Masih Terjadi, Gajah Mati karena Racun di Aceh

Kabar tidak sedap kembali menghampiri nasib gajah sumatera. Sudah tiga individu yang meregang nyawa akibat racun sepanjang 2016, di Aceh.  

Gajah pertama mati di Ketol, Kabupaten Aceh Tengah, 18 Februari 2016. Gajah berumur 17 tahun ini, ditemukan tidak bernyawa di perkebunan masyarakat di Desa Karang Ampar, Kecamatan Ketol. Masyarakat meyakini gajah tersebut mati karena memakan pupuk yang dipakai oleh masyarakat untuk perkebunan mereka.

Pada 17 April 2016, satu individu gajah kembali ditemukan mati di perkebunan kelapa sawit milik PT. Dwi Kencana Semesta di Kecamatan Banda Alam, Aceh Timur. Sebelumnya, di penghujung 2014, dua bangkai gajah dan dua kerangka gajah pun ditemukan di lahan perkebunan ini.

Terbaru, 18 November 2016, satu gajah betina ditemukan terbujur kaku di perkebunan sawit di Desa Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur. Gajah berumur belasan tahun ini pun mati karena racun.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Genman Hasibuan mengatakan, berdasarkan hasil identifikasi lapangan, gajah betina ini mati karena memakan racun. Namun, belum diketahui apakah disengaja atau tidak. “Kami telah mengambil sampel organ tubuh untuk memastikan jenis racun yang dimakan. Pemeriksaan di laboratorium butuh waktu,” ujarnya pekan ini.

Genman mengatakan, di 2016, memang ada tiga kasus kematian gajah di Aceh akibat racun. BKSDA Aceh bersama lembaga terkait telah berupaya mengurangi konflik antara gajah dengan manusia. “Harapannya, tidak ada lagi masyarakat yang membunuh gajah dan juga tidak ada lagi masyarakat yang menjadi korban.”

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Muhammad Nur mengatakan, tingginya konflik gajah dengan manusia di Aceh, dikarenakan maraknya alih fungsi hutan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. “Habitat gajah dirusak, konflik tidak bisa dihidari.”

Saat ini, kata Muhammad Nur, perkebunan skala besar telah menguasai area hutan dan lahan sekitar 385 ribu hektare. Sementara perkebunan rakyat sekitar 100 ribu hektare. “Hingga saat ini belum terdengar pembunuh gajah yang diseret ke pengadilan, kecuali kasus Papa Geng di Aceh Jaya. Sedangkan di Aceh Timur, pernah ditangkap pelaku pembunuh gajah di perkebunan kelapa sawit 2014, namun hingga kini tidak terdengar kabarnya.”

Gajah sumatera yang mati keracunan di kebun masyarakat di Desa Karang Ampar, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh, pertengahan Februari. Sepanjang 2016, sudah tiga individu gajah yang mati karena racun di Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah
Gajah sumatera yang mati keracunan di kebun masyarakat di Desa Karang Ampar, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh, pertengahan Februari. Sepanjang 2016, sudah tiga individu gajah yang mati karena racun di Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah

Kawanan gajah terperangkap

Sementara itu, Forum Daerah Aliran Sungai (DAS)  Krueng (sungai) Peusangan meminta Pemerintah Aceh menutup sementara aktivitas galian C di Krueng Peusangan. Tujuannya, menyelamatkan sekitar 40 individu gajah yang terperangkap di wilayah tersebut.

Ketua Umum Forum DAS Krueng Peusangan (FDKP) Suhaimi Hamid menjelaskan, pihaknya telah menyurati Pemerintah Aceh terkait masalah ini. Menurutnya, aktivitas galian C di Sungai Peusangan telah menyebabkan gajah tertahan di tiga kantong, yaitu di Sayeung, Jalung II, dan Lembah Gedok. “Aada kelompok gajah yang terjebak setelah dilakukan penggiringan, karena terganggu kegiatan galian C.”

Suhaimi mengatakan, jika galian C tidak dihentikan sementara, kawanan gajah dikhawatirkan akan pindah ke daerah lain dan menimbulkan konflik baru. “Seharusnya kelompok gajah bisa bergerak dari Lembah Gedok ke daerah Jalung II dan Sayeung. Saat ini, para gajah coba menerobos parit pembatas dan sebagian lagi menuju Ayeun, melewati Pante Gelima.”

Menurut Suhaimi, 40 gajah tersebut terdiri dari beberapa kelompok. Ada yang berjumlah 17 individu, ada yang 10 individu, 5 individu, dan kelompok yang beranggotakan 4 individu. Selain itu, ada juga beberapa jantan soliter yang saat ini terkonsentrasi di lembah Sungai Peusangan. Posisinya di sepanjang 15 kilometer mulai dari Pantan Lah (Kabupaten Bireuen), Pintu Rime Gayo (Kabupaten Bener Meriah), dan Karang Ampar (Kabupaten Aceh Tengah).

“Luas kawasan yang masih bisa diakses gajah untuk mencari makan kurang dari 1.000 hektare di Sayeung dan Jalung II. Kawasan ini, merupakan hutan sekunder kecil, perkebunan warga, dan lahan terlantar,” ujarnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,