Sebulan Terakhir, Ada Tiga Pesut yang Terjerat Jaring Nelayan

Dua ekor pesut kembali terkena jaring nelayan di Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, Kamis 24 November 2016, pukul 08.30 WIB. Pesut malang itu terperangkap jaringnya Hendy, warga Dusun Besar, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara.

“Menurut keterangan yang bersangkutan, satwa tersebut tersangkut ketika ia menjaring ikan talang, sekitar jam 01:00 WIB, di sekitar Pulau Juante. Kondisinya mati,” jelas Ruswanto, Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang Resort Sukadana BKSDA Kalimantan Barat.

Hendy kemudian membawa dua satwa tersebut ke pasar ikan di Sukadana. Lalu, dipotong dan dibagikan ke masyarakat. “Ketika Tim Resort Sukadana datang, yang tersisa hanya  potongan satu kepala. Setelah dibawa ke Kantor Resort Sukadana potongan tersebut  dibawa ke Pontianak untuk diidentifikasi lebih lanjut.”

Sebulan terakhir sudah tiga ekor pesut terjerat jaring nelayan. Foto: Rosi (Warga Sukadana)
Sebulan terakhir sudah tiga ekor pesut terjerat jaring nelayan. Foto: Rosi (Warga Sukadana)

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat, Sustyo Iriyono, mengatakan, karena pesut tersebut telah dipotong-potong warga, petugas harus mengumpulkan lebih banyak informasi mengenai dua satwa tersebut. “Menurut warga, ukuran keduanya berbeda, satu besar dan satunya kecil. Kami belum bisa menyimpulkan kenapa pesut tersebut keluar dari habitatnya dengan kondisi luka di sekujur tubuh.”

Tercatat, dalam sebulan terakhir, ada tiga pesut yang terjerat jaring nelayan. Pekan lalu, warga pesisir di Pantai Pulau Datok pun dihebohkan dengan seekor pesut yang terdampar. Lumba-lumba air tawar berukuran sekitar dua meter saat ditemukan hidup. Namun, tak lama kemudian mati. Dedi Heryanto, warga Sukadana yang menemukan satwa tersebut mengatakan, terdapat luka di kepalanya.

“Saya menghubungi petugas dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kayong Utara. Warga dibantu anggota kepolisian berinisiatif menguburkan satwa tersebut, karena bau amis yang menyengat.”

Pesut ini mati dengan tubuh penuh luka, kejadian ini masih diselidiki lebih lanjut. Foto: Rosi (Warga Sukadana)i
Pesut ini mati dengan tubuh penuh luka, kejadian ini masih diselidiki lebih lanjut. Foto: Rosi (Warga Sukadana)i

Kawasan esensial

BKSDA, WWF Indonesia program Kalimantan Barat, dan Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Pontianak, duduk satu meja, Kamis petang, membahas kasus tersebut. “Dalam jangka pendek, harus segera dilakukan penyadartahuan kepada masyarakat di Lanskap Pawan-Kubu. Sasarannya lebih diintensifkan pada nelayan setempat,” ujar Sustyo.

Menurut Sustyo, Lanskap Pawan-Kubu harus dijadikan Kawasan Ekosistem Esensial. Kawasan ini harus segera dikukuhkan, agar disusun rencana pengelolaannya. Berdasarkan UU 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, salah satu kewenangan pemerintah provinsi, dapat menetapkan daerah pengembangan Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial.

Ekosistem esensial  adalah kawasan dengan  ekosistem yang berada di luar kawasan konservasi, baik yang merupakan tanah hak maupun bukan, yang secara  ekologis  penting  bagi konservasi  keanekaragaman hayati. “Tapi, kawasan ini belum diatur jelas. Direktorat Jendral Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, yang akan membina secara teknis.”

Pesut yang terjerat jaring nelayan ini dipotong warga setempat untuk dibagikan, hanya bagian kepala yang bisa diselamatkan untuk penelitian lebih lanjut. Foto: BKSDA Kalimantan Barat
Pesut yang terjerat jaring nelayan ini dipotong warga setempat untuk dibagikan, hanya bagian kepala yang bisa diselamatkan untuk penelitian lebih lanjut. Foto: BKSDA Kalimantan Barat

Pawan-Kubu Landscape Leader, WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat, Ian M. Hilman mengatakan, Kubu Raya memiliki 40 jenis mangrove dari 60 lebih jenis yang ada di Indonesia. Pendataan terhadap potensi esensial itu terus dilakukan yang meliputi penyebaraan dan pembagian peran terhadap kawasan tersebut. “Mengenai satwa, pemerintah daerah setempat mempunyai kewajiban menjaga spesies yang statusnya dilindungi.”

Manager Program Kalimantan Barat WWF Indonesia, Albert Tjiu, menambahkan, penentuan kawasan ekosistem esensial berada di Direktorat Jenderal Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem. “Disini diatur pengamanan ekosistem, dan isu spesiesnya juga,” tambahnya. Keberadaan jenis Cetacean dalam ekosistem mangrove, menjadi informasi penting dalam membangun kawasan ekosistem esensial.

Iwan Taruna Alkadrie, Kepala Seksi Balai Pengelola Sumber Daya Pesisir dan Laut Pontianak, mengatakan, terkait dengan mamalia terdampar, tahun ini trendnya meningkat. “Jika fenomena alam, harus kita kaji lebih lanjut,” kata Iwan. Kawasan Kubu Raya dan Kayong Utara cukup luas, sehingga memerlukan first responding dari masyarakat.

Menurut Iwan, untuk partisipasi masyarakat, memang perlu dilaksanakan bimbingan teknis mamalia terdampar berbasis masyarakat. Khusus nelayan, harus diajarkan bagaimana cara menangani mamalia yang terjaring. “Mengenai pembentukan kawasan ekosistem esensial, untuk jangka pendek, para pihak bisa memasukkan wacana tersebut dalam revisi peraturan daerah zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sehingga, di dalamnya nanti meliputi kawasan esensial ekosistem,” ujarnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,