Pemberlakuan efektif Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT) sejak 15 November 2016 memberikan harapan perbaikan ekspor usaha perkayuan Indonesia terutama ke pasar Uni Eropa. Sekitar 800-an lisensi sudah keluar kepada 100 perusahaan.
”Sertifikat FLEGT Indonesia ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia untuk menembus pasar baru,” kata Darmin Nasution, Menteri Koordinator Perekonomian saat Perayaan Nasional Peluncuran Lisensi FLEGT, akhir pekan lalu.
Pada acara ini juga hadir Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Duta Besar Komisi Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Guerand, dan pelaku usaha industri kayu maupun lembaga sertifikasi.
Wajah Indonesia dalam industri kehutanan, katanya, pernah mendapat stigma negatif. Marak illegal logging merusak sumber daya hutan menyebabkan produk kayu Indonesia mengalami hambatan.
Mengembalikan nama baik, katanya, mudah. ”Sertifikasi legalitas ini bisa menjadi instrument atau sistem untuk menembus pasar ekspor.”
Siti Nurbaya, mengatakan, komitmen ini—pendekatan lacak rantai pasok– sebagai penerapan prinsip legalitas dan kelestarian dalam memberantas pembalakan liar.
”Kita menghilangkan stigma ilegal menjadi legal cukup penting dalam peningkatan daya saing,” katanya.
Pemerintah optimistis, industri kayu meningkat seiring pemberlakuan skema ini. Eksportir, katanya, tak perlu melalui tahap uji tuntas (due diligent) pada 24 negara Uni Eropa.
“Ini salah satu intensif akses pasar dalam peningkatan ekspor yang sempat melambat di tengah perekonomian tak stabil,” katanya.
Dari 15 November sampai Kamis (23/11/16), Indonesia telah menerbitkan 845 lisensi FLEGT dari 100 perusahaan akan ekspor produk kayu ke Uni Eropa dengan nilai US$24,96 juta.
Pengiriman ekspor kepada 24 negara Uni Eropa dengan produk panel, furnitur, woodworking, kerajinan, chips, kertas dan pekakas.
Produk panel memiliki permintaan cukup tinggi dan memberikan kontribusi US$11,92 juta dan furniture US$7,2 juta.
Ida Bagus Putera Prathama, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari, KLHK mengklaim, pengajuan izin sertifikat oleh pengusaha terus meningkat. ”Kalau berlanjut hingga akhir tahun, kami bisa menerbitkan ribuan sertifikat,” katanya.
Dia optimistis, ekspor 2016 akan mencapai US$10 miliar. Periode Januari-Agustus 2016, ekspor ke Uni Eropa US$708,38 juta, sepanjang 2015 hanya US$882,23 juta.
Selanjutnya, pemerintah mendorong kerja sama dengan Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat dan Kanada untuk sertifikasi legal ini. ”EU ini penting, karena China banya impor barang setengah jadi dari Indonesia dan ekspor ke EU. Kerjasama dengan EU ini mendorong ia (Tiongkok) menggunakan (sertifikasi) legal.”
Panggah Susanto Direktur Jenderal Agro Kementerian Perindustrian mengatakan, penerapan aturan ini harus konsisten. Stigma positif green industry, katanya, menjadi daya dukung dalam peningkatan ekspor lebih tinggi. Ia tak hanya berlaku untuk hasil hutan, juga perkebunan seperti sawit. ”Menambah nilai produk-produk disesuaikan pengembangan berkelanjutan.”