model rangka laba-laba, meski uji coba penggunaannya dilakukan di tempat lain, yaitu di Pulau Barrang Caddi.

“Kita uji cobakan sekitar 300 buah dengan ukuran yang beragam. Sebanyak 30 persen dari yang kita tebar itu berhasil. Dari situ kita yakin penggunaan model laba-laba ini cocok untuk digunakan di Pulau Badi ini.”

Perbedaan dengan program sebelumnya, rehabilitasi terumbu karang ini tidak untuk tujuan komersil. Apalagi jenis karang yang ditanam juga bukan dari jenis karang yang bernilai ekonomis.

“Kita banyak tanam jenis Acropora yang tak laku di pasaran. Bibitnya mudah diperoleh, mudah diikat dan tumbuhnya pun cepat. Kekurangannya cepat mati. Tapi paling tidak kita berusaha memulai yang paling mudah dan kita bisa membuktikan itu bisa tumbuh berhasil. Bertahap kita juga menumbuhkan karang massif lain seperti Diploria stigosa atau karang otak yang besar berbentuk bola.”

Pertumbuhan karang yang ditanam ini cukup cepat. Jika sebelum program, tutupan karang hanya 15 persen, dalam 11 bulan meningkat menjadi 75 persen. Selain itu percabangan karang pun bertambah dari hanya 1 cabangan meningkat menjadi 3 dan bahkan lebih.

Kondisi karang di Pulau Badi, Pangkep, Sulsel yang rusak karena faktor eksploitasi dan pembiusan untuk penangkapan ikan. Foto: PT Mars Symbioscience Indonesia
Kondisi karang di Pulau Badi, Pangkep, Sulsel yang rusak karena faktor eksploitasi dan pembiusan untuk penangkapan ikan. Foto: PT Mars Symbioscience Indonesia

Meski program ini mulai dirasakan manfaatnya namun sempat mendapat penentangan dari sebagian warga.

“Keberadaan terumbu karang yang semakin bagus akan memberi manfaat dan masa depan nelayan.Untuk membawa opini ini ke masyarakat masih sangat sulit. Masih ada yang beranggapan tak masalah merusak karang karena memang sudah dilakukan sejak dulu. Mengubah persepsi itu yang paling berat.”

Tantangan lain yang dihadapi adalah ketidaksabaran masyarakat untuk menunggu hasil dari program ini. Misalnya, salah satu bagian dari program ini adalah melepaskan benih ikan kerapu tikus di sekitar terumbu karang dengan harapan bisa berkembang biak.

“Kita lepas benihnya dan menyampaikan kepada nelayan untuk tidak menangkapnya untuk rentang waktu tertentu. Kalau kebetulan tertangkap jaring atau pancing maka sebaiknya dilepas saja dulu. Tapi itu tidak dilakukan. Mereka menangkap dengan banyak macam cara, datang malam hari secara sembunyi-sembunyi.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,