Gugatan RTRW Aceh Ditolak, Bagaimana Nasib Kawasan Ekosistem Leuser Mendatang?

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengeluarkan putusan, menolak gugatan Gerakan Masyarakat Aceh Menggugat (GeRAM) terhadap Mendagri, Gubernur, dan DPR Aceh yang tidak memasukkan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRW) Aceh.

Dalam putusan yang dibacakan 29 November 2016 itu, majelis hakim yang diketuai Agustinus Setia Wahyu Triwiranto serta hakim anggota Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya Patah, menyatakan KEL sudah masuk dalam Pola Ruang Aceh sebagai Kawasan Lindung. Oleh karena itu, Qanun Aceh Nomor: 19 tahun 2013 tentang RTRW Aceh, sudah tidak perlu menyebutkan KEL secara eksplisit.

“Selain itu, para penggugat juga tidak mengalami kerugian dengan tidak dimasukannya KEL dalam RTRW Aceh,” papar Agustinus saat membacakan putusan.

Agustinus mengatakan, gugatan warga negara itu tidak berhak secara hukum membatalkan peraturan daerah atau qanun. Proses pembuatan Qanun RTRW Aceh pun sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. “Kementerian Dalam Negeri, Gubernur Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh sudah menjalankan fungsinya saat pembuatan qanun tersebut.”

Menanggapi putusan tersebut, Koordinator Kuasa Hukum GeRAM Nurul Ikhsan mengatakan, hakim salah memahami gugatan yang dilakukan GeRAM. Para penggugat tidak meminta Qanun RTRW Aceh dibatalkan, tapi meminta pengadilan agar tergugat  memasukkan KEL dalam Qanun RTRW Aceh.

“Kami meminta pengadilan memerintahkan para tergugat menjalan tugas dan fungsinya sesuai undang-undang atau aturan yang berlaku. yang dipahami majelis hakim adalah kami meminta Qanun RTRW Aceh dibatalkan. Ini pemahaman keliru.”

Gajah sumatera yang berada di Kawasan Ekosistem Leuser. Foto: Junaidi Hanafiah
Gajah sumatera yang berada di Kawasan Ekosistem Leuser. Foto: Junaidi Hanafiah

Nurul Ikhsan menjabarkan, tuntutan masyarakat yang berasal dari sembilan kabupaten/kota di Aceh itu adalah, meminta pengadilan memerintahkan Mendagri sebagai tergugat satu untuk melaksanakan kewenangannya sebagaimana diatur Pasal 15 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah. Yaitu, dengan membatalkan Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh Tahun 2013-2033.

“Kami minta pengadilan memerintahkan Gubernur Aceh untuk menindaklanjuti maksud dari Keputusan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 650-441 Tahun 2014 Tentang Evaluasi Rancangan Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh Tahun 2014-2034 Tanggal 14 Febuari 2014. Yaitu, dengan melakukan penyempurnaan/penyesuaian atas Rancangan Qanun Aceh Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh.”

Gugatan lainnya adalah, meminta pengadilan memerintahkan Gubernur dan DPR Aceh untuk mengikutsertakan peran dan partisipasi masyarakat, khususnya masyarakat Aceh dalam penyusunan atau penyempurnaan Qanun Tata Ruang dan Wilayah Aceh serta kebijakan-kebijakan lain.

“Kita tahu, Mendagri telah meminta Qanun RTRW Aceh di valuasi, bahkan Mendagri telah mengeluarkan 27 rekomendasi agar Qanun RTRW Aceh diperbaiki oleh Pemerintah Aceh. Namun rekomendasi itu diabaikan. Gubernur dan DPR Aceh juga tidak melibatkan peran serta masyarakat dalam pembuatan qanun itu.”

