Belajar dari Thailand Dalam Menangani Satwa Laut Terdampar

Indonesia mengirimkan tiga orang sebagai delegasi RI untuk berpartisipasi pada simposium dan workshop The 2nd Southeast Asian Marine Mammal Stranding Network (SEAMMSN) yang dilaksanakan di Pattaya, Thailand, pada 8 – 12 November 2016 lalu. Pertemuan bagi anggota jejaring mamalia laut terdampar di Asia Tenggara merupakan pertemuan kedua setelah pertemuan pertama di di Filipina pada 2013.

Sebagai sebuah jejaring yang berbasis sains, SEAMMSN berfokus pada pengembangan dan publikasi praktek terbaik dalam penanganan mamalika laut terdampar serta pengelolaan informasi, data, bahan, metode dan protokol melalui kegiatan berbagi ilmu yang terbuka dan bebas. Fokus lokasi SEAMMSN adalah berbagai negara dan perairan di wilayah Asia Tenggara.

Drh.Dwi Suprapti, M.Si dari WWF Indonesia yang mewakili Delegasi Indonesia mengatakan melalui pretemuan tersebut, mereka mendapatkan update berbagai hal yang penting bagi penggiat dan dokter hewan untuk menangani satwa laut terdampar.

Dan satu hal menarik, kata Dwi, adalah bagaimana komitmen yang kuat dan serius dari Pemerintah Thailand dalam menangani satwa laut terdampar. Ini dibuktikan dengan keterlibatan Putri Mahkota Thailand dalam acara tersebut dan adanya rumah sakit khusus satwa laut terdampar.

“Yang aku kagum dalam pertemuan ini adalah acara pembukaan dibuka langsung oleh Princess Thailand Sirivannavari. Artinya unsur pemerintahan mereka sudah sangat maju dan peduli tentang pentingnya penanganan mamalia laut terdampar sebagai satwa dilindungi yang merupakan aset negara yang cukup penting serta perlunya kolaborasi antar negara dalam perlindungannya,” kata Dwi yang dihubungi Mongabay pada akhir minggu kemarin.

Selain itu, komitmen pemerintah Thailand juga ditunjukkan oleh Angkatan Laut Thailand yang mempunyai pusat konservasi penyu dan spesies laut, serta terlibat aktif dalam penanganan satwa laut terdampar.

“Komitmen terlihat dengan adanya pusat konservasi penyu dan rumah sakit penyu dengan fasilitas yang baik. Tentaranya menganggap satwa laut itu penting dan merupakan asset negara yang perlu dijaga,” lanjut Dwi.

Drh.Dwi Suprapti, M.Si dari WWF Indonesia (tengah berjilbab) sedang melakukan praktek nekropsi sebagai rangkaian kegiatan simposium dan workshop The 2nd Southeast Asian Marine Mammal Stranding Network (SEAMMSN) yang dilaksanakan di Pattaya, Thailand, pada 8 - 12 November 2016 lalu. Foto : Dwi Suprapti WWF-Indonesia
Drh.Dwi Suprapti, M.Si dari WWF Indonesia (tengah berjilbab) sedang melakukan praktek nekropsi sebagai rangkaian kegiatan simposium dan workshop The 2nd Southeast Asian Marine Mammal Stranding Network (SEAMMSN) yang dilaksanakan di Pattaya, Thailand, pada 8 – 12 November 2016 lalu. Foto : Dwi Suprapti WWF-Indonesia

Bahkan dalam satu sesi kegiatan berupa pembelajaran pembedahan bangkai satwa laut atau nekropsi, tentara Thailand ikut aktif dalam kegiatan tersebut. “Baru kali ini disepanjang yang aku tahu, tentara sangat terlibat aktif dalam konservasi satwa laut,” ungkapnya.

Menurut Dwi, komitmen yang kuat dari pemerintah Thailand terhadap satwa laut terdampar itu patut dicontoh.

Dan jejaring penanganan mamalia laut terdampar di Indonesia sudah dimulai sejak tiga tahun yang lalu, dengan diadakannya workshop nasional penanganan mamalia lau terdampar di Bali pada November 2013.

“Pasca workshop itu, setidaknya ada 25 propinsi dari Sumatera sampai Papua yang ikut terlibat. Dan sudah diadakan 34 kali pelatihan dengan 1000 orang lebih partisipan yang kita latih di Indonesia, meliputi masyarakat, akademisi dan dari lembaga pemerintah. Semua partisipan itu, tergabung dalam Whale Stranding Network Nasional,” terang Dwi.

