Warga Desa Ini Ingin Gubernur Jawa Timur Awasi Perusahaan yang Diduga Cemari Lingkungan Mereka

Puluhan warga Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, berunjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi di Surabaya, Kamis (17/11/16). Mereka meminta Gubernur Jawa Timur tidak lepas tangan dalam kasus dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan perusahaan pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) PT. Putera Restu Ibu Abadi (PRIA).

Penanganan kasus ini sudah sampai ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), DPR RI, hingga Komnas HAM. Namun, warga Lakardowo mengaku belum mendapatkan keadilan dalam hal penyelesaian masalah lingkungan tersebut. “Sampai sekarang pemerintah belum memberikan keadilan buat kami, harusnya memihak masyarakat,” kata Sujiati, warga Dusun Palang, Lakardowo.

Sujiati mengatakan, warga khususnya anak-anak, yang paling merasakan dampak pencemaran lingkungan, yakni air sumur dan udara. Warga meyakini sumber pencemaran berasal dari pabrik pengolahan limbah B3 itu. “Baunya sangat busuk, kalau hujan airnya mengalir ke permukiman. Kami tidak akan mundur sebelum PT. PRIA hengkang dari Lakardowo.”

Warga Desa Lakardowo lain, Muliadi mengatakan, dirinya siap menjadi saksi pembuangan dan penimbunan limbah B3 yang dilakukan PT. PRIA. Muliadi yang bekerja sebagai petani mengetahui persis aktivitas pembuangan limbah, karena lahan garapannya tidak jauh dari lokasi pabrik.

“Saya bisa menunjukkan tempatnya, dari 2010 hingga sekarang. Lokasi tanah garapan saya jaraknya 50 sampai 100 meter dari pabrik.”

Pabrik pengolahan limbah B3 milik PT. PRIA. Foto: Petrus Riski
Pabrik pengolahan limbah B3 milik PT. PRIA. Foto: Petrus Riski

Menurut Manajer Riset Ecological Obsevation and Wetlands Conservation (Ecoton), Daru Setyo Rini, aksi ini dilakukan agar Gubernur Jawa Timur menegakkan hukum lingkungan. Caranya, membongkar lahan yang diduga tempat penimbunan limbah B3.”

Bukti-bukti serta keterangan warga, kata Daru, harusnya sudah cukup menunjukkan PT. PRIA melakukan pelanggaran. Bahkan, hasil laboratorium yang dilakukan KLHK bersama Ecoton dan warga, menunjukkan parameter pencemaran angka yang sebagian besar sama. Namun diingkari oleh KLHK yang menyimpulkan pencemaran bukan dari pabrik tersebut.

“Mulai dari pengaduan saksi dan data laboratorium, menunjukkan hasil yang sama. Juga, adanya surat pernyataan Direktur PT. PRIA yang akan melokalisir limbah yang sudah tertimbun, dibuat di depan Muspika Kecamatan Jetis, Mojokerto,” papar Daru.

PT. PRIA sendiri telah beroperasi 2010 di Lakardowo, namun izin pemanfaatan, pengolahan dan pengelolaan limbah B3 baru diperoleh 2014. Selama 4 tahun, warga mengetahui pabrik itu melakukan aktivitas penimbunan, dengan terlebih dahulu mengeruk lahan dan menimbun limbah B3 ke lubang yang tidak beralas atau aman bagi lingkungan.

Limbah batubara di pekarangan warga di Desa Lakardowo yang digunakan sebagai tanah timbunan. Foto: Petrus Riski
Limbah batubara di pekarangan warga di Desa Lakardowo yang digunakan sebagai tanah timbunan. Foto: Petrus Riski

Bantahan

Manajer Development PT. PRIA Christine, saat ditemui di gedung DPRD Provinsi Jawa Timur,  beberapa waktu sebelumnya mengatakan, tuduhan pencemaran yang dialamatkan pada perusahaan tidak dapat dibuktikan. Sejak sidang PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) mengenai dugaan penimbunan limbah B3, warga yang menggugat tidak dapat membuktikan tuduhannya. “Waktu itu bukti tidak bisa dinyatakan, mereka mencabut gugatan,” kata Christine menceritakan peristiwa 2014 lalu.

Kesimpulan hasil uji laboratorium yang dilakukan KLHK, menurutnya sudah membuktikan bahwan pencemaran yang terjadi pada air sumur warga tidak berasal dari PT. PRIA, melainkan dari aktivitas peternakan dan faktor alami batuan. Pihaknya juga siap melakukan pembuktian dengan membuka tempat yang diduga penimbunan limbah B3.

Christine tidak menampik adanya residu akhir yang dihasilkan dari pengolahan limbah itu, abu yang terlepas ke udara bebas. “Setiap pengolahan akan menimbulkan residu akhir. Contohnya pemusnahan limbah medis yang menggunakan incenerator, pasti ada residu berupa abu.”

Mengenai penyakit gatal-gatal yang dialami warga, Christine menjelaskan hal itu merupakan peran pemerintah untuk mengadakan air bersih dan melakukan pengobatan massal. “PT. PRIA akan mendukung, karena itu kewenangannya pemerintah.”

Jawa Timur yang darurat limbah bahan berbahaya dan beracun. Foto: Petrus Riski
Jawa Timur yang darurat limbah bahan berbahaya dan beracun. Foto: Petrus Riski

Kepala Bidang Tata Lingkungan, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Timur Diah Susilowati, membenarkan hasil kajian KLHK yang menunjukkan PT. PRIA tidak terbukti mencemari sumur dan air tanah warga. “Kalau tidak terbukti, kenapa dipermasalahkan.”

Kepastian itu kata Diah, diharapkan menjawab kekhawatiran warga terhadap pencemaran limbah B3 yang diduga dilakukan PT. PRIA. Diah meminta masalah ini tidak berlarut, sehingga tidak mengganggu rencana Pemerintah Provinsi Jawa Timur membangun pabrik pengolahan limbah B3. “Untuk diolah dan mendatangkan nilai ekonomi,” pungkasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,