Pertimbangan majelis hakim yang menyebutkan KEL tidak perlu disebutkan dalam RTRW Aceh karena sudah masuk dalam Pola Ruang Aceh sebagai Kawasan Lindung tidak tepat. KEL tidak identik dengan kawasan lindung, ada hutan dengan status lain di sana. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 190/Kpts-II/2001, luas KEL di Provinsi Aceh 2.255.577 hektare yang di dalamnya ada hutan areal penggunaan lain (APL), hutan produksi terbatas dan hutan produksi, taman buru, dan lain.

Karena keunikannya, KEL dimasukkan dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN). Sesuai Undang-undang Nomor: 11 tahun 2006, Pemerintah Aceh diberikan kewenangan untuk melakukan pengelolaan KEL yang meliputi perlindungan, pengamanan, pelestarian, pemulihan fungsi kawasan, dan pemanfaatan secara lestari kawasan tersebut.”

Nurul Ikhsan menambahkan, GeRAM membawa kasus ini ke pengadilan untuk mendorong pemerintah pusat dan Pemerintah Aceh agar memenuhi kewajiban mereka melindungi nyawa dan keberlangsungan hidup masyarakat Aceh melalui perlindungan lingkungan hidup. “Kami akan melakukan banding terhadap putusan majelis hakim yang menolak gugatan GeRAM ini.”

GeRAM yang meminta agar Ekosistem Leuser diselamatkan. Foto: Junaidi Hanafiah
GeRAM yang meminta agar Ekosistem Leuser diselamatkan. Foto: Junaidi Hanafiah

Kecewa

Juarsyah, penggugat warga Kabupaten Bener Meriah menyebutkan, ditolaknya gugatan GeRAM untuk memasukkan KEL dalam RTRW Aceh, berarti melapangkan jalan untuk menghancurkan KEL.

“Hutan KEL telah dirusak untuk perkebunan dan pertambangan. Saya sering melihat orang-orang yang membuka lahan untuk perkebunan. Sebagai masyarakat yang ditinggal di sekitar KEL, saya tidak ingin hutan itu dirusak, karena menopang kehidupan jutaan masyarakat Aceh, terutama sebagai penyedia sumber air bersih,” ujarnya sembari berkaca-kaca mendengar putusan hakim.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat saat membacakan putusan yang menolak gugatan GeRAM. Foto: Junaidi Hanafiah
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat saat membacakan putusan yang menolak gugatan GeRAM. Foto: Junaidi Hanafiah

Kekecewaan juga disampaikan pengugat lain, Aman Djarum yang juga tokoh masyarakat adat Kabupaten Gayo Lues. Aman telah bertahun menjaga KEL agar tidak rusak. Bahkan, ia  bersama sejumlah warga Gayo Lues pernah mendeklarasikan menolak tambang sampai hari kiamat.

“Meskipun hakim menolak gugatan, saya akan tetap menjaga KEL. Bahkan, sebelum pemerintah menetapkan KEL sebagai hutan yang harus dilindungi, saya sudah menjaganya karena itu amanah dari nenek dan kakek saya.”

Aman mengatakan, ia telah berusaha menyelamatkan KEL, meskipun tidak mendapat dukungan dari majelis hakim dan pemerintah. “Saya punya jawaban jika nanti cucu-cucu saya bertanya kenapa saya tidak menyelamatkan sisa hutan KEL. Akan saya katakan, saya sudah telah berusaha, tapi tidak mendapat dukungan dari pemerintah dan pengadilan,” ujarnya sembari menyapu air matanya.

Gugatan GeRAM terhadap RTRW Aceh telah didaftarkan di PN Jakarta Pusat pada 21 Januari 2016 (No. 33/Pdt.G/2016/PN.JKT.PST). Materi penting gugatan tersebut adalah tidak dimasukkannya Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) sebagai satu dari lima Kawasan Strategis Nasional yang ada di Aceh.

Periode Januari – Juni 2016, hutan di KEL berkurang 4.097 hektare. Sumber: Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA)
Periode Januari – Juni 2016, hutan di KEL berkurang 4.097 hektare. Sumber: Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA)
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,