Dari pelatihan tersebut, anggota jejaring sudah peduli dan paham bagaimana menangani mamalia laut terdampar. “Paling tidak mereka menjadi penanggap pertama bila ada peristiwa mamalia laut terdampar, sambil menunggu bantuan tenaga ahli,” jelas Dwi.

Sea Turtle Conservation Center dari angkatan laut tentara Thailand. Pemerintah Thailand memiliki komitmen dan kepedulian yang tinggi dalam menangani mamalia laut terdampar. Foto : Dwi Suprapti WWF-Indonesia
Sea Turtle Conservation Center dari angkatan laut tentara Thailand. Pemerintah Thailand memiliki komitmen dan kepedulian yang tinggi dalam menangani mamalia laut terdampar. Foto : Dwi Suprapti WWF-Indonesia

Agenda Workshop

Dwi menjelaskan agenda dalam pertemuan SEAMMSN tersebut diantaranya adalah membahas perkembangan jejaring penanganan mamalia laut disetiap negara anggota. Berbagai pelatihan juga telah dilaksanakan sebagai bentuk sarana berbagi materi pendidikan yang telah dikembangkan oleh para akademisi, dokter hewan, dan pemerintah di setiap negara.

Simposium SEAMMSN, baik di Filipina maupun Pattaya, berguna sebagai ajang memperbaharui ilmu dan praktik penanganan mamalia laut terdampar, sekaligus momen untuk memperluas jejaring kolaborasi dan berbagi hasil-hasil penelitian dan teknologi terbaru dalam program penanganan mamalia laut terdampar.

Pembicara utama dalam Simposium SEAMMSN di Pattaya merupakan ahli dari berbagai negara, termasuk Jepang, Amerika Serikat (AS), dan Inggris. Di antara materi yang dibawakan oleh para ahli adalah penerapan teknologi baru dalam bidang forensik mamalia laut, seperti penggunaan alat pencitraan diagnostik untuk eksplorasi penyakit yang diderita oleh satwa terkait.

Dwi menjelaskan salah satu pembicara dari AS, David Matilla (International Whaling Commission), berbicara tentang entanglement, yaitu kejadian terjeratnya paus dalam jaring, serta cara menanganinya. Di masa kini, paus yang terjerat umumnya sudah tidak lagi dijadikan target konsumsi. Hal ini berbeda dengan kondisi masa lalu dan masa kini di Filipina, seperti yang diceritakan oleh pembicara selanjutnya, yaitu Jo Marie Acebes. Sementara itu, para dokter hewan dari Ocean Adventure di Filipina dan Ocean Park di Hong Kong berbagi ilmu terkait penanganan satwa yang terdampar hidup dan nekropsi (bedah hewan) pada satwa yang mati.

Delegasi RI yang mengikuti simposium dan workshop The 2nd Southeast Asian Marine Mammal Stranding Network (SEAMMSN) yang dilaksanakan di Pattaya, Thailand, pada 8 - 12 November 2016 lalu. Pertemuan bagi anggota jejaring mamalia laut terdampar di Asia Tenggara. Foto : Dwi Suprapti WWF-Indonesia
Delegasi RI yang mengikuti simposium dan workshop The 2nd Southeast Asian Marine Mammal Stranding Network (SEAMMSN) yang dilaksanakan di Pattaya, Thailand, pada 8 – 12 November 2016 lalu. Pertemuan bagi anggota jejaring mamalia laut terdampar di Asia Tenggara. Foto : Dwi Suprapti WWF-Indonesia

Kabar terbaru seputar perkembangan jejaring di masing-masing negara anggota SEAMMSN juga disampaikan dalam simposium. Adapun perkembangan kabar terbaru dari Indonesia disampaikan oleh Sekar Mira, M.App.Sc dari institusi LIPI sekaligus perwakilan Pemerintah Republik Indonesia. Mira didampingi oleh dua partisipan lain dari Indonesia, yaitu mewakili bidang medik Veteriner adalah Drh.Dwi Suprapti, M.Si dari WWF Indonesia dan mewakili bidang Biologi Laut, Sheyka Nugrahani, M.Sc dari Whale Stranding Indonesia.

Hasil dari rangkaian kegiatan yang diperoleh dari Simposium SEAMMSN di Pattaya diharapkan dapat menambah keahlian bagi para delegasi Indonesia, serta berkontribusi dalam kemajuan program dan kebijakan Indonesia dalam penangangan mamalia laut terdampar. Hal ini khususnya terkait penanganan duyung (Dugong dugon) sebagai salah satu bagian dari proyek Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP) Indonesia 2016 – 2018.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,