Aloysius Pala, Dari Memotivasi Narapidana hingga Berbagi Bibit dengan Petani

Menemukan tanaman pepaya dalam jumlah banyak di kabupaten Ende sangatlah sulit. Satu-satunya petani yang mengembangkannya terdapat di Kampung Nuabosi, Desa Ndetundora, Kecamatan Ende Utara. Di lahan kebun seluas hampir satu hektar terdapat 600 pohon pepaya bangkok dan pepaya gunung atau carica,  yang semuanya sudah berbuah.

Siapa sangka, awalnya bercocok tanam pepaya ini dikembangkan untuk memotivasi para narapidana, agar selepas menjalani masa tahanan mereka dapat berbaur dan memiliki ketrampilan dalam pertanian.

Upaya itu tak lepas dari peran Aloysius Pala (62), pensiunan pegawai negeri sipil dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Ende.

“Kalau di penjara pepaya seperti ini bisa kami panen sambil duduk. Sebab sebelum tanam kami menggali lubang sedalam 50 sentimeter, memberinya pupuk, lalu menanam, sehingga saat besar dan berbuah, kita memetiknya sambil duduk di tanah,” ujarnya mengenang.

Menurut Pala, setiap narapidana yang mendekam di Rutan Ende rata-rata petani namun ilmu pertanian mereka sangat terbatas. Padahal dengan cocok tanam tradisional, pendapatan mereka pas-pasan. Inilah yang membuat Pala tergerak untuk mendidik mereka agar bisa menanam sayuran dan buah agar dapat memperoleh penghasilan lebih kelak.

Bersama narapidana dan masyarakat pada tahun 2011 Pala pun pernah mencoba untuk mengembangkan kacang panjang di pinggiran pantai kota Ende seluas puluhan hektar. Panen perdana dilakukan Gubernur NTT dan Bupati Ende, meski dirinya mengaku saat itu tidak memperoleh imbalan apapun.

Ratusan pohon pepaya yang ditanam di kebun milik Aloysius Pala. Foto: Ebed de Rosary
Ratusan pohon pepaya yang ditanam di kebun milik Aloysius Pala. Foto: Ebed de Rosary

Membagi Bibit

Saat ini Pala mengembangkan tananam pepaya di lahan miliknya, setelah melihat belum ada petani yang menekuninya. Namun dirinya tidak pernah menolak jika ada petani lain yang meminta bibit.

Bibit dibagikannya secara gratis, agar petani lain bisa mendapat keuntungan seperti yang telah diperolehnya.

“Kalau ada yang mau datang belajar, saya dengan senang hati melayaninya tanpa harus meminta bayaran. Bagi saya sesama petani harus saling memotivasi dan berbagi ilmu,” ujarnya. “Petani harus bisa membuat bibit sendiri, jangan mengandalkan bantuan bibit dari pemerintah atau membeli bibit dari pabrik yang dijual di toko pertanian.”

Dari bercocok tanam pepaya sejak 2012, Pala telah meraup untung puluhan juta rupiah. Dalam 6-7 bulan dirinya bisa memanen pepaya 300 buah dua minggu sekali untuk dijual ke Pasar Mbongawani Ende, dengan harga per buah 10 ribu.

Selain pepaya, ayah empat anak ini juga sukses mengembangkan buah naga di sisa lahan kebunnya sejak tahun 2014. Ada 40 rumpun buah naga, satu rumpun bisa menghasilkan 40 buah.

Selain itu, usai pensiun Pala mengumpulkan petani dan membentuk kelompok tani. Dirinya melihat di daerah dataran Ndetundora potensi ikan air tawar dan ternak keong emas sangat menjanjikan dan ini belum dilirik petani.

Pala mengaku sudah membuat proposal kepada Dinas Pertanian, Peternakan dan Holtikultura Kabupaten Ende untuk mendapatkan bantuan dana untuk pengerjaan bedeng guna memelihara ikan lele dan keong emas. Rencananya dia ingin membuat kuliner dari keong emas dan kripik lele agar masyarakat bisa mendapat tambahan uang dari produk olahan.

Namun sayangnya hingga tiga tahun proposalnya pun tidak pernah dikabulkan. Dia pun mengkritik mental para aparat pemerintah yang tidak responsif terhadap petani.

“Bila mental staf Dinas Pertanian seperti ini, saya pesimis petani bisa sejahtera sebab dana banyak yang tidak bisa dikelola dan dikembalikan ke pemerintah pusat. Sangat ironis padahal petani masih banyak yang butuh bantuan dana untuk mengembangkan usaha tani mereka.”

Keberadaan Pala pun diakui oleh petani lain. Bagi Siprianus Leda, Pala adalah figur sosok petani sederhana yang sangat disiplin dan peduli dengan petani lain.

 “Kami sudah memiliki pak Pala sehingga kami tidak membutuhkan lagi kehadiran petugas penyuluh lapangan apalagi mereka juga hampir tidak pernah turun menjumpai petani di kebunnya dan berdiskusi serta memberi contoh cara bercocok tanam yang lebih baik,” ungkapnya.

“Saya senang bila melihat petani bisa sukses dan uang dari bertani dapat membayai sekolah anak-anak mereka. Saya lebih suka memilih membagi bibit gratis ke petani daripada menjualnya ke dinas Pertanian meski saya bisa mendapatkan banyak uang,” pungkas Pala.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,