Akhirnya, Johny dan Desi Hidup Bebas di TNBBBR

Dua individu orangutan (pongo pygmaeus); Johny dan Desi, memulai kehidupan barunya di alam bebas, 26 November 2016. Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, menjadi tempat tinggal keduanya. Pelepasliaran ini merupakan kerja sama International Animal Rescue (IAR) Indonesia dengan Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat dan Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (BTNBBBR).

“Johny usia 8 tahun yang diselamatkan dari kasus pemeliharaan di Pontianak, September 2011. Sedangkan Desi usia 10 tahun diselamatkan dari warga di Pemangkat, Kecamatan Simpang Hilir, Ketapang, Maret 2012,” kata Heribertus Suciadi, juru bicara IAR Indonesia di Ketapang.

Johny dan Desi telah menghuni Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi IAR sekitar empat tahun. Mereka telah menjalani rehabilitasi di ‘sekolah hutan’ yaitu belajar memanjat, mencari makan sendiri, membuat sarang, serta mempelajari berbagai kemampuan bertahan hidup. “Tujuannya, agar mereka siap saat kembali ke alam bebas, habitatnya.”

Sebelum dilepasliarkan, orangutan harus direhabilitasi dulu agr sifat liarnya kembali seperti semula. Foto: IAR Indonesia
Sebelum dilepasliarkan, orangutan harus direhabilitasi dulu agar sifat liarnya kembali seperti semula. Foto: IAR Indonesia

Sebelumnya, hasil monitoring Johny dan Desi selama di pulau pre-release IAR Indonesia Ketapang menunjukkan perkembangan positif. Mereka sudah memanjat, mencari makan, dan membuat sarang sendiri. “Kami yakin keduanya akan senang di rumah barunya. Sampai saat ini IAR telah melepaskan 11 individu orangutan di TNBBBR,” jelas drh. Ayu Budi Handayani, Manager Perawatan Satwa IAR Indonesia.

IAR Indonesia saat ini telah menampung lebih dari 100 individu orangutan yang diperkirakan jumlahnya akan bertambah seiring hilangnya habitat mereka akibat pembukaan hutan untuk perkebunan. Hal ini juga yang membuat IAR Indonesia kesulitan menemukan hutan yang aman untuk melakukan pelepasliaran.

“Kami tidak bisa membayangkan masa depan orangutan kalau habitatnya hilang secepat ini. Mereka terancam oleh pembukaan hutan, kebakaran, juga jual beli dan pemeliharaan sebagaimana Johny dan Desi,” tutur Karmele Llano Sanchez, Ketua Program IAR Indonesia.

Hutan merupakan rumah asli orangutan, bukan kandang yang membuatnya sebagai satwa peliharaan. Foto: IAR Indonesia
Hutan merupakan rumah asli orangutan, bukan kandang yang membuatnya sebagai satwa peliharaan. Foto: IAR Indonesia

Evakuasi Boy

Hampir bersamaan, Jumat (25/11/2016), Seksi Konservasi Wilayah (SKW) Ketapang, BKSDA Kalimantan Barat mengevakuasi satu individu orangutan jantan milik  Bahriah, warga Desa Air Hitam Hilir, Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang.

“Evakuasi kami lakukan Jum’at pagi, dari Tim Gugus Tugas Evakuasi dan Penyelamatan TSL – Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang, Polsek Kendawangan dan IAR Indonesia – Ketapang,” kata Ruswanto, Kepala SKW I Ketapang. Menurut Bahriah, orangutan yang dinamai Boy itu  telah dipelihara selama 10 bulan. “Boy diperlakukan layaknya anak kecil. Bahriah menggendong Boy, dengan selendang kain dan makan makanan manusia,” ujar Ruswanto.

Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Sustyo Iroyono, mengatakan, dari gigi geligi Boy diperkirakan berusia satu tahun. “Kondisinya cukup sehat. Menurut warga yang memelihara, Boy ditemukan terpisah dari induknya.”

Dari pengamatan sementera, kondisi Boy telah berkurang sifat liarnya karena diperlakuan seperti manusia. Saat petugas mendatangi, Boy pun diserahkan dengan sukarela. “Sebagai upaya animal welfare satwa dititiprawatkan untuk direhabilitasi di IAR Indonesia – Ketapang, hingga dapat dikembalikan ke tempat aslinya.”

Sustyo mengatakan, orangutan merupakan salah satu satwa favorit peliharaan warga. BKSDA Kalbar menyadari, masih harus melakukan penyadartahuan kepada masyarakat luas. Terutama, di permukiman warga, yang dekat kawasan hutan atau perkebunan kepala sawit. “Warga harus kita jelaskan, memelihara orangutan tidak sama dengan upaya konservasi. Memelihara satwa dilindungi, bisa merusak rantai ekosistem di alam. Tempat terbaik satwa dilindungi adalah hutan.”

Boy merupakan orangutan ke-19 yang berhasil dievakuasi dari warga, hingga November 2016. Penyerahan sukarela, sedikit banyak menunjukkan kesadaran masyarakat terhadap kelestarian satwa di habitat aslinya meningkat. Jumlah ini belum termasuk beberapa jenis satwa lain dilindungi yang juga diserahkan warga tanpa paksaan.

Menurut Sustyo, paling tidak, keberadaan satwa dilindungi yang dipelihara warga dan dilaporkan ke petugas, mencerminkan upaya positif konservasi, secara preventif dan hukum. “Kegiatan preventif berupa patroli dan sosialisasi-penyuluhan beserta penegakan hukum yang akan terus dilakukan,” ujarnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,