Komitmen Belanda untuk Ikut Revitalisasi Pesisir Pantai Utara Jawa

Pemerintah Belanda menunjukkan komitmennya untuk ikut membantu revitalisasi kawasan pesisir di Pantai Utara Jawa yang dilakukan Pemerintah Indonesia. Keterlibatan tersebut, karena Belanda melihat posisi Pantai Utara Jawa memegang peranan penting untuk wilayah kelautan dan perikanan Indonesia.

Untuk itu, Pemerintah Indonesia bersama Pemerintah Belanda melakukan kerja sama dengan menandatangani perjanjian letter of intent. Perjanjian tersebut, berisi komitmen kedua negara untuk melaksanakan revitalisasi Pantai Utara Jawa di Pulau Jawa.

Menteri Infrastruktur dan Lingkungan Hidup Kerajaan Belanda Melanie Schultz van Haegen mengatakan, komitmen yang ditunjukkan negaranya diharapkan bisa terus ditingkatkan di masa mendatang. Dengan tujuan, agar revitalisasi bisa terus berjalan dan berdampak positif pada pembangunan lainnya.

“Semoga kerja sama ini dapat terus diperkuat dan semakin mempererat hubungan kedua negara,” ucap dia pada awal pekan ini di Jakarta.

Untuk diketahui, sejak 2015 lalu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjalin kerja sama dengan Konsorsium Ecoshape untuk melaksanakan kegiatan restoriasi pesisir melalui program Building with Nature (BwN). Kegiatan tersebut dilaksanakan di Demak, yang tidak lain adalah salah satu wilayah pesisir di Pantai Utara Jawa Tengah.

Kerja sama tersebut resminya dimulai pada 3 Maret 2015 dan direncanakan akan berlangsung hingga 2019 mendatang. Adapun, KKP merilis bahwa kerja sama tersebut merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman tentang Kerjasama di Bidang Air antara kedua Negara.

Setelah itu, pada 14 Desember 2015, dilakukan penandatangan kerja sama di Sanur, Bali tentang “Agreement on Cooperation Namely Building with Nature (BWN) Indonesia: Securing Eroding Coastline Delta Project“.

Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, lingkup kerja sama tersebut mencakup pembangunan perangkap sedimen (struktur hybrid), struktur pelindung pantai yang terbuat dari kumpulan cabang dan hutan yang memiliki multi-fungsi mengurangi erosi dan menangkap sedimen.

“Kemudian, penanaman dan pemeliharaan mangrove, serta revitalisasi 300 ha tambak untuk budidaya berkelanjutan,” jelas dia..

Susi juga menjelaskan, kerja sama lanjutan yang penandatanganannya dilakukan awal pekan ini, menjadi penguat bahwa pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pantai berkelanjutan itu penting dan diperhatikan Negara lain.

Setelah kerja sama dijalin lagi, Susi menjelaskan, pihaknya akan melanjutkan kerjasama dengan Belanda untuk pembangunan rekayasa struktur hibrida serta meningkatkan produktivitas tambak di beberapa desa pesisir di Kabupaten Demak.

“Kegiatan ini dirancang untuk meninjau kegiatan untuk pemulihan ekonomi masyarakat melalui budidaya perairan berbasis masyarakat yang berkelanjutan,” ungkap dia.

Perempuan di Desa Timbul Seloko, Demak, Jateng membantu proyek bendungan permeable Foto : Een Irawan/Rekam Nusantara
Perempuan di Desa Timbul Seloko, Demak, Jateng membantu proyek bendungan permeable Foto : Een Irawan/Rekam Nusantara

Susi menuturkan, kerja sama yang dijalin sekarang, merupakan tindak lanjut dari program sebelumnya, yakni mangrove capital yang dilaksanakan pada 20133 dan BwN yang dilaksanakan pada 2015.

Kesepakatan yang dilakukan kedua negara ini merupakan tindak lanjut kerjasama sebelumnya yakni program mangrove capital (2013) dan Building with Nature (2015). Kedua program tersebut dalam pelaksanaannya fokus pada revitalisasi kawasan pesisir mangrove di Kabupaten Demak

Dalam mengatasi degradasi Pantai Utara Jawa, Susi mengatakan, pihaknya sudah melakukan rehabilitasi dan revitalisasi kawasan pesisir, mitigasi pesisir bencana dan adaptasi perubahan iklim, dan Ketahanan Pesisir Pembangunan Daerah (PKPT).

Korban Banjir Garut Dapatkan Bantuan Benih dan Pakan Ikan

Sementara itu, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) KKP memberikan bantuan kepada pembudidaya ikan yang menjadi korban banjir bandang di Garut, Jawa Barat. Bantuan mencakup enam belas ton pakan ikan dan tiga juta ekor benih ikan.

Menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebijakto, bantuan yang diberikan terdiri dari 1,3 juta benih ikan mas, 1,2 juta ekor benih ikan lele dan 500 ribu benih ikan nila. Seluruh bantuan tersebut diberikan kepada 13 kelompok pembudidaya ikan yang ada di Garut.

“13 kelompok tersebut adalah terdampak banjir dari Kecamatan Banyuresmi, Karangpawitan, Bayongbong, Pasir Wwangi, Garut Kota, Tarogong Kaler dan Tarogong Kidul,” ucap dia.

Di Garut, Slamet mengatakan, saat ini daerah tersebut menjadi salah satu daerah di Indonesia yang potensial untuk dikembangkan perikanan budi daya. Potensi itu, karena di kota tersebut terdapat kolam air tenang dan tambak sekaligus.

Menurut Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Jawa Barat, Sungai Cimanuk adalah sungai yang Koefisien Regim Sungai (KRS) paling buruk secara nasional. Ketika musim kemarau, KRS Cimanuk nilainya 1, tapi saat musim hujan nilainya 771. Ini menjadi penyebab banjir bandang di Garut, Jabar pada Selasa (20/09/2016). Foto : Dony Iqbal
Menurut Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Jawa Barat, Sungai Cimanuk adalah sungai yang Koefisien Regim Sungai (KRS) paling buruk secara nasional. Ketika musim kemarau, KRS Cimanuk nilainya 1, tapi saat musim hujan nilainya 771. Ini menjadi penyebab banjir bandang di Garut, Jabar pada Selasa (20/09/2016). Foto : Dony Iqbal

Slamet memaparkan dari potensi yang ada tersebut, kolam air tenang di Garut luasnya mencapai 4.000 hektare dan baru dimanfaatkan seluas 3.327,84 ha atau baru 83 persen. Kemudian, potensi tambak besar luasnya mencapai 1.000 ha dan baru dimanaatkan seluas 27,58 ha atau baru 2,75 ha saja.

“Potensi itu menjadikan Garut sebagai salah satu sentra perikanan budidaya. Faktanya, Garut merupakan salah satu penyumbang kontribusi produksi ikan di tahun 2015 sejumlah 56,01 ribu ton dari total produksi Jawa Barat tahun 2015 sebesar 1,7 juta ton,” ungkap dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,